09 Bucin Ceroboh

13 9 0
                                    

AtinyRyesa24 presents My Aurora
"Bucin Ceroboh"

.

.

.

Sore hari yang indah. Sinar mentari sore tampak memancar. Membuat langit dan awan berwarna oranye. Persis seperti guratan lukisan. Indah sekali. Burung-burung beterbangan di langit. Menuju tempat tinggalnya. Kembali dari misi mencari pangan untuk anak-anaknya.

Sinar mentari itu memantul pada kaca atas rumah kaca. Rumah kaca kecil berbentuk bulat. Di dalamnya terdapat beragam tumbuhan. Khususnya bunga-bunga yang indah nan cantik. Merah, kuning, biru, merah muda, ungu, oranye, putih. Beragam warnanya beragam juga bentuknya. Ada yang seperti terompet, ada juga yang seperti rok terbalik. Semua bunga indah dan tampak semakin indah ketika terpapar sinar mentari sore.

Tampak di sana Neyla tengah asyik menyirami kumpulan bunga berwarna kuning yang kuncupnya tampak belum mekar. Tidak jauh darinya ada Nadya yang sibuk dengan sebuah sekop taman, pot bunga, dan tanah. Sepertinya dia akan memindahkan bunga berwarna merah di depannya. Dia tampaknya berkeringat karena berkali-kali mengusapkan punggung tangannya pada dahinya.

"Haha! Kalau bunga ini sudah tumbuh cantik akan kujual!" Siapa lagi yang akan berkata seperti itu jika bukan Neyla si gadis jahil? Dia mengatakan dengan wajah watadosnya.

"Sepertinya itu ide bagus, tapi jangan salahkan bunganya jika Pak Eden mengeluarkanmu dari sekolah ini." Nadya yang ada di dekatnya menyahuti dengan santai. Dia masih sibuk dengan peralatan yang ada di tangannya. Perlu diingat, nama kepala sekolah KQ High School yang masih terbilang muda itu adalah Pak Eden.

"Justru beliau akan senang, karena aku akan membagi uang hasil penjualan bunganya dengan beliau. Kami akan berbisnis." Neyla tersenyum dengan percaya diri. Dia semakin bersemangat menyirami bunga dihadapannya. Sedangkan Nadya yang mendengar perkataan Neyla itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Berjarak seratus meter dari mereka berdua, di tengah deretan bunga yang indah Ocha dan Stefanny sedang menyirami bunga. Stefanny tengah menyiram segerombol bunga berwarna merah muda. Ocha menyiram sekumpulan bunga berwarna biru sambil memperhatikan objek yang dia siram. Oh, Ocha melihat sesuatu. Ternyata itu ulat. Ulat itu berjalan dengan lamban di salah satu daun bunga yang disiramnya. Dia menyingkirkan ulat itu dengan lembut. Kemudian kembali menyiram bunga di depannya.

"Hei!" Suara berat seorang anak laki-laki membuat Stefanny dan Ocha menatap sumber suara. Aren berdiri tidak jauh dari mereka, Stefanny melebarkan matanya, bahkan mungkin pupil di matanya saat ini melebar. Apa lagi saat Aren melangkah maju ke arah mereka, mata Stefanny tampak berbinar. Dia menatap Aren penuh harap.

Tapi nampaknya pemuda sarkas dan bermulut penuh itu malah berhenti di hadapan Ocha yang berdiri lima meter di depan Stefanny. Stefanny menatap kosong ke arah dua orang berlawanan jenis itu. Air mukanya berubah seketika.

"Aku hanya tidak ingin berhutang padamu." Aren menyodorkan sebuah kuas. Kuas itu sama persis seperti kuas jimat milik Ocha yang patah tempo hari. Ocha menerima kuas itu dengan gerakan lambat. Belum sempat dia mengucapkan terima kasih tapi, Aren sudah lebih dulu membalikkan badannya dan berjalan pergi. Ocha menatap penuh arti pada kuas yang ada di tangannya. Kemudian tatapannya kembali pada punggung Aren yang perlahan menjauh.

"Hei Stefanny, Nadya sejak tadi memanggilmu. Apa kamu tidak mendengarnya?" Stefanny terkejut karena Neyla tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya. Air mukanya kembali seperti semula. Kemudian Stefanny meninggalkan Neyla, mendekat ke arah Nadya yang tampak tengah memandanginya dengan heran.

My AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang