Part 4 - Bisik-Bisik di Lift

11.4K 1K 18
                                    

Setelah menutup sambungan telpon dengan Sarah, Eva ragu sejenak apakah harus melanjutkan pekerjaannya atau kembali ke apartemennya.

"Baiklah, mari kita lanjutkan," akhirnya Eva memberi semangat pada dirinya sendiri sambil meregangkan tangannya.

*

Di depan ruang pembelian, Evan Phillips berdiri sambil melihat gadis itu berbicara sendiri.

"Baiklah, mari kita lanjutkan," kata gadis yang saat ini dia pandangi. Evan tersenyum sendiri sebelum akhirnya meninggalkan tempatnya berdiri.

"Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu secepat ini," gumam Evan seraya berjalan kembali keruangannya.

*

Malam itu Eva tiba di apartemennya jam 11 malam. Dia harus naik taksi karena bus sudah tidak lagi beroperasi saat dia pulang. Setibanya di apartemen, dia berganti pakaian, mencuci mukanya, naik ke tempat tidur dan menarik selimutnya.

'Jadi, seorang Evan Phillips adalah bosku. Apa aku harus berganti pekerjaan. Tapi kenapa juga aku harus menghindarinya. Pasti ucapan Sarah sudah benar-benar merasuk kediriku,' batin Eva sebelum dia benar-benar memejamkan matanya.

"Kling." Eva duduk saat dia mendengar ada pesan masuk di ponselnya. Dia meraih benda tersebut yang dia letakkan di meja kecil di samping tempat tidurnya dan membaca pesan tersebut.

Kuharap kau tidak lupa dengan janji kita besok. Bryan.

Eva mengeram sendiri. Tentu saja dia tidak lupa. Hanya saja Eva bukan tipe orang yang menyukai hal-hal seperti kencan buta seperti ini. Dia menyetujui saran Dave lama setelah Dave dan Sarah membujuknya untuk berkenalan dengan orang-orang yang menurut mereka terbaik. Eva dan Bryan juga sudah bertukar pesan selama seminggu ini namun tidak secara intens.

Walaupun saling memiliki nomor masing-masing, Bryan tidak pernah menelepon Eva. Eva menebak ini pasti atas saran Dave ketemannya itu. Dave pasti tahu benar Eva tidak akan suka menerima telepon dari seseorang yang belum pernah dia temui hanya untuk menanyakan apa yang sedang kau lakukan, apakah pekerjaanmu melelahkan dan pertanyaan-pertanyaan membosankan lainnya.

Pesan-pesan Bryan sejauh ini juga tidak mengganggu Eva. Namun tidak pula membuat Eva penasaran maupun berbunga-bunga terhadap pria tersebut.

Menurut informasi dari Dave, Bryan adalah seorang manager di salah satu Bank terbesar di kota. Usianya 2 tahun lebih tua dari dirinya dan dia bukan tipe laki-laki yang dengan mudahnya mempermainkan perempuan. Hal yang terakhir sangat tegas disampaikan ke Eva seolah-olah itu adalah syarat mutlak yang pernah diajukan Eva pada dirinya.

Dengan sedikit enggan akhirnya Eva membalas pesan tersebut.

Tentu saja aku tidak lupa. I'll see you tomorrow then. Good night.

*

Pagi itu, karena ingat dengan kencannya nanti malam, Eva sedikit menata rambutnya yang panjang dan membuatnya sedikit bergelombang di bagian bawah. Setelah memutuskan untuk mengenakan rok warna hijau tua dan atasan putih, dia berjalan ke halte bus yang berjarak hanya 10 menit dengan jalan kaki dari apartemennya. Jarak antara kantor dan apartemennya cukup dekat.

Kurang dari setengah jam dan dia sudah sampai di halte bus yang berada tepat diseberang kantornya. Saat memasuki entrance door bangunan kantornya yang cukup besar, entah kenapa tiba-tiba bayangan akan Evan Phillips kembali menyergapnya. Seolah mimpi bahwa baru kemarin dia mengetahui pria itu berada di satu gedung dengannya. Pria yang selama ini dia coba untuk hapus dari ingatannya. Eva pun mempercepat langkahnya menuju lift, berdoa bahwa tidak akan ada lagi pertemuan yang tidak disengaja.

Eva(N) - Eva Belongs to Evan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang