Saat berhasil membuka seluruh lipatan kertas tadi, Eva melihat tulisan tangan yang memenuhi kertas tersebut.
Dear Evan,
Ibu benar-benar tidak tahu harus mulai darimana. Mungkin dengan mengatakan aku sangat mencintaimu dan bersyukur atas hadirnya dirimu. Aku tidak yakin apakah aku memiliki keberanian untuk benar-benar memberikan surat ini padamu. Dan bahkan saat menulis ini pun Ibu tidak yakin sedang menulisnya untuk dirimu ataukah Ayahmu.
Aku tahu bahwa selama ini kau sangat terluka melihat perlakuan Ayahmu pada Ibu dan pernah mengatakan padaku tidak akan pernah menjadi pria seperti Ayahmu. Aku sangat merasa terluka melihat kebencian dimatamu saat kau memandang Ayahmu.
Jadi, kebenarannya adalah mungkin Ayahmu yang paling merasa sedih diantara kita bertiga. Setidaknya aku memilikimu disisiku Evan.
Awal Ibu dan Ayah menikah memang semata karena perjoodohan untuk membuat perusahaan kedua orang tua kami semakin besar. Saat pertama kali bertemu dengan Ayahmu di acara perjodohan yang telah disiapkan oleh orang tua kami Ibu bisa melihat bahwa Ayah melihat Ibu dengan penuh kekaguman dan rasa suka.
Namun entah kenapa hal tersebut mengusikku karena Ibu sama sekali belum pernah berhubungan dengan pria manapun dan aku hanya belum siap. Dua bulan setelah pertemuan kami, Ayahmu dan Ibu menikah dan saat itu Ibu sangat ketakutan walaupun Ayahmu adalah sosok yang sangat tampan dan terlihat sangat berwibawa.
Sebulan pertama setelah pernikahan kami, Ibu tetap saja menjaga jarak dari Ayahmu. Ibu bahkan pernah mendorong Ayahmu yang berusaha mendekati Ibu dan bahkan meneriaki Ayahmu dan menyebutnya pria yang menjijikkan. Ibu menyesal setiap kali berkata kasar pada Ayahmu namun tidak pernah berhasil untuk mengatakan maaf barang sekali saja.
Sepertinya aku berhasil membuat Ayahmu benar-benar merasa sangat rendah. Selama masa itu aku bisa melihat cinta, ketulusan, kesabaran dan kelembutan Ayahmu. Aku menyadari bahwa sepertinya Ibu mulai jatuh cinta padanya.
Suatu malam Ayahmu pulang dalam keadaan mabuk dan dia masuk kekamar Ibu dan mulai memaksaku untuk melakukannya. Malam itu juga setelah melakukannya dan saat sepertinya mendapatkan kembali kesadarannya, Ayahmu bersujud kepadaku sambil menangis saat tahu bahwa aku sedang menangis. Dia berulang kali mengucapkan maaf dan mengatakan bahwa dia mencintaiku namun aku tidak bergeming.
Aku menyadari bahwa aku sudah mulai mencintainya. Namun setelah kejadian tersebut, Ayahmu tidak pulang kerumah selama seminggu. Aku sudah sangat kahwatir dan berencana sesegera mungkin mengatakan bahwa aku juga mencintainya. Namun pada hari ke lima belas saat Ayahmu akhirnya pulang kerumah, dia membawa seorang wanita bersama dan mereka berdua terlihat mesra.
Aku pun hanya bisa menangis dalam kamar dan mengurungkan niat untuk mengatakan cinta pada Ayahmu. Keesokan harinya, Ayahmu pulang kembali bersama wanita lain yang berbeda dengan yang dia bawa pulang sebelumnya dan hal tersebut terus berulang. Dan sejak saat itu hubungan kami semakin memburuk.
Saat Ayahmu mengetahui bahwa aku mengandung dirimu, Ibu bisa melihat kebahagiaan dimatanya namun aku sudah terlalu terluka dan merasa dipermainkan. Jadi tidak pernah sekalipun aku membiarkannya menyentuh perutku yang semakin lama semakin membesar. Dia pernah meminta dengan wajah memelas dan aku tidak membiarkannya.
Selama aku mengandung hingga aku melahirkan, Ayahmu tidak pernah lagi membawa wanita lain pulang kerumah. Walaupun Ibu masih saja memberinya jarak, Ayahmu selalu memastikan lewat pelayan pelayan bahwa semua kebutuhan Ibu terpenuhi. Dan entah kenapa masih sulit bagi Ibu untuk menerimanya. Itu yang Ibu sesalkan sampai saat ini.
Semuanya berjalan dengan baik. Ayahmu hampir tidak pernah pulang terlambat saat Ibu mengandung dan fokus pada kesehatanmu. Namun hal menjadi semakin memburuk saat Ibu melahirkanmu. Seminggu setelah kita pulang dari rumah sakit bersalin, Ibu melihat Ayahmu sedang menggendongmu dan entah apa yang merasukiku saat itu Ibu berteriak padanya dan menyuruhnya jangan pernah menyentuhmu lagi.
Mengingat raut wajah Ayahmu saat itu benar-benar membuatku rasanya ingin mati karena rasa bersalah. Sehari setelah kejadian tersebut, Ibu sadar akan kesalahanku dan berniat untuk meminta maaf. Sayangnya hal yang sama berulang. Ayahmu kembali membawa wanita lain kerumah dan bahkan berani berciuman didepanku.
Ibu tahu mungkin Ayahmu melakukan hal tersebut karena terluka atas perlakuanku. Namun saat itu aku masih muda dan ego mengalahkanku. Sejak kejadian tersebut Ibu dan Ayahmu sudah seperti dua orang asing yang hidup ditempat yang sama.
Entah mengapa Ibu masih saja gagal mengucapkan maaf pada Ayahmu. Mungkin Ibu benar-benar sudah kehilangan kesempatan dari Tuhan karena kesalahanku. Ayahmu selalu membawa wanita dan mengajaknya masuk kekamar jadi sulit bagi Ibu saat itu, walaupun Ibu tahu itu sama sekali tidak bisa dijadikan alasan.
Ibu tahu bahwa Ibu dan Ayahmu sama-sama merasa kesepian. Ayahmu mencintaimu Evan, lebih dari siapapun. Maafkan Ibu yang membuatmu berjarak dengan Ayahmu karena kesalahanku. Ibu mencintaimu dan Ibu mencintai Ayahmu.
Love,
Julia.
Eva terdiam dan matanya mulai berkaca-kaca. Secara tidak sadar pun Eva memandang buruk pada Ayah Evan atas apa yang telah dia lakukan dan atas apa yang Evan pernah ceritakan. Memang benar kata orang, selalu ada cerita dibalik sebuah cerita dan Eva benar-benar menyadari hal tersebut sekarang.
Suara pintu terbuka membuyarkan lamunannya dan Evan sedang berjalan kearahnya dengan ekspresi wajah bingung melihat Eva yang terdiam.
"Eva kau kenapa?" tanya Evan saat dia sudah berdiri didepannnya dan bertanya sambil mengelus lembut pipi Eva.
"Evan, apa kau sudah tahu tentang ini?" tanya Eva sambil menyodorkan surat usang tadi pada Evan.
Dilihat dari raut muka yang bingung, Eva yakin bahwa Evan belum tahu tentang surat tersebut sebelumnya dan Evan menoleh ke Eva sebentar seolah dia tidak yakin.
"Ini tulisan tangan Ibu," kata Evan yakin dan pria tersebut berjalan perlahan ke tempat tidur dan duduk dipinggiran tempat tidur tersebut sebelum kemudian membacanya.
Tangannya langsung terkulai begitu Evan menyelesaikan membaca surat tersebut dan wajahnya menunduk kebawah melihat kearah lantai yang Eva yakin tidak apa-apa disana. Eva pun mendekati Evan dan memeluknya, membenamkan wajah laki-laki yang sedang terduduk lemas itu didadanya.
Tidak ada kata-kata yang terlintas di otaknya untuk bisa menghibur Evan jadi Eva hanya bisa memeluk Evan dan mengusap-usap rambutnya seperti seorang Ibu yang mencoba menenangkan anaknya. Sampai dengan beberapa saat pun Evan tetap tidak mengatakan apa-apa dan Eva tidak yakin dengan apa yang harus dia katakana.
"Ayahku .... ," kata Evan kemudian. Kata-katanya tertahan, tapi Eva sudah bisa menebak apa yang ada dibenak Evan. Tanpa harus mengatakannya pun, Eva yakin bahwa Evan juga merasa bersalah terhadap Ayahnya dan yakin Ayahnya pun tidak tahu menahu soal surat tersebut.
Eva pun berdiri, "Evan, aku akan pergi sekarang. Kau harus menyelesaikannya dengan Ayahmu. Saatnya kau menghadapinya dengan benar." Eva pun mengecup pucuk kepala Evan dan mengambil tas yang tergeletak tidak jauh disana.
"Aku akan menyuruh sopir mengantarmu," kata Evan dengan pandangan lembut ke wanitanya itu dan disambut dengan anggukan kepala Eva.
*
Terima kasih terima kasih buat yang masih setia disini. Semoga kalian semua masih menikmati cerita penulis pemula ini. Please please please jangan lupa kasih bintang dan komen ya. Eva dan Evan cinta kalian !!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Eva(N) - Eva Belongs to Evan [COMPLETED]
ChickLitEva Anderson adalah hal terakhir yang Ibunya bicarakan dengan hebohnya pada Evan. Ya, nama Eva-lah yang dibicarakan Ibunya saat Ibunya melihat gadis itu di depan pagar sekolah. Dan itu adalah hari terakhir dia bisa bertemu Ibunya karena sesaat setel...