***
Mark mengusap wajahnya pelan, tadi siang ia baru bertemu dengan opa dan Oma nya dan membahas sesuatu yang belakangan ini malah tak mau ia bahas
Ia menghela nafasnya berat sambil memijat keningnya
Bagaimana pun ia tidak bisa lari dari masalah ini
Masalah yang menyangkut keluarga besarnya
Dari dulu mereka memang masih mencari keberadaan ayahnya, beberapa tahun berlalu akhirnya Mark dapat kabar dari opa nya bahwa mereka mulai mendapati titik terang akan keberadaan ayahnya
Namun satu yang Mark takut kan adalah, renjun.
Opa nya bilang mereka harus mewawancarai keempat adiknya itu dan memulai penyelidikan lebih lagi melalui adik adiknya itu
Ia benar benar takut perihal kesehatan mental renjun
Bahkan kini mereka sama sekali tidak pernah membahas masalah ayahnya di depan renjun
Mereka takut renjun akan mulai ketakutan dan malah membuatnya berubah jadi histeris seperti yang dulu dulu
Mark masih ingat jelas bagaimana hancurnya renjun dulu
Bagaimana mereka semua berusaha membuat renjun lebih baik dan melupakan kenangan hitam di masa lalunya
Kini mereka sudah mulai hidup bahagia dengan kesehatan renjun yang semakin kesini mulai mendapat presentasi yang baik
Tapi mereka tetap tidak bisa membiarkan laki laki yang hampir merenggut nyawa adiknya itu berkeliaran begitu saja
"Abang"
Mark terlonjak kaget saat mendengar suara adiknya dari belakang punggungnya
"Astaga ngagetin" ujar Mark sambil mengelus dadanya
"Kenapa belum tidur?" Tanya renjun lalu duduk di sebelah Mark
Mark menggeleng pelan lalu tersenyum kecil
"Tadi jadi ketemu opa sama oma?"
"Jadi"
"Mereka sehat?"
"Sehat, malah opa ngajak Abang main tenis meja tadi" ujar mark membuat Renjun terdiam
"Abang ada masalah ya?" Tanya renjun membuat Mark kaget
"Hah? Eng engga ada kok"
"Terus kenapa bohong?"
"Bohong apanya?"
"Abang ga pernah bisa main tenis mejaaa"
Mark menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, seharusnya ia tidak berbohong kepada renjun, bocah ini terlalu pintar
"Abaaang" panggil renjun lagi
"Ada masalah ya?" Tanya nya
Mark menghela nafasnya lalu mengangguk
"Kenapa? Masalah itu lagi?" Tanya renjun
Mark hanya diam, dan bagi renjun itu cukup untuk menjadi jawaban
"Kenapa? Cerita sama Gege, Abang jangan simpan masalah sendiri"
"Gapapa ge, gaada yang berarti kok"
"Abaaang, kenapa? Abang takut Gege jadi sakit? Abang takut Gege malah jadi-"
"Engga, jangan mikir aneh aneh"
"Tapi Abang yang bikin Gege mikir yang aneh aneeeh"
"Abang gapapa kok"
"Abang udah janji gabakalan nutupin apapun sama gege, tapi masih aja nutup nutupin semuanya dari Gege"
Mark menghela nafasnya berat lalu menatap mata renjun
"Gege ga masalah, apapun kabar tentang ayah Gege bakalan terima"
"Gege yakin?"
"Yakin" jawab renjun mantap
Sebelum memulai cerita Mark pun menarik nafasnya panjang
"Anak buah opa dapat kabar tentang ayah"
"Terus? Kita bisa tangkap dia secepatnya kan?"
"Mungkin"
"Mungkin?" Tanya renjun bingung
"Tapi, kita butuh kesaksian dari kalian, tanpa terkecuali Gege"
Renjun terdiam sejenak, ia menatap mata Mark yang penuh dengan raut penyesalan, sejenak ia tersenyum kecil
"Engga"
Bukan, ini bukan renjun, renjun kan sudah berjanji untuk menerima semuanya
"Haechan? Kenapa disini? Kok ga istirahat" ujar renjun panik saat melihat haechan yang melangkah gontai kearah mereka
"Haechan kenapa?" Tanya Mark lebih panik karena ia tadi tidak mendapat kabar sama sekali tentang haechan setelah anak itu memutuskan untuk bermain basket dan Mark memutuskan untuk ke rumah opa dan Oma nya
Haechan melangkah pelan kearah kedua abangnya itu walau lemas tapi ia benar benar berusaha
"Kenapa ini? Kamu sakit?" Tanya Mark langsung membantu haechan berjalan menuju kursi
"Echan gapapa" ujar haechan pelan dengan mata sayunya
"Apanya yang gapapa" ujar Mark sambil memegang kening haechan untuk mengecek suhu badan adiknya
"Bang, jangan terusin Penyelidikan nya ya" ujar haechan dengan suara paraunya
"Lo ngapain sih keluar kamar" ujar renjun cemas karena kondisi haechan belum bisa dikatakan baik
"Baaang" ujar haechan lagi sambil menggenggam tangan Mark
"Chaan, Lo gausah mikir yang aneh aneh, gue juga gapapa kok" ujar renjun
Haechan menggeleng pelan lalu menatap renjun dengan mata sayunya
"Bahaya ge"
"Lebih bahaya mana di bandingkan biarin laki laki itu berkeliaran di dunia luar, bisa aja dia buat korban baru Chan, dia psikopat" ujar renjun mulai menaikkan nada bicaranya
Haechan menggeleng pelan namun terlalu untuk menginterupsi renjun
"Chan, kayanya kamu masih sakit deh, udah istirahat di kamar dulu ya, nanti kalo kamu udah sehat kita bicarain lagi pelan pelan" ujar Mark
Haechan menggeleng lagi
"Ge, lupain masalah ayah, kita udah hidup bahagia sekarang, gausah ungkit ungkit masa lalu"
"Gue gabakalan bisa hidup tenang kalo masalah ini kita biarin aja Chan"
"Gue yang gabakalan bisa tenang kalo kaya gini ge" lirih haechan
Renjun menghela nafasnya berat, melihat wajah pucat haechan benar benar membuatnya cemas namun ia juga tidak bisa membiarkan laki laki gila itu berkeliaran tanpa merasakan hukuman yang seharusnya
"Percaya sama gue Chan" ujar renjun sambil memegang bahu haechan dan menatap mata saudaranya itu
"Kita bakalan bisa nyelesain masalah ini" ujar renjun pasti
Haechan hanya diam, ia tau renjun benar benar ingin menyelesaikan masalah ini, tapi ia terlalu khawatir dengan kondisi renjun
"Udah echan istirahat dulu ya, ntar makin sakit" ujar Mark
"Ayo kita kekamar aja" ujar renjun sambil membantu haechan bangkit dari duduknya