"Eva, can I meet you tonight after work?" tanya Brian diujung telpon.
Eva masih belum sepenuhnya jujur pada Evan tentang apakah dia masih memiliki perasaan yang spesial padanya ataukah tidak ada lagi yang tersisa. Tapi satu hal yang saat ini dia tahu pasti bahwa dia harus jujur ke Brian malam ini.
Malam itu selepas pulang kerja, Brian menjemputnya dan mereka menuju ke restaurant yang berlokasi di Vessey St.
"Aku belum sempat meminta maaf padamu soal meninggalkanmu setelah acara di Archer Hotel tiga hari yang lalu. Aku benar-benar menyesal. Kuharap kau tidak menganggapku menyebalkan," kata Brian sambil menggosok telapak tangannya dengan raut wajah menyesal.
Eva lalu teringat saat perjalanan pulang malam itu, saat Evan tiba-tiba mendatanginya dan memintanya untuk ikut dengannya. Kalau saja Brian yang mengantarkannya pulang malam itu, apakah kejadiannya akan berbeda. Ternyata baru tiga hari dari kejadian tersebut.
"Tidak masalah Brian, aku sama sekali tidak marah. Omong-omong, ku dengar kau akan menjadi best man Dave di pernikahannya nanti?" tanya Eva mengalihkan topik.
"Ya dan aku tidak sabar untuk melihatmu tampil cantik saat menjadi bridesmaid nanti," ada raut lega saat Brian mengatakannya. Pria itu bahkan duduk sambil setengah mencodongkan badannya kedepan.
"Brian apa kau menyukaiku?" tanya Eva langsung dan sepertinya hal itu langsung memberi perubahan pada raut wajah Brian. Eva merasa bersalah karena tidak memberinya kesempatan untuk menjadi yang pertama yang dengan jujur mengatakan tentang perasaannya.
Jeda sejenak sebelum akhirnya, "Ya Eva. Sebenarnya aku menunggu saat yang tepat tapi ya, aku menyukaimu. .... Kenyataan bahwa sekarang kau menanyakan hal ini sekarang membuatku sangat gugup."
"Aku benar-benar minta maaf Brian. Aku tahu aku tidak sopan sekali tiba-tiba berkata seperti ini padamu," Eva menahan nafasnya sebelum melanjutkan, sedikit merasa tidak yakin untuk melanjutkan kata-katanya namun dia berusaha untuk tetap menatap Brian saat mengatakannya. "Aku juga menyukaimu Brian, I totally do. But when I say I like you, not in a romantic way and I really think that I should make this clear to you."
Eva bisa melihat pria itu setengah terkejut saat mendengarkannya. Sambil mengerutkan alisnya, Brian masih berusaha, "Tidak bisakah kau memberiku kesempatan? Aku tidak menyangka bahwa Dave benar tapi aku benar-benar tidak rela kalau aku harus menyerah."
"Oh please don't say that Brian. Aku masih ingin berteman denganmu walaupun aku tahu itu adalah permintaan yang egois. Sejujurnya saat ini aku sedang berusaha memberikan diriku sendiri kesempatan untuk mencoba menerima seseorang yang dulu pernah singgah di hatiku," kata Eva kali ini dia lebih memilih menunduk, memperhatikan kepulan asap dari kopinya.
Dia sendiri terkejut dengan kata-katanya sendiri. Namun itulah kenyataannya. Dia masih tidak bisa menghilangkan Evan dalam hati dan pikirannya jadi sejujurnya, di hatinya yang terdalam, dia sadar bahwa dia ingin memberikan Evan kesempatan.
"Jadi kenapa tidak memberikan kesempatan yang sama denganku?"
"Karena aku tahu aku tidak bisa dan menyakitimu adalah hal yang sangat aku hindari. Aku benar-benar tidak mau itu," dengan mantap Eva mengatakannya.
*
"Karena aku tahu aku tidak bisa dan menyakitimu adalah hal yang sangat aku hindari. Aku benar-benar tidak mau itu," kata Eva dengan tatapan mata bersalah. Tatapan mata yang sangat tidak diharapkan Bryan. Dia tidak terima dengan kenyataan bahwa Eva bahkan tidak memberikan kesempatan yang sama.
Dia sudah sangat menyukai wanita di depannya ini. Namun untuk saat ini, Bryan memilih untuk diam.
Dia bertekad tidak akan membantah namun dia masih tidak mau untuk mengalah jika itu yang diinginkan Eva.
*
Hari itu Evan sangat sibuk bahkan sampai jam sebelas malam dia masih harus terjebak di ruangan kantornya bersama William dan tiga orang sekretaris lainnya.
