BAB 42 - berdamai

541 61 10
                                    

"Mbok Inah!" bentak Jodha lantang.

Mbok Inah kaget dan menoleh ke Jodha dengan paras wajahnya yang bingung. Jodha sendiri juga hanya terdiam setelah membentak Mbok Inah. Ada rasa tidak terima di hati Jodha, ketika Mbok Inah menyebut Rukayah sebagai ibu Salim yang akan memberinya seorang adik.

"Maaf, Non. Mbok lancang yaa, maaf ... Mbok Inah kelepasan ngomong, nggak seharusnya Mbok ngomong kayak gitu. Maaf yaa, Non," sahut Mbok Inah kikuk dan merasa bersalah ke Jodha.

"Maaf, Mbok ... aku nggak bermaksud mbentak Mbok Inah tadi. Aku pergi dulu ya, Mbok! Tolong simpen foto-foto ini dan taruh di kamarku. Makasih ya, Mbok!" Jodha bergegas pergi meninggalkan Mbok Inah yang masih berdiri termangu di depannya sambil memberikan semua foto-foto itu ke Mbok Inah.

Jodha kemudian melesatkan mobilnya menuju ke rumah Jallal dan Salima. Tujuannya cuma satu, Jodha akan menerima permintaan Jallal dan Salima untuk menjadi istri kedua Jallal. Namun, kalau boleh jujur, jauh di dasar hatinya, sebenarnya Jodha enggan menerima permintaan mereka.

Semua ini Jodha lakukan hanya karena Salim, buah hatinya. Jodha sadar, suatu saat nanti, Salim pasti akan tahu kalau Jodha adalah ibu kandungnya. Jodha ingin Salim tahu, sebagai seorang ibu kandung, Jodha tidak pernah meninggalkannya atau menelantarkannya. Itulah mengapa Jodha tidak terima kalau Salim dirawat oleh Rukayah, meskipun Rukayah sangat sayang dan sudah menganggap Salim sebagai anaknya sendiri.

Sore itu, mobil Jodha sudah memasuki halaman rumah Jallal dan Salima yang begitu luas. Dari pintu gerbang utama hingga teras depan rumah, terbentang dua jalur jalan di depannya, dimana beberapa pohon palem yang tinggi dan besar berbaris berjejer membelah kedua jalan tersebut atau tepat berada di tengah-tengah.

Setelah melewati pohon palem yang terakhir, Jodha baru bisa melihat kedua rumah Jallal yang menjulang tinggi dan besar di depannya yang dihiasi taman bunga dengan beraneka macam bunga dan warna pada masing-masing rumah, sementara sebuah kolam renang besar berada tepat diantara kedua rumah tersebut.

Jodha menarik nafas panjang, ketika keluar dari mobil yang diparkirnya diantara mobil-mobil yang lain yang berada di depan sebuah rumah yang terletak di sayap kanan, sementara rumah di sayap kiri masih terlihat membisu dan dingin. Jodha teringat ucapan Jallal, kalau Jallal memang sengaja membuat kedua rumah ini adalah untuk dirinya dan Salima.

"Selamat sore!" sapa Jodha sambil terengah-engah ketika sampai di rumah Jallal dan menemui mereka yang sedang berkumpul di ruang keluarga. Sore itu, selain keluarga Jallal, juga ada Pak Bharmal dan Bu Meinawati, plus Rukayah dan anaknya.

"Jodha! Haii ... apa kabar? Kemarilah!" sahut Salima yang berjalan menghampirinya. "Kebetulan aku baru aja bikin roti Maryam, kamu harus nyicip! Ayooo!"

"Aku mau menikah sama Jallal!" sela Jodha tanpa basa-basi dan langsung to the point, membuat semua orang yang ada di ruangan itu pun terdiam dan menatap ke arah Jodha dengan tatapan heran, termasuk Jallal yang saat itu sedang asyik menyantap roti Maryam buatan Salima sambil duduk di kursi makan bareng Pak Bharmal dan Bu Meinawati. 

Jallal segera meletakkan sisa roti yang belum dimakan di piring, lalu berdiri dan berjalan menghampiri Jodha yang masih berdiri di sana tanpa rasa bersalah. Jallal segera menggandeng tangan Jodha dan bergegas mengajaknya ke ruang kerja. Jodha hanya menurut, mengikuti kemana Jallal membawanya pergi.

"Kamu sadar ... apa yang kamu bilang barusan?" tanya Jallal setelah menutup pintu ruang kerjanya dan menatap Jodha tajam.

"Aku sadar! Aku mau menikah denganmu!" sahut Jodha polos sambil menyeringai lebar, hingga menampilkan barisan giginya yang rapi dan putih. Jallal memejamkan matanya sambil menarik nafas dalam.

SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang