Bab 4 - kau bukan untukku

647 44 3
                                    

Di tepi pantai ...


"Sejak awal, dua tahun yang lalu ... kedatanganmu ke Indonesia memang sudah direncanakan, selain untuk urusan bisnis keluarga kita." Jodha akhirnya mulai memberanikan diri untuk mengurai permasalahan mereka satu per satu.

"Aku tahu itu ... aku kembali ke Indonesia memang untuk menjalankan bisnis ayahku yang ada di sini, karena sejak kuliah hingga aku ambil S2 di London, aku lebih fokus ke magang di perusahaan orang lain dan kerja di sana juga. Hingga akhirnya ayah merasa sudah saatnya aku peduli dan fokus ke bisnis keluarga, makanya aku datang ke sini," sahut Jallal dengan kedua bolamatanya yang tak lepas menatap kekasihnya ini.

"Itu aku tahu, tapi masih ada rencana yang lain yang disiapkan untuk kamu, sayang ..."

"Apa itu ...? Jo, katakan saja ... nggak usah muter-muter terus kayak gini, jangan bikin aku penasaran dong, sayang," ujar Jallal dengan gayanya yang manja, sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Jodha dan berusaha mencium pipi perempuan itu. Namun, Jodha segera mengelak, menghindari ciuman Jallal.

Jallal jadi semakin penasaran. Apa permasalahan mereka begitu berat? Sampai-sampai Jodha menolak ciumannya yang selalu didambakan perempuan itu selama ini. Bahkan kalau boleh jujur, Jodha suka sekali berlama-lama saling memagut bibirnya dengan bibir Jallal yang berwana merah muda. Jodha bilang bibir Jallal manis, seperti permen, makanya Jodha suka berlama-lama bermain dengan bibir Jallal.

"Kedua orang tua kita sebenarnya sudah merencanakan perjodohanmu ..." Jallal kaget ketika Jodha kembali bersuara.

"Per – jo – do – han ...? Perjodohanku sama siapa?"

"Samaaa ..."

Sesaat Jodha terdiam, bibir mungilnya terasa berat untuk mengungkap semuanya. Dadanya terasa sesak, ditatapnya lautan biru yang membentang luas di depannya, sementara Jallal masih menunggu apa yang akan diucapkan perempuan yang duduk di sebelahnya ini.

Digenggamnya lagi tangan Jodha lembut, dengan harapan Jodha tidak mengibaskannya lagi. Jodha pun menoleh dan menatap Jallal dengan kedua bolamatanya yang berkabut, riak kecil itu mulai menggantung di sana, ditarik nafasnya cukup dalam, membuat Jallal jadi semakin penasaran.

"Kamu akan dijodohkan sama ... Salima Roosmaya Dewi ... putri pertama keluarga Pak Bharmal, rekan bisnismu!" sahut Jodha lirih, lalu membuang tatapannya ke luar jendela mobil, setelah menatap wajah tampan itu sesaat sambil menahan tangis di dadanya. Namun, tak dilepaskan tangan Jallal yang masih menggenggamnya lembut.

Suasana jadi hening, lidah Jallal terasa seperti tersekat, sementara Jodha hanya bisa membisu dan menahan tangisnya yang hampir meledak. Disekanya kedua matanya yang mulai membasah, dihela nafasnya cukup dalam, kemudian keluar dari mobil dan beralih ke bumper depan mobil untuk menikmati sunset yang mulai turun di depannya, sambil meluapkan tangisannya di sana.

Gradasi warna orange, kuning, biru dan hitam, menjadi sebuah gradasi yang sangat apik di atas sana, sebuah mahakarya yang sangat agung yang selalu mampu membuat siapa saja yang melihatnya, menjadi merasa sangat kecil.

Jodha mencoba menghentikan tangisnya yang sempat membuncah dan berusaha menikmati suasana petang seperti ini di tepi pantai. Meskipun banyak yang mengatakan kalau suasana petang seperti ini merupakan suasana peralihan dunia ghaib. Namun, hal itu tidak membuat nyali Jodha ciut.

Tiba-tiba tanpa diduga dari arah belakang ada tangan yang memeluk pinggang Jodha erat, rupanya Jallal yang saat itu sudah keluar dari mobil, memeluk Jodha begitu erat dari arah belakang lalu membenamkan kepalanya di bahu kanan Jodha.

Jodha pun membiarkan Jallal berbuat demikian, mungkin ini adalah kali terakhir Jallal memeluknya. Lama mereka terdiam, merasakan kehangatan yang menjalar di tubuh keduanya.


"Jo ... katakan padaku ... semua yang kamu katakan tadi itu, nggak benar kan?"

"Kamu sendiri tahu kan kalau aku nggak pernah bohong sama kamu, semua yang aku katakan tadi benar ... oleh sebab itu ..."

"Tidak!"

Suara Jallal terdengar begitu keras di telinga Jodha, hingga rasanya gendang telinganya hampir pecah saat itu juga. Namun, Jodha berusaha mengabaikan, karena pikirannya saat ini hanya berfokus pada perasaannya yang sangat terluka, hatinya terasa teriris ribuan pisau yang menghujam ke arahnya.

"Aku nggak mungkin melakukan semua itu, Jo ... aku nggak pernah mencintai kakakmu, Salima ... aku hanya mencintai kamu, Jo ... Jodha Hirakuwari Putri ..."

Jallal lalu menciumi telinga dan leher Jodha dan mempererat pelukkanya di tubuh Jodha yang padat dan berisi, membuat Jodha jadi kesulitan bernafas dan menahan gelora di dada.

SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang