Feedback

417 61 22
                                    

Choi Yuna tengah melamun di kamarnya. Ia merenungi kehidupan masa mudanya yang terasa sia-sia karena phobianya. Ia sangat ingin melakukan aktivitas seperti para remaja 20 tahun pada umumnya. Namun sepertinya mustahil. Ia memilih menyewa kamar kost ini saja karena tuan Kwak dulu memberi iming-iming bakal membuatnya nyaman dan betah berada di kamarnya tanpa berinteraksi dengan siapapun.

"Hhhhh.. lupakan saja mimpi kek gitu. Aku nggak bakal bisa wujud-innya bahkan mungkin sampai aku mati". Ia menghela napas entah sudah yang ke berapa kalinya.

Lamunannya terusik saat mendengar suara berisik dari bawah kamarnya. Yuna melebarkan matanya senang.

"Oh? Apa dia udah dapetin mochiku?". Ia langsung bangkit menuju jendelanya yang kebetulan ia buka sejak pagi.

Namun senyum lebarnya langsung luntur begitu melihat pemandangan di bawah sana.

"Apa yang dia lakukan?". Yuna menatap kesal pada seorang laki-laki yang dengan tak tahu dirinya memakan mochi'nya'. Dan laki-laki itu bukan penghuni kamar seberangnya!

"Astaga! Mochiku!". Ia segera mengecek jam digital di ponselnya dan berdecak.

"Dia pasti udah berangkat interview. Duh! Dia pasti nggak ngeliat mochi yang aku kirim kemarin malam". Yuna menatap tajam laki-laki yang ia ketahui menghuni kamar nomor 5 itu.

Sedangkan laki-laki itu memakan mochi milik Yuna sambil berbaring santai diatas matras gymnya, tanpa rasa bersalah sedikitpun! Membuat Yuna mengepalkan tangannya kesal.

***








Mingyu tengah asyik menonton variety show GFRIEND saat dirinya dikejutkan dengan kehadiran seorang gadis berseragam Sekolah.

"Tau nggak hari ini hari apa?". Mingyu langsung terbatuk-batuk.

"Ng..nggak tahu?".

Hari apa ya?
Apa semacam dia ulangtahun?
Nih cewek jelmaan iblis neraka bakal ngebunuh gue kalo gue nggak bisa jawab

"Nggak tau?? Aish!". Gadis itu nyaris memukul kepala Mingyu kalau saja lelaki itu tidak langsung berlutut di kakinya.

"Maafin gue, Eunbi-ssi. Gue emang bego makanya sampe lupa. Hueeee".

"Hari ini hari sabtu". Mingyu langsung mendongak.

"Hah!?".

"Setiap sabtu mulai sekarang adalah anniv kita. Jadi pastikan lo inget itu".

"Hah? Gimana?". Eunbi semakin mendekati Mingyu sedang lelaki itu memudurkan tubuhnya hingga menabrak tembok.

"Karena hari ini anniv pertama kita.. gimana kalo.. naik ke tahap berikutnya?". Eunbi mencengkeram dagu Mingyu yang semakin terlihat panik.

"Ap..apaan maksud lo?".

"Eeeii.. kenapa belagak polos gitu sih. Harusnya kita ngerayain hari ini...". Eunbi menggantung kalimatnya.

"...sambil berciuman!". Eunbi menarik tengkuk Mingyu dengan kasar namun laki-laki itu langsung menghindar secepat kilat.

"Ya..yak! Hwang Eunbi! Lo itu masih anak sekolah. Nggak sepantasnya ngelakuin hal kek gini!". Eunbi langsung melempar kartu tanda penduduknya pada Mingyu.

Laki-laki itu membaca identitasnya dan sedikit tertegun.

"Liat kan? Umur gue udah 20 tahun". Mingyu menaikkan alisnya bingung.

"Tapi kenapa lo masih di sekolah menengah?"

"Hmm.. biasalah.. gue nggak lulus". Eunbi sedikit menaikkan alisnya.

"JADI NGGAK USAH TANYA-TANYA LAGI, NGERTI!". Eunbi sudah kembali menerkam Mingyu. Tapi karena tinggi badannya, membuat gadis itu kesulitan menundukkan kepala Mingyu.

Gue bisa kehilangan kepolosan bibir gue karena cewek gila ini anjir!

"Tunggu, Eunbi-ssi! Kita nggak bisa ciuman gitu aja di siang bolong kek gini. Lagian gue baru inget kalo tuan Kwak tadi nyuruh gue ngerjain sesuatu". Mingyu langsung berlari menuju ruang kerja tuan Kwak.







Ruangan besar itu kosong. Namun terdengar sebuah suara dari dalam ruangan kecil di sudut ruangan besar itu. Mingyu mengintip dari celah pintunya yang terbuka sedikit. Nampak tuang Kwak tengan berbicara di telepon.

"Sudah kubilang mereka nggak boleh berkencan. Mingyu itu cucuku, Otomatis mereka bersaudara, bodoh!". Mingyu langsung menaikkan sudut bibirnya.

Yes!
Tuan Kwak akhirnya menangkap umpan gue. Kalau si cewek gila itu tau gue cucu kandung tuan Kwak, maka jelas kita nggak bakal diizinin berkencan.
Dan yang pasti, gue nggak perlu ciuman sama cewek bar-bar itu.

***






Chaeyeon tengah menjemur pakaian di balkon kamarnya saat matanya menangkap keberadaan mantan pacarnya di halaman belakang rumah. Lelaki itu tengah asyik menikmati sekotak ayam goreng. Lalu setelahnya bangkit menuju peralatan gym dan mengangkat barbel besar tanpa memperhatikan sekitarannya.

"Jung Jaehyun masih sama kek biasanya. Kalo gitu gue nggak perlu khawatirin dia lagi". Chaeyeon menjemur baju terakhirnya lalu kembali masuk kamar.

Ketika keluar kamar ia langsung menggelar tikar kecil dan mulai melakukan stretching ringan. Tak berapa lama, Eunha muncul sambil menenteng sebuah majalah fashion kemudian tengkurap tepat di samping Chaeyeon yang tengah peregangan.

"Yaampun lihatlah bayi-bayi ini". Chaeyeon melirik majalah Eunha yang menampilkan berbagai merek tas dan sepatu terkemuka.

"Bayi gue". Eunha menggoyang-goyangkan kakinya.

Lembar berikutnya menampilkan profil seorang perancang busana yang tengah naik daun. Eunha langsung melebarkan mulutnya.

"Woah..daebak! Penampilan pria ini luar biasa banget. Dan dia perancang busana termuda tahun ini? Woah".

"Siapa sih?". Chaeyeon langsung mendekat ke arah Eunha.

"Aah.. pria itu? Siapa yang peduli kalo dia ganteng? Dia tuh salah satu mantan pacar gue". Eunha langsung menatap Chaeyeon tak percaya.

"Mantan pacar? Pria ini?". Chaeyeon mengangguk.

"Eeeeiiii.... Nggak mungkin, ah!".

"Serius!".

"Gue pikir lo nyari calon suami yang mapan kek gini. Terus, Kenapa lo putus sama dia? Lo harusnya ngiket cowok ini terus dinikahin". Chayeon langsung menampilkan ekspresi malasnya.

"Bodoamat meski dia designer papan atas, kalo dia totally adalah anak mama?". Eunha menaikkan alisnya.

"Masa Dia minta pendapat ibunya pas mau cium gue karena gue terus berusaha ngerayu dia. Apa yang bisa gue lakuin dengan itu?".

"Heol! Yaampun!". Eunha menepuk dahinya.

"gue masih berusaha bertahan dengan itu. Tapi dia mencampakkan gue dulu itu karena ibunya yang nyuruh. Gila nggak, sih!". Eunha menampilkan gestur ingin muntah.

"Yaampun, pecundang macam apa ini. Kalo gue liat-liat lagi dia bener-bener kek loser disini".

"Dia lebih loser lagi kalo lo liat secara langsung". Eunha langsung mendapat ide.

"Lo mau gue bantu balas dendam?". Chaeyeon nampak tertarik.

"Gimana?". Eunha mulai mengambil spidol permanen di meja dan mulai melukis wajah tampan itu menjadi wajah menangis.

Chaeyeon terbahak melihatnya. Ia langsung ikut bergabung bersama Eunha mencoret-coret wajah tak berdosa itu.
.
.
.

Boarding House NO. '97Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang