Pengorbanan seorang gadis demi kebahagiaan kakak dan keluarganya.
Demi sang kakak, yang sakit-sakitan, Jodha rela melepas kekasih tercinta untuk sang kakak, Salima.
Tapi apakah Jallal, sang kekasih, juga ikhlas menerima semua ini ?
Apakah hubun...
"Sayang, maafkan aku yaa ... gara-gara aku, hari ini kamu jadi nggak bisa balik ke Jerman,"ujar Salima yang terbaring lemah siang itu di sebuah rumah sakit.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Nggak papa, kamu nggak usah khawatir. Yang penting kamu sehat dulu, itu lebih penting. Lagian di sana ada Mirza dan Richard, aku bisa mantau pekerjaan dari mereka," sahut Jallal yang saat itu duduk di kursi di sebelah tempat tidur.
Keberadaan Salima di rumah sakit kali ini adalah jawaban dari sikap Jallal yang terkesan acuh dan datar ketika Moti menelfonnya. Jallal masih shock dengan keadaan Salima yang membuatnya sedih dan kecewa, karena lagi-lagi Jallal harus kehilangan anaknya. Padahal Jallal sudah menanti-nantikan hal ini sejak dulu.
"Sayang, aku juga mau minta maaf ..." Suara Salima masih terdengar lemah dan lirih sambil meremas tangan Jallal lembut.
"Minta maaf soal apa?" tanya Jallal heran.
"Aku minta maaf, karena aku nggak ngomong sama kamu kalau aku lagi hamil, sem--..."
"Sudahlah, Salima. Nggak usah diungkit-ungkit lagi, yang lalu biarlah berlalu," sela Jallal, memotong ucapan Salima yang belum selesai.
"Nggak, sayang ... aku harus ... aku harus ngomong tentang hal ini, agar hatiku lega. Karena sampai saat ini, rasanya masih ada yang mengganjal di sini, jadi aku harus mengungkapkan semuanya," sahut Salima sambil menunjuk ke dadanya.
"Baiklah, kalau begitu ... kamu mau ngomong apa?"
"Aku mau minta maaf, karena waktu aku hamil, aku nggak ngomong sama kamu. Maksudku ... tadinya aku pengin bikin kejutan ke kamu, tapi ternyata belum juga genap tiga bulan, bayi kita pergi meninggalkan kita," ujar Salima sedih dengan kedua bolamatanya yang berkaca-kaca, Jallal hanya bisa menarik nafas perlahan.
"Kenapa kamu menyembunyikan kehamilanmu ini, Salima?"
"Yaaa itu tadi, selain pengin bikin kejutan, aku juga nggak pengin seneng-seneng dulu dan buru-buru mengabarkan kabar gembira ini ke kamu, karena aku takut ... aku takut ... aku bakal keguguran lagi seperti dulu, tapi ternyata bayi kita memang nggak mau ikut sama kita, maafkan aku, sayang."
Jallal menggelengkan kepalanya dan menggenggam tangan Salima. "Kamu nggak salah, ini memang sudah takdir kita. Kamu jangan mikir yang nggak-nggak, yang penting kamu sehat dan bisa pulih kembali, itu yang paling penting." Salima pun menangis dan mengecup lembut tangan suaminya.
"Maafkan aku, sayang ... aku belum bisa memberikan kamu keturunan," ujar Salima lagi sambil membelai wajah Jallal yang tersenyum datar. "Tapi ... kita bisa usaha lagi kan?" pinta Salima penuh harap.
"Salima, kamu lupa apa yang dibilang sama dokter tadi? Dalam kurun waktu tujuh bulan kamu sudah keguguran sebanyak dua kali, jadi lebih baik kita tunda dulu kehamilanmu berikutnya. Apalagi kandunganmu lemah, leb--..."