Bab 59 - berjanjilah padaku

1.1K 71 26
                                    

"Jadi ... maksudmu ... Salim itu ... adalah anak kita?" tanya Jallal dengan kedua bolamatanya yang berkabut menatap Jodha. Jodha pun hanya bisa mengangguk pelan dengan penuh rasa haru, seluruh emosinya kembali membuncah di dalam dada.

"Dia darah dagingmu, sayang ... dia anak kita."

Kabut di kedua bolamata Jallal kali ini berganti dengan riak yang menggantung di ujung kelopak matanya yang sudah siap untuk jatuh.

"Sekali lagi maafkan aku, karena baru kali aku berani mengungkap semuanya ke kamu." Jallal menggeleng sambil menyeka pipinya yang mulai basah dan menatap Jodha yang juga menangis di depannya.

"Kamu nggak salah, Jo ... aku bisa ngerti karena kamu dibawah tekanan Ibu, tapi satu yang pasti yang baru kusadari saat ini, dulu aku begitu apatis, saat Salima bilang mau mengadopsi seorang bayi, tapi begitu Salim datang ke rumah Bapak dan Ibu waktu itu, aku langsung suka sama bayi itu dan Salim sendiri juga menyukai aku, dia nggak rewel."

Jodha semakin terharu mendengar cerita Jallal saat Salim datang pertama kali ke rumah orangtuanya. "Dia memang bayi yang nggak rewel, Salim nggak pernah merepotkan, seolah-olah dia tahu bagaimana cara membawa diri. Dia itu bayi yang suka tersenyum sama siapa saja."

"Yaa ... kamu benar, Jo ... dia memang bayi yang menyenangkan dan suka sekali tersenyum, tapi selain itu saat itu yang aku rasakan, aku merasa begitu dekat dengannya, seolah-olah dia adalah anak kandungku, padahal saat itu aku hanya tahu kalau dia adalah anak angkat," ujar Jallal sambil menyeka pipinya yang basah.

"Chemistry itu tetap ada, sayang ... karena dia adalah darah dagingmu, jadi tanpa kamu sadari, kamu merasa begitu dekat dengannya, meskipun dia masih bayi saat itu," sahut Jodha sambil meremas lembut tangan laki-laki itu yang berada di atas meja.

"Iyaa, kamu benar, sayang ... aku jadi nggak sabar ingin memeluknya ..." lanjut Jallal sambil meringis kecil.

"Dia masih tidur, tunggu nanti kalau dia sudah bangun. Lalu ... apa hal ini akan kita ceritakan ke Kak Salima?"

Jallal menggeleng. "Jangan dulu ... biar seperti ini dulu, kalau Salima sudah sembuh dan bisa menerima kenyataan soal Salim, baru kita ceritakan semuanya. Kamu tahu ... tadi aku sempat berfikir ... bagaimana kalau kita pindah ke Jerman, setelah Salima sembuh?"

"Pindah ke Jerman?" tanya Jodha heran.

"Iya ... kita berempat ... aku, kamu, Salim dan Salima. Aku rasa ... itu hal yang terbaik yang bisa kita lakukan, agar kondisi rumah tangga kita kondusif. Karena aku rasa, kalau kita tetap tinggal di sini terus, duri dalam daging itu akan menusuk terus, Jo ... dan aku nggak mau semua itu terjadi!"

"Duri dalam daging? Maksudmu ... Ibu?" tanya Jodha dengan ekspresi wajahnya yang cemas.

Jallal mengangguk sambil meringis kecil. "Aku yakin ... begitu Salima sembuh, Ibu pasti akan terus mengintervensi rumah tangga kita, hal itu yang paling nggak aku suka, Jo ... karena imbasnya pasti kamu yang akan disalahin terus sama Ibu, kamu tahu kan kalau Ibu nggak suka sama kamu?"

Jodha mengangguk. "Iyaa ... tapi ... apa Kak Salima mau? Kak Salima kan tergantung sekali sama Ibu dan lagi Ibu pasti nggak akan mengijinkan kita pindah," sahut Jodha cemas.

"Jo, aku ini kepala rumah tangga, waktu kita menikah, kedua orangtuamu sudah memberikan tanggungjawabnya ke aku untuk melindungi dan mengurus kalian berdua, jadi seharusnya kalian berdua itu menuruti permintaanku sebagai suami dan kepala keluarga," jelas Jallal tegas. "Soal Salima ... mau ikut atau nggak, bisa kita tanyakan nanti, tapi seharusnya dia menuruti apa kata suaminya, kalau dia ingin berbakti pada suami," lanjut Jallal sambil meremas lembut tangan Jodha. Jodha pun mengangguk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang