"Orang kaya memang beda. Mereka menjadikan hal-hal semacam ini sebagai hobi untuk mengisi waktu luang," kata Mr Dimitri yang sepertinya berusia empat puluh lima tahunan. Dia seorang angkatan udara dan mampu menerbangkan berbagai macam pesawat jet beserta manuver berbahayanya. Karenanya, Evan meminta bantuan pria ini.
Evan hanya tertawa mendengar kata-kata frustasi Mr Dimitri yang sedikit pun tidak melukai hatinya. Dia sudah cukup bersyukur Mr Dimitri yang cukup mahir menerbangkan AV Bronco, A-4 Skyhawk, F-5 Tiger, F-16 Fighting Falcon ini mau melakukan ini untuknya.
"Ayo. Sebelum kita benar-benar terbang, aku harus memastikan kau sudah familiar dengan semua tombol disana. Apa kau yakin kau tidak cukup puas dengan hanya menerbangkannya?" tanya Mr Dimitri lagi yang sedang berjalan di depan Evan dan kemudian berhenti dan menoleh ke belakang hanya untuk memastikan tekad bulat Evan.
Evan menggeleng dengan senyum yang tidak ditutupinya.
"Bukankah kau sudah bisa menerbangkan helikopter? Apa itu masih belum cukup bagimu untuk menarik perhatian lawan jenismu? Wahh .. kau ini cukup serakah ya. Tapi orang kaya sepertimu pasti bingung menghabiskan waktu luang kalian yah... wah wah wahh .... Aku dulu mati-matian supaya bisa masuk ke angkatan udara dan malah, ahhh sudahlah," oceh Mr Dimitri sambil menuju ke salah satu sudut ruangan.
"Duduk," perintah pria itu pada Evan. "Untuk menerbangkan pesawat apalagi sampai bisa melakukan aerobatik di udara, kau tidak hanya membutuhkan keberanian tapi juga kau juga harus cermat dan dapat bertindak cepat namun tetap tenang."
Dan mulai sejak saat itu, kapan pun Mr Dimitri menentukan waktu untuk latihan mereka, Evan selalu mengatur jadwal agar tidak bentrok dengan kuliahnya.
"Kemana kau selama ini? Kenapa kau akhir-akhir ini sering menghilang," tanya Reese teman satu kampusnya saat Evan dan temannya itu beristirahat di halaman kampus mereka.
"Ada sesuatu," jawab Evan singkat tidak berniat menceritakan detil kemana dia menghabiskan waktunya.
"Apa kau sudah memegang jabatan di perusahaan Ayahmu?" tanya laki-laki itu tadi sambil mendongakkan kepala dan menutup mata untuk menikmati udara cerah hari di musim semi siang itu.
"Masih terlalu jauh untuk itu. Saat ini Ayahku masih dalam proses investasi pada diriku," jawab Evan dan Reese tertawa mendengarnya.
"Ya, suatu saat kita juga akan melakukan hal yang sama pada anak kita," jawab Reese dengan mengernyit tidak suka. Walaupun Evan tidak bisa terbuka dengan temannya ini, Reese adalah teman yang baik jika dibandingkan dengan anak pewaris perusahaan lainnya yang Evan tahu pasti adalah pengaruh buruk baginya.
"Emma semalam kerumahku dan kau pasti tahu bagaimana reaksi bahagia orang tuaku," keluh Reese. Berbeda dengan Evan yang tidak bisa terbuka dengan temannya ini, Reese selalu menumpahkan masalahnya pada Evan.
"Emma cantik dan pintar. Dia juga lucu, benar-benar tipeku. Tapi kalau aku setuju menikah dengannya, apa serunya itu. Aku menginginkan gadis yang bisa kudapatkan dengan usahaku. Dan lagi, aku bukan anak yang berulah seperti yang lainnya. Kalau aku menerima perjodohan dengan Emma, orang tuaku akan benar-benar menganggap aku rela menerima apapun keputusan mereka dan mereka bisa mengontrolku," kata Reese kali ini dia berbaring di halaman berumput kampus mereka.
"Sama sekali tidak seru kan?" tambah Reese kali ini meminta persetujuan Evan.
"Emma yang menganggapnya seru. Saat ini dia berusaha supaya kau menyerah dan mau menerimanya," kata Evan santai. Pikirannya menerawang ke Eva. Apa yang dia lakukan saat ini? Apakah dia baik-baik saja? Kalau saja Reese bersyukur dengan betapa mudah hidupnya. Dengan orang tua yang mendukung dan wanita yang disukainya yang tidak henti mengejarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eva(N) - Eva Belongs to Evan [COMPLETED]
Chick-LitEva Anderson adalah hal terakhir yang Ibunya bicarakan dengan hebohnya pada Evan. Ya, nama Eva-lah yang dibicarakan Ibunya saat Ibunya melihat gadis itu di depan pagar sekolah. Dan itu adalah hari terakhir dia bisa bertemu Ibunya karena sesaat setel...