Sampai di kamarnya yang tidak berubah sedikitpun sejak ia memutuskan untuk pergi, Hangyul mengunci pintunya, lalu mendudukkan dirinya. Mulai terisak mengingat apa yang baru dilakukannya beberapa menit yang lalu.
Hangyul sedikit menyesal telah berkata seperti itu. Namun itu semua adalah kebenaran. Kebenaran yang secara tidak sengaja ia temukan.
Hangyul masih berharap walau sedikit. Berharap kalau Seungyoun akan memperjuangkannya lagi. Berharap kalau mereka akan bersama kembali seperti dulu.
Hangyul marah pada keadaan. Tentang mereka yang harus berpisah dihari bahagia. Tentang Seungyoun yang tidak merawat dirinya sendiri. Tentang kejamnya dunia.
"Papa.." panggil Dohyon yang sedih melihat keadaan papanya. Dohyon menghampirinya, dan memeluk Hangyul. Tahu dengan betul papanya sedang bersedih. Tahu kalau papanya membutuhkan dirinya.
"Papa jangan menangis.. nanti om itu aku marahin karena sudah buat papa menangis"
Hangyul makin terisak mendengar ucapan Dohyon. Dohyon yang memanggil Seungyoun 'om', yang seharusnya dipanggil ayah atau papi. Hangyul merasa sangat berdosa, menyembunyikan identitas Seungyoun dari anaknya sendiri.
Dohyon dipeluk erat, disembunyikan di dadanya sambil berkali-kali pucuk kepalanya dicium.
"Dohyon, papa menangis karena papa sayang sekali dengan kamu. Dohyon kesayangan papa. Dohyon yang selalu bersama papa. Dohyon anak papa" racau Hangyul
"Dohyon juga sayang papa.. papa jangan menangis lagi.. nanti Dohyon jadi sedih.."
Hangyul tersenyum membalasnya, menghapus airmatanya walau sesak dalam dadanya belum juga berkurang atau hilang.
Bisakah Hangyul melewati harinya? Bisakah Hangyul memberitahukan kebenarannya?
🌹🌹
Seungyoun melangkah dengan cepat menuju kastil bagian barat, tempat ayah dan ibunya beristirahat. Ia perlu bertanya, tentang apa yang diucapkan oleh Hangyul. Apakah itu sebuah kebohongan atau malah sebuah kebenaran.
"Ah, Seungyoun, kenapa tiba-tiba berkunjung?" tanya ibunya
"Jawab pertanyaanku. Apakah benar kalian mencoba untuk menjodohkanku dengan orang lain?"
"Dari mana kau mengetahuinya?"
"Dari mana atau dari siapa aku mengetahuinya tidaklah penting. Jawab saja, apakah hal itu benar?"
"Ya, itu benar. Kerajaan ini butuh seorang keturunan. Kau berhasil membuahi Hangyul, namun dia hilang setelah insiden itu. Kami harus memastikan kalau kerajaan ini akan tetap berlanjut sampai generasi selanjutnya. Anakmu, cucumu, cicitmu"
Seungyoun menghela nafasnya, mengacak rambutnya lalu memukul meja disampingnya.
"Kalian hanya menganggap Hangyul sebagai seseorang yang melahirkan keturunan? Budak seks yang perlu dibuahi, dihamili dan melahirkan calon penerusku? Begitu?"
"Bukankah itu memang tugas para omega? Dibuahi, dihamili dan melahirkan penerus. Apa yang kau harapkan darinya?"
"Apa kau juga menganggapnya seperti itu, ayah?"
"Ya, memang seperti itu kan?" jawab ayahnya santai
Seungyoun makin naik pitam setelah mendengarnya.
"Hangyul itu manusia, bukan alat pemuasku. Aku tidak percaya kalau kalian berfikir rendahan seperti ini" ucapnya final
Seungyoun menatap nyalang kedua orang tuanya. Ia tidak peduli. Karena ucapan mereka, Hangyulnya jadi punya alasan untuk pergi dari sisinya.
"Asal kalian tau Hangyul sudah kembali, membawa anakku bersamanya. Aku akan membuatnya tinggal disini. Jadi, jangan ucapkan hal seperti itu lagi. Jangan pernah menganggapnya sebagai alat lagi atau aku akan marah dan menghancurkan apa yang telah dibangun oleh para tetua, kerajaan yang kalian banggakan ini"
Seungyoun pergi, meninggalkan ruangan dengan sedikit amarah pada dirinya. Seungyoun harap ia bisa menjadi lebih baik daripada ayahnya. Seungyoun harap pemikiran seperti itu bisa dihapuskan.
Karena pada dasarnya, semua orang itu sama. Yang membedakan hanyalah secondary gender mereka, yang memberikan kesenjangan diantaranya. Kesenjangan yang memuakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
the lone wolf 🌹 seungyul [✔]
Fanfictionini tentang Hangyul dan kesendiriannya. ditolak dimanapun karena dianggap sebagai pembawa sial. ini tentang Hangyul dan perjalanannya menemukan soulmatenya. ini tentang Hangyul dan perjuangannya. abo. ⚠mpreg ⚠bxb