Target 3 (?)

256 39 27
                                    

"Aaaaaaaaaakkkkk!!!". Teriakan Mingyu menggema ke seluruh kamarnya.

Laki-laki itu terkejut saat memasuki kamarnya dan menemukan ada sosok gadis berambut sebahu yang berdiri diam didalam kamarnya.

"woi! Ngagetin kek hantu aja, anjir! Nyalain lampunya, hei!". Gadis itu menekan saklar lampu kamar Mingyu.

"Gue baru aja dihajar sama pacar lo, si Hwang Eunbi! Hidung gue yang mahal hampir rusak, brengsek! Gue nggak mau dipukulin gini terus cuma karena pacaran sama lo, bgst! Mulai sekarang kita putus!". Gadis itu hampir membuka pintu kamar Mingyu, saat lelaki itu berlutut di kakinya.

"Jangan putusin gue, Eunha-ya. Gue sayang sama lo". Tapi Eunha justru menampar pipi kiri Mingyu.

"Jauh-jauh dari gue, brengsek!".

"Eunha-yaaa! Jung Eunhaaa!". Mingyu lesehan tak berdaya di lantai.

Tak berapa lama setelah kepergian Eunha, datanglah Eunbi.

Mingyu langsung mengkerut ketakutan.

"Eun...Eunbi-ssi".

"Gue udah mikirin ini semaleman.. gue bisa nerima perlakuan tidak menyenangkan yang lain. Tapi gue bener-bener nggak terima kalo diselingkuhi. Mulai hari ini, lo bukan pacar gue lagi. Ngerti lo brengsek!". Eunbi menampar pipi kanan Mingyu, membuat laki-laki tinggi itu tersungkur ke lantai kamarnya.

Mingyu memegangi kedua pipinya yang memar kemerahan.

"Astaga...sakit banget. Duh wajah tampan gue". Mingyu mengelus pipinya.

"Eh. Apa barusan cewek gila itu mutusin gue? Hehee.. meski gue agak sedih karena diputusin Eunha, tapi ini bener-bener bonus tak terduga". Mingyu langsung berjingkrak di atas kasurnya.

"Akhirnya gue bisa lolos dari penjara mengerikannya si sialan Eunbi! Yeaaaaah!!!".

***

Jungkook menghadang langkah Yuna yang hendak masuk rumah.

"Kita perlu bicara".

"Nggak ada yang ingin kubicarakan denganmu". Yuna kembali melangkah, namun Jungkook dengan gesit menarik lengan kirinya.

"Tapi aku ada!". Yuna mengalihkan pandangannya.

"Kalo kamu emang mau belajar keluar negeri. Ayo pergi bersama. Aku bener-bener nggak mau pisah kek gini. Aku-".

"Gimana sama kerjaan kamu? Kamu baru aja diterima, jadi bagaimana kamu bisa pergi bersamaku?". Yuna memotong ucapan Jungkook.

"Pekerjaan? Mereka berniat mindahin aku keluar negeri, jadi aku akan ngelepasin pekerjaan itu. Karena bersamamu lebih penting bagiku saat ini".

"Kenapa kamu harus menyerah dari impianmu karenaku? Itu membuatku ngerasa jadi beban buatmu". Jungkook kembali meraih tangan Yuna.

"Tapi menyerah atas dirimu lebih membebaniku". Yuna memundurkan tubuhnya menghindari tangan Jungkook yang hendak menyentuh tangannya.

"Cih! Aku pasti nggak terlalu menyukaimu sampai harus menyerahkan mimpiku demi mempertahankanmu. Aku nggak sampe mikir dua kali buat ninggalin kamu demi belajar keluar negeri. Karena mimpiku itu lebih penting daripada berkencan denganmu". Jungkook kehilangan kata-katanya mendengar kalimat Yuna yang cukup menohok baginya.

"Aku sudah hidup selama tiga tahun di dalam kamar. Dan aku nggak mau kek gitu lagi".

"Tapi-".

"Mulai sekarang... aku hanya akan memikirkan masa depanku sendiri. Jadi, jangan menyerahkan mimpimu demi seseorang kayak aku dan terima saja pemindahanmu keluar negeri. Dengan begitu aku bisa pergi keluar negeri tanpa beban rasa bersalah terhadapmu". Yuna langsung berbalik dan masuk asrama melalui pintu utama.

Baiklah, sebenarnya Yuna hanya bersikap sok keren tadi. Nyatanya gadis itu saat ini tengah menangis di kamarnya. Ia mengusap air matanya sambil melipat beberapa bajunya dan memasukkannya ke dalam ransel. Matanya menangkap selembar lukisan yang dibuat Jungkook kemarin.

Tanpa banyak berpikir, Yuna memasukkan sketsa itu ke dalam ranselnya.

Gadis itu memakai kembali topi yang pernah diberikan oleh Jung Jaehyun. Kemudian ia bergegas keluar kamar sambil menyangklong ranselnya.



***





"Hoooooaaaammmmsss... hari yang cerah untuk jiwa yang sepi. Hahahaa". Seorang laki-laki tampan berjalan santai menuju ke terminal.

Ia memandangi tiket di tangannya sambil tersenyum lebar.

"Oke, Jung Jaehyun! Lupain semua kesedihan lo dan mulai kehidupan yang baru".

Sudah ada sebuah bus besar yang terparkir di pinggir trotoar. Beberapa calon penumpang nampak mengerumuni kendaraan besar itu. Jaehyun hendak bertanya pada salah satu perempuan berambut panjang yang berdiri membelakanginya.

"Permisi, nona. Apa benar ini bus menuju CheongJu?". Perempuan itu menoleh dan seketika membuat Jaehyun menutup wajahnya.

Anjir! Ngapain dia disini?!

"Oh? Jung Jaehyun? Kamu Jaehyun, kan?".

"Bukan, anda salah orang". Perempuan itu semakin mendekati Jaehyun dan berusaha menatap wajahnya.

"Woi! Jung Jaehyun!". Akhirnya syal yang menutupi wajah Jaehyun berhasil terlepas karena ditarik oleh perempuan itu.

"Hehee.. lo lagi ngapain disini, Yuna-ya?". Jaehyun menggaruk tengkuknya salah tingkah.

"Aku? Oh, aku akan berlibur ke Cheongju sejenak". Jaehyun melebarkan matanya.

"Cheongju?". Yuna mengangguk dan menunjukkan selembar tiket bus pada Jaehyun.

Laki-laki itu tertegun.

"Gu...gue juga mau ke Cheongju". Yuna terdiam sesaat.

"Daebak! Kenapa kita bisa kompak gini. Bhuahahahaha".

Sopir bus mengisyaratkan semua orang untuk memasuki bus.





***






"Paman Kwak! Sedang apa anda sendirian disini?". Mingyu membuyarkan lamunan pria tua yang sedang memandangi tiga foto close up milik anak asrama.

"Aku baru saja ditelepon Jo Baek Kyung. Dia bilang mendiang Minho memberikan gelang anyaman miliknya pada anaknya". Tuan Kwak mendesah lagi, entah sudah yang ke berapa kalinya.

"Gelang anyaman?". Pria tua itu mengangguk.

"Seperti apa tepatnya gelang itu, paman?". Tuan Kwak menyodorkan sebuah foto hitam putih.

Dalam foto itu ada seorang anak kecil laki-laki yang tersenyum lebar sambil memeluk bola. Tapi fokus Mingyu adalah pada gelang anyaman di pergelangan tangan kiri anak itu. Mingyu merasa familiar dengan penampakan gelang itu.

"Sepertinya aku pernah melihat gelang semacam ini, paman". Tuan Kwak langsung menarik kerah kaos Mingyu.

"Mingyu-ya! Katakan! Dimana kau melihat gelang itu!". Mingyu yang belum siap menjadi ikut panik karena pria tua di depannya mengejutkannya.

"Aa... aku tak yakin paman".

"Eeeiii... kau membuatku frustasi! Cepat katakan!". Memori Mingyu berputar saat camping ke villa keluarga Eunha beberapa waktu yang lalu.

"Aku tahu, paman!".

"Ya?! Apa?! Apa?!".

"Jeon Jungkook!". Tuan Kwak tertegun.

"Gelang itu milik Jeon Jungkook. Aku melihatnya sendiri pas kita camping ke villa Eunha dulu itu".

"Kau yakin?".

"Iya, paman. Silahkan cek sendiri". Tuan Kwak langsung memeluk Mingyu dengan semangatnya.

"Terima kasih, Mingyu-ya!". Tanpa sadar pria tua itu mencium pipi kanan Mingyu sambil memeluknya.
.
.
.

Boarding House NO. '97Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang