BAB 29 - ancaman

431 47 3
                                        

Tengah malam ...

Jallal baru terbangun ketika jam dinding yang ada di ruang tamu berdentang dua kali.

"Oooh ... shit! Sudah jam dua pagi rupanya, kenapa aku bisa ketiduran sih? Seharusnya dari tadi aku mulai mencari informasi tentang Jodha! Bodohnya aku ini!" rutuk Jallal dalam hati sambil turun dari ranjang dan bergegas mengecek ponselnya.

"Tapi lapar juga perutku ini, si Sharini bikin masakan apa yaaa?" bathin Jallal sambil berjalan ke luar kamar dan membawa ponselnya.

"Haiii ... sudah bangun? Sepertinya kamu capek banget yaa hari ini?" tanya Moti yang saat itu masih terjaga dengan sketsa desain-desain model baju buatannya yang berserakan di meja makan.

"Kenapa nggak bangunin dari tadi sih, Mo?" sahut Jallal sambil melangkahkan kakinya ke dapur lalu mengecek isi lemari pendingin.

"Sorry, aku tadi sebenarnya mau bangunin kamu, tapi sepertinya kamu capek banget, jadi aku biarin aja kamu tidur. Oh ya, tadi Mirza telfon, katanya berkali-kali miscall kamu tapi nggak diangkat, coba kamu cek ponsel kamu!" ujar Moti sambil ikut mengekor di belakang Jallal dengan cangkir tehnya yang sudah kosong.

"Okee, thanks! Nanti aku cek ponselku, sekarang aku laper, mau makan dulu," sahut Jallal sambil mengambil masakan buatan Shahnoza, pembantu mereka lalu dipanaskan di microwave.

"Mau aku buatin roti isi sama teh atau kopi panas mungkin?"

"Yaa boleh ... aku mau kopi saja, thanks yaa, Mo ..."

"Udah sana ... mending kamu cek ponsel kamu saja, siapa tahu ada informasi soal Jodha, urusan makanan dan dapur serahkan ke aku! Kebetulan aku juga laper ni. Dalam sekejap, makanan pasti akan segera tersedia!" sahut Moti sambil menyuruh Jallal keluar dari dapur.

Jallal pun menurut dan beralih ke sofa besar di ruang tamu, sementara Moti mulai sibuk memasak air, untuk menyeduh kopi sambil membuat roti isi untuk mereka berdua.

Jallal sendiri mulai sibuk mengecek ponselnya, ternyata ada banyak miscall dari Mirza dan Richard yang masuk ke ponselnya, juga ada beberapa pesan yang dikirimkan mereka berdua. Jallal bergegas menelfon Mirza.

"Mudah-mudahan saja Mirza belum tidur!" bathin Jallal cemas.

"Hallo, Kak ... sudah bangun?" Suara Mirza mulai terdengar di ujung sana.

"Sorry, Bro ... aku keenakan tidur tadi! Gimana, kamu sudah dapat informasi soal Jodha?"

"Belum, Kak ... aku sama Richard tadi berusaha menghubungi beberapa rumah sakit yang aku dapat, tapi hasilnya nihil. Malah ada yang nanya sudah melahirkan atau belum?"

"Kalau melihat chattingan Jodha di IG, mungkin saja dia sudah melahirkan, Za ... karena dia bilang kalau ketubannya sudah pecah, itu artinya bayinya siap lahir! Ya sudah nanti biar aku cek langsung dari sini! Oh ya ... Mr. Morgan gimana? Aman?"

"Aman apanya? Dia nggak mau sama aku, maunya tu sama kamu! Ya udah minggu depan reschedule ulang jadwal meetingnya sama Mr. Morgan! Jangan sampai cancel lagi lho, Kak! Dia investor utama kita, jangan sampai lepas, nanti Ayah ngomel terus sama kita!"

"Iyaaa ... iyaa ... beres ... minggu depan aku pasti meeting sama dia! Kamu ingetin ya!"

"Lalu soal Ayah yang sudah tahu ... gimana ceritanya? Kamu kan belum cerita sama aku!" sela Mirza penasaran.

"Gimana aku mau cerita sama kamu, ketemu sama kamu aja jarang!"

Mirza tertawa terbahak-bahak, dirinya memang baru menyadari kalau selama sebulan ini, jarang sekali ketemu sama Jallal, mereka berdua sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang