33 :: ANALOGI DI BAWAH TEMARAM LANGIT [1]

143 16 0
                                    

.BAGIAN TIGA PULUH TIGA.
- ANALOGI DI BAWAH TEMARAM LANGIT -

ARJUNA POV.

Sudah enam hari terhitung aku berada di Malang, masih banyak yang menyelimuti hatiku hingga aku mencoba untuk menahan semua pertanyaan yang sudah sangat lama kupendam di dalam hatiku. Malam ini hari Senin, tepat tanggal 31 Desember 2018 adalah malam tahun baru dimana anak-anak Panti sendiri sangat riuh menyambut dan mendengar kembang api yang sudah menghiasi langit malam hari ini.

Aku masih memandangi berkas-berkas dan foto-foto Ibuku selagi ia hidup dan terlantar sebelum ia meninggal, sebelum aku pergi ke Malang ada kiriman paket dari tukang pos dimana menunjukkan bahwa Ibuku memang masih hidup sampai ia tumbuh besar dan mengapa Bunda tidak pernah memberitahuku.

Yang kutahu selama ini bahwasannya Ibuku sudah lama meninggal makanya aku berada di panti asuhan ini, dan saat yang bersamaan potongan teka-teki itu menyapaku saat ia melihat alamat yang ditinggalkan Ibuku dan pesan-pesan dari nomor tidak dikenal mulai masuk.

Pesan itu akhirnya mengantarkanku ke Jakarta, dan bertemu seorang pria yang yang sangat ku yakini sebagai Ayahku. Yah Mahardika. Lucu bukan? Pesan-pesan itu memberitahuku kalau pria itu adalah Ayah kandungku.

Dan juga yang membuatku yakin adalah alamat yang ditinggalkan Ibuku, di ujung kertas yang terkoyak itu tertulis Ayah- dan kelanjutannya telah lenyap entah kemana.

Paket itu meremukkan hatiku, nyatanya sebelum itu aku masih bisa bertemu dengan Ibu. Tapi kenapa dia benar-benar telah meninggal itu benar-benarku membuat arah hidupku menjadi tersesat dan gelap.

Tapi aku belum bisa menerima itu, aku masih belum melihat makamnya dan bertanya adakah hubungan Bunda Rahma dengan Ibunya-Ratna.

Tertulis di dokumen itu bahwa Rahma-lah wali dari Ibunya, ketika ia akta kematiannya resmi telah dikeluarkan pemerintah pertengahan 2015 tepat hampir tiga tahun yang lalu. Bahkan aku sempat curiga saat memikirkan wajah dan nama mereka yang begitu banyak persamaan.

"Arjuna! Mari keluar kita makan cemilan bersama." Bunda memanggilku dari balik pintu, dengan cepat kumasukan dokumen kertas itu dan menghembuskan nafas pendek lalu membuka pintu kamar.

"Iya Bun." Arjuna tersenyum membalas Rahma.

Bunda Rahma menepuk pundaku. "Ayo! Eh kamu udah mandi kan?"

"Udah kok Bun, dikira aku Saga apa-eh." Aku terdiam saat menyadari membawa nama Saga di akhir ucapanku membuat Rahma tersenyum.

"Jadi penasaran, sama Saga sahabatmu itu."

"Ah, iya Bun." Aku terkekeh canggung dan menggaruk tengkukku yang sama sekali tak gatal.

"Kak Juna lama banget sih! Udah ditungguin dari tadi." Celetuk Dara seraya membenarkan jilbabnya, anak itu membuat mereka terkekeh dan membuatku gemas dengan tingkahnya.

"Iya Dara, Kak Juna mu itu sudah beradaptasi jadi anak Jakarta." Tambah Cik Saro meledekku.

"Yah, Cik Saro Arjuna disana kesepian ngekosnya kan sendiri jadi tiap malam keinget sama kalian terus." Kataku benar adanya, yah setiap hariku di Jakarta benar selalu mengingat mereka.

Cik Saro mencibir. "Iyalah soalnya kan kita itu patut dirindukan." Cetus Dara membuat suasana kembali hangat.

"Eh tapi Kak Arjuna nggak lupakan mau jajanin kita Ice Cream." Tambah Dara menggeser duduknya mendekat ke arahku.

DailycafeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang