Jeon Jungkook menempelkan pas foto-nya pada lembar surat lamaran pekerjaan di meja kecil yang berada di balkon kamarnya. Sementara Jaehyun tengah asik mengangkat barbel di halaman depan yang berhadapan dengan balkon kamar Jungkook. Jaehyun mendongak menatap Jungkook yang nampak sibuk.
"Apa yang dia lakukan? Padahal gue udah ngasih dia jabatan Iron Man, harusnya dia bantu penyembuhan Yuna". Jaehyun melirik jendela kamar seberang Jungkook yang nampak gelap.
"Gue yakin Yuna pasti lagi kesulitan sendirian sekarang". Jaehyun kembali mengangkat barbel besar di atas dadanya, karena posisinya saat ini tengah telentang di atas matras.
"Cari kerja kayaknya lebih penting bagi si brengsek itu daripada nemenin Yuna. Dia jadi makin mirip robot tanpa perasaan". Jaehyun terus memaki Jungkook sambil mengangkat barbel.
Flashback beberapa jam sebelumnya...
"Pria yang lo liat tadi... dia adalah atasan Yuna di kantornya dulu".
"Apa maksud lo-".
"Tapi karena si brengsek itu, Yuna dituduh perusak rumah tangga orang, dan dipecat". Jungkook menatap Jaehyun bingung.
"Apaan-".
"Agoraphobia yang dideritanya dimulai saat itu". Jungkook melebarkan matanya.
"Dari semua film yang pernah gue tonton, cuma Iron Man yang terbaik". Jungkook menyipitkan matanya bingung.
"Aku akan melindungi setidaknya satu orang yang ingin aku lindungi".
"Lo ngomong apaan sih?".
"Itu yang dikatakan Iron Man, bodoh!".
Jaehyun melepas topeng merah kuning itu dari wajahnya, menampakkan luka lebam yang memenuhi wajah tampannya. Jungkook ternganga kaget.
"Kenapa sama muka lo?". Jaehyun menyerahkan topeng itu pada Jungkook alih-alih menjawab pertanyaan lelaki itu.
"Sekarang giliran lo yang jadi Iron Man". Jungkook menatap bergantian topeng ditangannya dan punggung Jaehyun yang menghilang di balik pintu asrama.
"Kalo tau gini, gue nggak bakal nyerahin peran Iron Man pada si brengsek itu".
Tiba-tiba tangan Jaehyun keram. Membuat barbel di genggaman tangannya menimpa dadanya. Laki-laki itu tidak kuat mengangkatnya karena keram, tapi barbel itu menekan kuat dadanya sehingga ia kesulitan bernapas.
"Astaga tangan gue keram. Gue nggak bisa napas. Apa ada orang disini?". Jaehyun ingin teriak, tapi suaranya mengecil.
Ia melirik ke atas, ke arah Jungkook yang tengah memasukkan berkas dalam amplop cokelat tanpa tahu situasi di bawah sana.
"Walau gue ngerasa kek hampir mati, gue nggak bakal minta tolong pada si brengsek itu". Wajah Jaehyun semakin memerah karena napasnya putus-putus.
Akhirnya ia menyerah karena benar-benar sudah hampir tak tertolong.
"Yak, Jeon Jungkook tolong gue! Woy, gue hampir mati nih!". Jungkook menatap ke bawah sambil menyipitkan matanya.
"Apaan sih".
***
Choi Yuna teringat kembali akan kejadian di taman semalam. Dimana ia bertemu lagi dengan mantan atasannya di kantor dulu. Membuatnya kembali tertekan dan semakin takut untuk keluar kamarnya. Tapi suara bising lalat membuyarkan lamunannya. Ia menoleh ke sudut kamarnya. Tumpukan sampah makanan itu dikerubungi lalat, membuatnya mendesah.
"Ah... aku harus buang sampah". Yuna kembali mengenakan topi dan maskernya untuk keluar rumah.
Begitu selesai meletakkan sampah itu di depan gerbang, seorang pria gempal melintas Di depannya. Membuat Yuna dilanda rasa panik. Ia berjalan dengan mundur hingga tanpa sengaja menabrak seseorang yang berdiri di belakngnya. Ia membalikkan tubuhnya dan mendongak, nampak Jaehyun dengan ekspresi datarnya.
Yuna langsung bersembunyi di belakang tubuh tegap laki-laki itu, bahkan menggenggam erat lengan kirinya. Jaehyun berbalik dan langsung melepas lengannya yang dicengkeram Yuna.
"Kenapa lo pakek topi sama masker lagi? Bukannya udah gue suruh lepas pas camping kemarin itu?". Nada suara Jaehyun datar, cenderung kesal.
