BAB 43 - like father like son

559 60 12
                                    

"Jodha, kenapa kakakmu sampai pingsan seperti itu? Apa yang kamu lakukan padanya? Hah?" tanya Bu Meinawati kesal sambil menatap marah pada Jodha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jodha, kenapa kakakmu sampai pingsan seperti itu? Apa yang kamu lakukan padanya? Hah?" tanya Bu Meinawati kesal sambil menatap marah pada Jodha. Saat itu Salima sendiri sudah dibawa ke dalam kamar dan sedang dalam perawatan dokter, Jallal pun menemaninya di sana, sedangkan yang lain berada di luar kamar.

"Aku nggak ngapa-ngapain, Bu. Sungguh!" bisik Jodha lirih.

"Sudah-sudah, sudah, Bu ... ini semua bukan kesalahan Jodha," sela Pak Bharmal yang berusaha meredam amarah istrinya yang selalu naik pitam kalau berhubungan dengan putri sulungnya itu. "Bapak yakin itu. Mungkin saja Salima capek dan pingsan di ruang kerja Jallal, bisa jadi kan?"

"Bapak ini! Selalu saja belain Jodha!" sahut Bu Meinawati kesal. "Dan kamu, Jodha ... awas yaa, kalau ada apa-apa sama kakakmu! Kamu harus tanggungjawab! Kamu itu harusnya bersyukur karena Salima mengijinkan kamu untuk jadi istri keduanya Jallal!" desis Bu Meinawati dengan nada kesal.

Jodha hanya terdiam dan tidak menanggapi ucapan ibunya. Jodha hanya merasa heran, kenapa reaksi ibunya selalu berlebihan kalau menyangkut Salima, Jodha merasa seperti anak tiri atau anak yang tidak diinginkan oleh ibunya.

Dan parahnya Jodha merasakan hal itu sejak dirinya masih kecil, yang selalu harus mengalah sama Salima. Jodha jarang sekali merasakan lembutnya kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Jujur, Jodha selalu iri kalau melihat ketiga saudaranya begitu dekat dengan ibu mereka, sampai-sampai mereka bertiga selalu menjuluki dirinya sebagai anak Bapak, karena Jodha memang sangat dekat dengan ayahnya.

Pak Bharmal selalu menjadi shoulder to cry on, tempat Jodha menumpahkan semua tangisnya, curhatnya dan segala macam kegalauan di dalam dada, bahkan ketika merawat Salim selama 8 bulan, Pak Bharmal-lah yang memberinya semangat dan dukungan.

"Bagaimana, Dok? Bagaimana keadaan anak saya?" tanya Bu Meinawati cemas, begitu Dokter Havid dan Jallal keluar dari kamar, sementara yang lainnya juga menunggu jawaban Dokter Havid dengan perasaan was-was.

"Nyonya Salima tidak apa-apa, Bu. Dia hanya kecapean saja, sistem imun di dalam tubuhnya ngedrop, itulah kenapa Nyonya Salima jadi pingsan." Penjelasan Dokter Havid membuat semua orang jadi lega.

"Papa ...!" Salim pun berteriak memanggil Jallal sambil berlari ke arahnya. Jallal tersenyum dan bergegas menggendongnya ketika Salim sudah berdiri di depannya. "Mama kenapa, Pa?" tanya Salim polos, saat itu Dedeh, babysitter Salim mengekor di belakang Salim dan berdiri di belakang Jallal.

"Mama nggak kenapa-kenapa, sayang. Tanya aja sama Pak Dokter," sahut Jallal sambil menunjuk ke Dokter Havid yang berdiri di sebelahnya.

"Iya, Pak Dokter ... Mama nggak apa-apa?"

Dokter Havid tersenyum sambil memegang tangan Salim. "Iyaa, Mama nggak apa-apa, Salim. Salim sekarang sudah besar yaa, mirip banget yaa sama Papanya," ujar Dokter Havid sambil memegang tangan Salim. Bu Meinawati dan Pak Bharmal saling menatap satu sama lain dengan perasaan was-was, sementara Jodha membuang muka, menatap ke arah jendela besar yang ada di ruangan itu, untuk menutupi perasaan harunya melihat Jallal dan Salim.

SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang