Jeon Jungkook memasuki kamarnya dengan lesu. Ia kembali memandangi tiket itu dengan pikiran berkecamuk. Laki-laki itu melepas jas dan dasinya lalu beranjak keluar ke balkon kamarnya.
Tak berapa lama, Yuna mengetuk pintu cokelat itu beberapa kali. Karena tak ada sambutan, gadis itu nekat membukanya.
"Jungkook-ssi?!". Pemilik kamar benar-benar tidak ada di dalamnya.
"Dia kemana, ya? Padahal baru saja kulihat dia masuk kamar".
Yuna melangkahkan kakinya memasuki kamar yang sangat rapi itu. Ia meraih jas yang teronggok di pinggiran ranjang. Bermaksud meletakannya di sandaran kursi belajar. Tapi matanya justru menangkap sebuah kertas aneh di atas meja.
"Apa ini?". Yuna meraih kertas itu.
"Tiket ke Jerman? Tanggalnya... adalah minggu depan? Apa ini?".
"Oh, Seokmin-ah". Yuna menoleh ke jendela di depannya.
Di balkon depan kamarnya, Jungkook tengah berdiri membelakangi kamarnya dengan ponsel menempel di telinga kanannya.
"Gue nggak perlu ucapan selamat lo, anjir!".
"...".
"Gue belum bilang ke ayah gue".
"...".
"Keknya gue nggak bakal menerimanya".
"...".
"Woi! Gue diharuskan tinggal di Jerman selama beberapa tahun tanpa boleh pulang ke Korea sama sekali! Lo bego apa gimana, sih? Lo mau liat nyokab gue pingsan, huh?".
"...".
"Gue beneran nggak pengen pergi. Lagipula... gue juga pengen ngejaga seseorang disini..". Yuna refleks menjatuhkan tiket di tangannya.
Ia langsung berlari kembali ke kamarnya dan merenung.
Yuna teringat betapa keras usaha Jungkook demi mendapatkan pekerjaan impiannya. Bahkan melakukan hal-hal konyol demi menarik perhatian atasannya. Bagaimana ikhlasnya laki-laki itu meski hanya menjadi pesuruh di perusahaan impiannya. Dan betapa bahagianya lelaki itu kemarin saat diterima bekerja di perusahaan incarannya.
Tapi hanya karena hal-hal sepele, Jungkool harus melepaskan impiannya. Betapa tidak adilnya itu baginya. Yuna menghela napasnya setelah perang batinnya usai.
***
"Mau berkencan, hari ini?". Jungkook mendongak menatap kekasihnya yang tampak semakin cantik akhir-akhir ini.
Lelaki itu langsung mengangguk antusias. Ternyata gadis itu sudah menyiapkan semuanya. Berbagai makanan sudah ia kemas dalam kotak-kotak keranjang dan beberapa kaleng soda. Serta beberapa novel dan komik lengkap dengan dua buku sketsa.
"Woah... daebak! Kamu udah nyiapin ini semua?". Yuna mengangguk.
"Aku memasak ini semua sendirian". Jungkook membulatkan mulutnya.
"Daebak! Apa Kita bisa ngabisin ini semua berdua?". Yuna mengangguk.
"Kenapa emang? Aku bahkan biasanya ngabisin segini sendirian". Jungkook menatap takjub gadis ramping di depannya.
Nafsu makan seorang Choi Yuna memang tiada tanding.
"Oke deh, keknya ini enak-". Tangan Jungkook yang hampir membuka kotak itu ditepis Yuna.
"Nggak seru kalau cuma makan aja. Ayo taruhan!". Sebelah alis Jungkook terangkat.
"Taruhan? Oke!".
"Kita main batu-gunting-kertas. Yang menang bisa makan".
KAMU SEDANG MEMBACA
Boarding House NO. '97
Fiksi PenggemarSummary? Go check to the history ~ PROSES REVISI ~