"Masalahnya.. kemarin, aku-".
"Gue nggak pengen denger lagi!". Yuna mendongak kaget mendengar nada Jaehyun yang meninggi.
"Nggak peduli apa yang terjadi, bukankah ini saatnya mengakhirinya? Mau sampe kapan lo sembunyi di kamar dan terus-terusan bergantung sama orang lain, hah?! Kalo lo ngerasa kesel sama orang itu, datangi dia dan pukul wajahnya! Tapi kalo lo nggak sanggup, lupain aja masa lalu itu dan move on!". Jaehyun sedikit terengah.
"Ini saatnya lo harus hadapi masalah lo sendiri". Yuna menundukkan kepalanya menahan air matanya.
"Ba...baiklah, aku mengerti. Maaf sudah merepotkanmu". Jaehyun menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan matanya, sedikit menyesali kata-katanya karena sudah membentak Yuna.
Ia hendak meralat ucapannya, tapi kepalang tanggung. Karena apa yang telah ia ucapkan tadi memang benar-benar tindakan reflek yang selama ini ingin ia teriakkan pada Yuna. Pada gadis lugu itu agar lebih berani menghadapi hidupnya sendiri. Laki-laki itu menghela napas lalu langsung melangkah kembali memasuki asrama. Sedangkan air mata membanjiri pipi Yuna.
"Benar apa yang dia bilang... aku sudah jadi beban berat bagi orang lain". Yuna semakin menundukkan kepalanya sambil mengusap air matanya.
Tepat saat itu Mingyu dan Eunha muncul dari halaman belakang. Keduanya terkejut mendapati Yuna berdiri diam di teras asrama. Mereka saling pandang dengan kode.
"Woi, dasar bajingan lo!". Eunha menarik kerah kaos Mingyu dan menyeretnya ke depan Yuna.
"Lo masuk kamar gue semalem pas gue lagi ganti baju. Udah gue bilang ketuk dulu, kan?".
"Emang kenapa? Gue bahkan nggak ngeliat apapun yang menarik dari badan lo!". Yuna menatap bingung bergantian dua orang di depannya.
"Lo ngelucutin pakaian gue cuma gara-gara gue nggak ngetuk pintu lo? Orang lain bisa aja mikir kalo kita telanjang bersama". Yuna yang merasa itu bukan urusannya seketika berbalik, namun dua orang itu kembali menghadang langkahnya.
"Apa maksud lo telanjang? Kita nggak pernah telanjang kok". Yuna menatap datar adegan di depannya.
"Oh, iya jelas. Gue juga nggak tau ada tahi lalat di pantat lo". Eunha melebarkan matanya dan langsung menampar pipi Mingyu.
"Apa yang lo bilang? Tahi lalat apaan? Gue nggak punya tahi lalat di pantat, anjir!". Eunha semakin panik.
"Oh iya, ya. Jelas lo nggak punya tahi lalat yang bentuknya bunga itu". Mingyu langsung membekap mulutnya sendiri karena keceplosan.
"Lain kali gue bakal ketuk dulu, jadi nggak usah gangguin gue lagi!". Mingyu menghempas tangan Eunha yang sedari tadi menarik kerahnya. Sedangkan Yuna melenggang santai memasuki asrama.
"Udah gila lo, ya!". Eunha langsung menendang betis Mingyu.
"Kenapa harus bahas tahi lalat gue, anjir!".
"Cih! Lo nggak berhak ngejek gue kalo akting lo sendiri macem ekspresi Jeon Jungkook yang mirip robot tanpa ekspresi itu". Eunha berdecak.
"Udahlah... yang penting kita udah sedikit ngebego-in Choi Yuna. Lagian siapa juga yang bakal percaya sama gelandangan model lo gini bisa ngelakuin hal itu sama dewi kek gue gini". Minyu menyipitkan matanya.
"Gelandangan?". Eunha mengangguk sambil bersedekap.
"Cih! Gue bahkan ngerasa kek nyungsep di septictank pas ngelakuin itu sama lo". Eunha membulatkan mulutnya.
"Lo pikir lo doang! Gue juga, bgst! Gue cuma lagi mabuk aja dan nggak sadar kemarin itu. Anggep aja ini salah gue dan anggep hal ini nggak pernah terjadi, ngerti lo?!".
"Harusnya gue yang bilang gitu. Nggak usah deket-deket gue lagi!". Keduanya membalikkan badan dan berjalan menjauh.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boarding House NO. '97
FanfictionSummary? Go check to the history ~ PROSES REVISI ~