BAB 47 - menua bersama

585 62 13
                                    

"Bagaimana aku bisa menjelaskan semua ini ke Jallal? Apa dia bisa menerima aku apa adanya, setelah aku menceritakan semuanya ke dia?" bathin Jodha gamang.

Jodha benar-benar bingung, apa yang harus dikatakannya ke calon suaminya ini? Jodha tidak ingin Jallal meninggalkannya lagi, setelah tahu semua masa kelamnya bareng Jamal saat dirinya di Paris.

Kalau Jodha tidak menceritakannya ke Jallal, rasanya tidak mungkin, karena Jallal pasti akan terus mendesaknya untuk jujur padanya, atau parahnya dia mungkin akan mencari tahu sendiri ke Jamal tentang hal ini.

Jodha tidak ingin hal itu terjadi, Jodha tidak ingin Jallal mendengar aib masa silamnya itu dari orang lain, apalagi dari Jamal, orang yang telah membuat semua ini terjadi. Jodha pun semakin cemas dan bimbang.

Jodha lalu mengangkat kepalanya, setelah dirasa cukup untuk menumpahkan semua tangis dan kekesalan pada dirinya sendiri. Jodha lalu menyeka kedua pipi dan matanya yang sembab sambil menarik nafas perlahan.

Jallal yang saat itu masih duduk di sebelahnya, segera menyodorkan sekotak tissue untuk Jodha, Jodha menerimanya sambil mengulas senyum manis, lalu menyeka matanya yang sembab. Jodha sudah siap untuk menerima apapun konsekwensinya, setelah menceritakan semua aib yang pernah dialaminya bareng Jamal.

"Jo, maafkan aku ... nggak seharusnya aku membentakmu tadi." Jallal mencoba membuka percakapan diantara mereka, setelah dilihatnya Jodha sudah tenang dan tersenyum ke arahnya.

"Nggak papa, Jallal ... kamu nggak salah," sahut Jodha sambil tersenyum tipis. "Jallal, ada sesuatu yang harus aku katakan ke kamu," ujar Jodha lagi sambil menatap Jallal lekat.

"Katakan saja, Jo ... aku siap mendengarkan," sahut Jallal sambil membelai rambut Jodha dan menyelipkan rambut panjang itu ke belakang telinga.

Jodha menarik nafas dalam kembali sambil memegang tangan Jallal. "Aku harap, dengarkan dulu apa yang ingin aku ceritakan ini, jangan disela. Tolong dengarkan baik-baik. Dan apapun keputusanmu, aku siap! Semuanya aku serahkan ke kamu," ujar Jodha lagi dengan kedua bolamatanya yang berkaca-kaca.

"Sebenarnya ada apa sih, Jo? Kamu bikin aku bingung ... apa yang sebenarnya yang terjadi? Apa yang dilakukan sama laki-laki kurang ajar itu?"

Perlahan akhirnya Jodha menceritakan satu per satu semua insiden yang terjadi malam itu, empat tahun yang lalu di Paris bareng Jamal. Nampak Jallal mengepalkan tangannya keras, rahangnya pun mengeras. Jodha tahu kalau Jallal sedang menahan amarahnya yang mulai membuncah di dalam dada.

Dalam hati kecilnya, Jodha sebenarnya takut kalau melihat murka Jallal, tapi Jodha berusaha bertahan dan siap menerima apapun yang terjadi. Kalau toh nantinya Jallal membatalkan pernikahan mereka karena insiden ini, Jodha siap. Jodha sadar kalau semua ini juga salahnya, yang bisa begitu dengan mudah jatuh dalam pelukkan laki-laki lain, yaitu Jamal.

"Sekarang semuanya terserah sama kamu, Jallal ... aku siap menerima apapun keputusanmu!" ujar Jodha sambil melepas genggaman tangannya di tangan Jallal dan menyeka ujung matanya yang berair dengan tissue. Jallal sendiri hanya terdiam, lidahnya terasa kelu, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.

Jallal lalu keluar dari mobil dan membanting pintu mobil itu dengan keras, hingga membuat Jodha kaget dan tubuhnya melonjak ke atas. Jallal tidak menyangka kalau Jodha akan berbuat seperti itu, Jallal kecewa sama Jodha. Jallal pun berteriak lantang sambil meninju kepalan tangannya ke mobil hingga beberapa kali.

Jodha semakin takut melihat Jallal yang sedang mengamuk seperti itu dan menyakiti dirinya sendiri. Jodha sudah siap menerima semua tuduhan atau kata-kata Jallal yang pedas dan menyakitkan hati, hingga berujung pada perpisahan mereka kembali. Jodha memang layak mendapat semua perlakuan itu.

SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang