Jungkook mengemasi semua baju-baju dan barangnya ke dalam koper dengan pandangan kosong. Laki-laki itu nyaris salah memasukkan gelas berisi air ke dalam kopernya. Kemudian ia langsung meneguk air itu masih dengan kondisi linglung.
Setelah semua isi lemarinya kosong, Jungkook memandangi tiket di atas meja dengan pikiran berkecamuk. Ia sungguh tidak ingin pergi dari asrama ini. Tempat yang membuatnya mendapat pekerjaan impian. Tempat yang mengubahnya menjadi pribadi yang lebih terbuka dan peka. Tempat yang membuatnya menemukan cintanya sekaligus tempat yang membuatnya patah hati.
Tempat yang penuh kenangan...
Jungkook melepas gelang anyaman hitam pemberian Yuna dan memandanginya dengan sendu. Nyaris saja ia menangis kalau saja bunyi ponselnya tidak mengganggunya. Beberapa menit setelah mengangkat panggilan dari Lee Seokmin, Jungkook meraih kertas dan bolpoint. Ia menuliskan beberapa penggal kalimat lalu memasukkan surat itu ke dalam sebuah amplop berwarna biru langit.
Ia mengetuk pintu kamar seberangnya. Namun tak ada jawaban. Ia mencoba membuka dan ternyata tidak dikunci. Jungkook melangkahkan kakinya memasuki kamar itu dan meletakkan suratnya di meja belajar.
Ketika turun ke lantai bawah, ia berpapasan dengan tuan Kwak. Pria tua itu langsung tersenyum lebar saat bertemu Jungkook.
"Lho? Kamu kok belum tidur?". Jungkook menghela napas.
"Paman Kwak?".
"Ya?".
"Aku akan terima pemindahan kerja ke Jerman". Senyum lebar pria tua itu langsung luntur.
"APA!!!".
"Aku sudah mengemasi barang-barangku dan akan berangkat besok pagi".
***
Jaehyun merasa kesulitan tidur. Apalagi di sampingnya ada seorang gadis yang tengah tertidur dengan tenang. Ia lalu menyingkap selimutnya dan melakukan push up beberapa kali hanya agar dirinya kelelahan dan mudah tidur.
"Aish! Kenapa panas banget sih disini?Gue heran, kok Yuna bisa nggak ngerasa gerah, ya?". Jaehyun mengipas-ipasi lehernya yang mulai berkeringat.
"Jangan bilang pancake bawang putih sialan itu mulai bekerja?". Ia melirik gadis yang tertidur di depannya dengan tertegun.
Entah apa yang tengah melintas di otaknya hingga Jaehyun kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Lo lagi mikir apaan, Jung Jaehyun! Aish?Sadar, woi!". Jaehyun memukul kepalanya sendiri.
"Duh tapi panas banget ini". Kemudian pandangannya mengarah pada kusen jendela yang berada tepat di sebelah kiri kepala Yuna.
"Buka ajalah jendelanya. Bodoamat banyak nyamuk. Yang penting nggak gerah". Ia kemudian secara perlahan memajukan tubuhnya ke arah jendela.
Tapi karena kusen itu cukup jauh dari posisinya, tangan Jaehyun tidak kunjung sampai. Malah lututnya yang ia gunakan sebagai tumpuan, tergeliat. Tubuhnya nyaris jatuh menimpa tubuh gadis di bawahnya. Jaehyun menggunakan kedua lengannya sebagai tumpuan agar tubuhnya tidak menimpa Yuna.
Jaehyun sampai menahan napasnya saat menatap kedua mata yang terpejam di depannya. Menelisik hidung mungil dan bibir pink bervolume itu dalam jarak hanya beberapa senti saja dari wajahnya. Entah setan dari mana yang mengomporinya, Jaehyun perlahan semakin memajukan wajahnya. Bahkan hidung mancungnya sudah bersentuhan dengan hidung Yuna.
Kedua mata Jaehyun menutup dengan spontan dan bibir mereka nyaris saling bertumbukan sebelum sebuah suara membuat kegiatan itu terhenti.
"Mau ngapain?". Jaehyun seketika mematung.
Tubuhnya langsung kaku seperti patung. Dan mulutnya seketika mendengkur seperti sapi. Membuat Yuna yang baru saja membuka matanya langsung terkejut mendapati posisi wajah Jaehyun yang berada tepat di depan wajahnya. Dengan pelan Yuna mendorong bahu laki-laki itu hingga jatuh ke samping, masih dengan posisi tangan dan kaki mengangkang lebar seperti cicak yang tengah merayap di dinding.
Yuna langsung terduduk memegangi dadanya. Ia menatap Jaehyun dengan mata terbelalak.
"Ada apa dengan Jung Jaehyun?". Yuna masih menatap laki-laki yang betah dengan posisi tidurnya yang aneh itu.
"A..apa dia tadi tertidur dan mengigau? Pemilihan posisi tidurnya aneh banget. dia lagi mimpi merayap di dinding atau apa? Ckck!". Yuna menurunkan posisi tangan dan kaki Jaehyun yang terangkat lalu memasangkan kembali selimut tebal itu menutupi tubuhnya dan tubuh Jaehyun.
Yuna kembali merebahkan tubuhnya membelakangi posisi Jaehyun. Sementara Jaehyun membuka matanya sambil mengumpat dalam hati.
"Jung Jaehyun, bego! Lo harus mati sekarang juga!". Dan akhirnya keduanya tidur dengan posisi saling membelakangi.
"Ya, itu sangat penting bagiku. Tolong temukan tasku bagaimanapun caranya".
"...".
"Baik-".
"Yuna-ya! Sedang apa?". Yuna nyaris membanting telepon milik nyonya rumah di tangannya saat wajah Jaehyun muncul di depannya.
"Oh? Nggak ada. Ayo berangkat, udah siap kan?". Jaehyun mengerutkan dahinya.
"Tuan, nyonya. Kami pergi sekarang!". Teriakan Yuna menggema ke seluruh rumah.
"Kenapa kalian harus pergi sekarang?". Nyonya rumah itu terlihat tidak rela Yuna dan Jaehyun pergi.
"Benar, tinggallah lebih lama lagi". Sang suami ikut tidak rela.
"Ah, kalau gitu bawa ini!". Wanita paruh baya itu menyerahkan dua buah kubis besar ke Jaehyun dan Yuna.
"eeeiii nyonya, anda terlalu baik. Kami diterima tidur disini tanpa biaya padahal. Sekali lagi terima kasih, tuan dan nyonya". Wanita itu masih terlihat tidak rela, ia lalu memeluk Jaehyun dengan gemas.
"Kalau kalian butuh kubis, panggil kami. Akan aku pastikan kalian mendapatkan kubis kualitas terbaik". Bisiknya di telinga kiri Jaehyun hingga membuat laki-laki itu sedikit bergidik.
"Kami pergi sekarang, tuan, nyonya. Sekali lagi terima kasih atas semua bantuannya. Kami pamit". Keduanya membungkuk hormat dan langsung berjalan menuju jalan besar.
.
.
.Mon maap bakal sering slow update karena minggu depan aku ujian SHP, terus minggu depannya lagi ujian Komprehensif
Semingguan ini ngebut ngerjain jurnal+naskah tesis sampe sehari cuma tidur sejam. ya Allah kantung mata udah tak tertolong lagi🤯
Mohon do'anya gais biar diriku tidak dibantai oleh empat juri yang kalo waktu ujian mendadak jadi maung semua🤢
KAMU SEDANG MEMBACA
Boarding House NO. '97
FanfictionSummary? Go check to the history ~ PROSES REVISI ~