Saat dokumen-dokumen didepannya sudah hampir selesai, dia teringat akan janjinya untuk menelpon Eva. Berharap gadis itu belum tidur, Evan meraih ponsel yang dia taruh sembarangan diatas meja kerjanya dan mulai menekan angka satu.
Setelah tiga kali nada tunggu, Eva menerima panggilan telponnya.
"Hai," sapa Evan walaupun lelah namun lega masih bisa menghubungi Eva.
"Hai Mr Phillips."
"Oh, apakah kita kembali lagi? Sudah kubilang aku benar-benar tidak menyukai panggilan itu darimu," kata Evan sambil berdiri dan berjalan kearah balkon yang ada diruangannya.
"Tapi aku menyukainya," jawab Eva sambil tertawa. Tawa Eva benar-benar langsung menyegarkan dirinya yang kelelahan. Dia tidak akan pernah bosan mendengarkan suara tawa Eva. Segala rasa lelah yang baru saja memenuhi badan dan pikirannya seakan langsung menguap saat dia mendengar tawa Eva. Serasa segala sangat pas. Dia pun akhirnya ikut tertawa.
"Aku merindukanmu."
"....."
"Eva .. kau masih disana?"
"Ya, aku masih disini Evan."
"Akhir pekan ini kosongkan jadwalmu. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu," Evan menghindari tatapan mata William yang memperhatikannya dari kejauhan.
"Oh maaf aku tidak bisa. Aku harus hadir di pernikahan Sarah. Kau masih ingat dia kan?"
"Ya, aku ingat. Kalau begitu, aku akan ikut denganmu."
*
Setelah dua hari penuh dengan kesibukan, Evan akhirnya bisa sedikit bernafas lega karena perkerjaannya sudah mulai berkurang. Dia pun menelpon Eva saat melihat sepuluh menit lagi jam istirahat.
"HHmm?" jawab Eva diseberang sana.
"Mau makan siang denganku?" tanya Evan sambil menyandarkan punggung di kursi kebesarannya.
"Entahlah, aku sangat sibuk ... sepertinya aku hanya akan makan di mejaku," jawab Eva yang terdengar masih sibuk mengetik.
"Kau mau aku turun kesana atau kau yang kesini?" tantang Evan.
"Kau mau tetap datang ke pernikahan Sarah denganku atau tidak?" Eva menantang balik. Evan cukup kesulitan saat meyakinkan Eva agar dia bisa datang ke pernikahan Sarah dengannya. Setelah perdebatan yang cukup sengit, tentu saja Evan lah yang menang.
"Oke, dinner?"
"Bye Mr Phillips. Aku benar-benar sibuk," kata Eva sembari menutup sambungan telponnya.
Evan tersenyum tidak percaya. "Memangnya sesibuk apa dia dibandingkan aku."
Malam harinya saat Eva sudah bersiap untuk tidur, Evan kembali menelponnya.
"Do you miss me?" tanya Evan tiba-tiba.
"Ini siapa?" goda Eva membuat Evan tergelak di seberang sana.
"Bisakah kau keluar ke balkon sebentar saja?" tanya Evan yang sontak membuat Eva berdiri dari tempat tidurnya dan dengan ragu berjalan kearah balkon apartemennya.
Dia melongok kebawah dan benar saja karena Evan sudah berdiri disana bersandar pada mobilnya sambil tersenyum dan melambaikan tangan pada Eva.
"Astaga apa yang kau lakukan?" tanya Eva tidak percaya.
"Aku tidak tahu kau merindukanku atau tidak. Tapi yang pasti, aku sangat merindukanmu."
"Aku tidak akan menawarimu masuk," tegas Eva sambil masih menatap Evan yang berdiri dengan tampannya dibawah sana.
"Aku tahu, aku tidak memintamu untuk itu. Aku juga tidak memintamu untuk turun karena ini sudah malam. Aku hanya ingin melihat wajahmu sebentar saja."
"Mr Phillips, kau jadi semakin lihai saja dengan ucapan manis."
"Hanya padamu saja Eva. Only for you."
*
Thank you thank you buat yang masih setia disini. Please jangan lupa vote ya biar si author tambah semangat lagi. Eva dan Evan cinta kalian !!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Eva(N) - Eva Belongs to Evan [COMPLETED]
ChickLitEva Anderson adalah hal terakhir yang Ibunya bicarakan dengan hebohnya pada Evan. Ya, nama Eva-lah yang dibicarakan Ibunya saat Ibunya melihat gadis itu di depan pagar sekolah. Dan itu adalah hari terakhir dia bisa bertemu Ibunya karena sesaat setel...