BAB 5 - sebuah syarat

625 48 2
                                    

Sesampainya di rumah Jodha ...

"Kita sudah sampai ... kamu bisa pulang sekarang ... selamat malam."

Tak biasanya Jallal berkata seperti itu ketika mengantar Jodha pulang ke rumah.

Namun, Jodha sendiri juga enggan untuk mengeluh atas sikap Jallal yang seperti ini, padahal biasanya Jodha bakalan ngambek kalau Jallal mulai cuek dan nggak peduli sama Jodha.

"Terima kasih ... selamat malam!"

Hanya itu kata yang terlontar dari bibir mungil Jodha yang selalu menjadi favourite Jallal selama setahun lebih belakangan ini, ketika mereka sedang bermesraan berdua. 

Bergegas Jodha membuka handle pintu mobil tersebut dan ketika Jodha hendak keluar dari mobil, tiba-tiba tangan Jallal menyambar tangan kanan Jodha dan mencengkramnya erat, Jodha menoleh. Kedua mata mereka saling beradu satu sama lain.

"Beri aku waktu tiga hari ... aku akan memberikan keputusannya ..."

Jodha hanya bisa mengangguk lemah sambil menatap mata elang Jallal yang menatapnya tajam yang selalu dirindukannya selama ini.

Tak lama kemudian Jodha keluar dari mobil Jallal, setelah Jallal melepaskan cengkraman di tangannya.

♥♥♥♥♥♥♥

Tiga hari pun berlalu tanpa kehadiran Jallal di sisi Jodha. Tepat pada hari ketiga, Jallal yang selalu menepati janji, muncul di depan kampus Jodha sore itu dan mengajaknya ke suatu tempat.

"Kita akan kemana?"

"Aku ingin mengajakmu makan malam, aku sudah menyewa tempat special untuk kita berdua!"

Jallal bergegas melajukan mobilnya ke sebuah hotel ternama di kota Jakarta.

Sesampainya di sana tanpa sungkan Jallal melenggang masuk ke dalam hotel tersebut sambil menggandeng tangan Jodha dengan penuh rasa percaya diri.

Diabaikannya beribu pasang mata yang memandang ke arah mereka berdua.

Jodha sendiri hanya bisa tersenyum gamang dan menyadari kalau penampilannya sore itu jauh berbeda dengan apa yang dikenakan oleh Jallal, yang berpakaian perlente ala eksekutif muda dengan setelan kemeja, vest dan celana panjang yang warnanya cukup kontras abu-abu dan merah maroon.

Sementara Jodha hanya mengenakan rok span jeans belel di atas lutut plus kemeja kotak-kotak biru yang tidak dikancingkan sama sekali dengan daleman ketat warna putih yang sekilas semakin menampakkan dadanya yang berisi, plus ransel dan sepatu sneakers kesayangannya.

Jodha sadar kalau semua pasang mata itu pasti akan memandang heran dengan penampilan mereka berdua yang jauh berbeda.

Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka, Jodha tidak mau tahu dan tidak ingin ambil pusing soal ini, karena sore ini Jodha sendiri nggak tahu mau dibawa kemana oleh Jallal?

"Bukannya restonya di sebelah sana?" tanya Jodha heran, begitu mereka berdua sudah berada di dalam lift yang akan mengantar mereka ke lantai atas.

"Memangnya dinner hanya boleh di dalam resto? Nggak kan? Sudah ... tenang saja, kamu pasti bakal senang melihatnya!"

Jallal tersenyum manis lalu memencet tombol rooftop di papan tombol lift.

Sesaat Jodha hanya bisa terdiam membisu, dirasakannya getaran lembut kotak lift yang membawa mereka naik ke atas, sementara genggaman tangan Jallal masih terasa hangat di tangannya.

Entah kapan lagi Jodha akan merasakan hal seperti ini, entah kapan lagi Jodha akan berdiri di samping Jallal, mencium aroma wangi tubuh Jallal yang selalu konsisten dengan aroma lavender, lemon, hingga cedarwood yang membuatnya betah berlama-lama dengan laki-laki yang sangat detail ini.

SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang