Plakk
Lisa memejamkan matanya merasakan perih yang menjalar di pipinya.
"Aku tahu itu kau, sedari awal aku memang sudah curiga pada mu. Ingatan ku memang tak pernah salah"
Jennie melangkah pergi setelah mengatakannya.
Gadis berponi itu membuka matanya perlahan, dan yang pertama kali ia lihat adalah tatapan kecewa dari Rosé.
"Di satu sisi aku senang kau adalah adik kandung ku, tapi hati ku sakit mengetahui bahwa kau anak dari appa dan Imo ku sendiri"
Gadis blonde itu berlalu pergi, Lisa melihat itu melangkah cepat untuk mengejar Rosé.
Ia tidak bisa membiarkan gadis itu pergi dalam keadaan marah seperti itu "Jangan di kejar, biarkan saja"
Lisa menoleh dengan nafas yang memburu, menatap Jisoo yang menahan tangannya untuk tidak mengejar Lisa.
"Tapi—"
"Aku kenal Rosé, dia adik ku. Jadi biarkan saja" Lisa menatap lirih pintu besar mansion dimana terakhir kali gadis itu melihat Rosé.
"Lisa~ya..." gadis itu kembali menoleh perlahan menatap Jisoo yang masih setia di tempatnya.
Lalu tanpa di sangka anak sulung Hwang Siwon itu menarik Lisa kedalam pelukannya "Aku tidak ingin ikut menyalahkan mu seperti yang lain, jadilah adik bagi ku jika semua orang menolak mu"
.
.
.
.
Tiffany menatap tajam Siwon yang terdiam dengan ekspresi datar "Kau sengaja?"
"Kau yang menginginkannya bukan? Kau ingin mereka semua tahu tentang kebusukan appanya"
"Tapi tidak seperti ini!" Tiffany kembali berteriak dengan isak yang menyusul.
"Satu hal yang harus kau tahu, aku punya rencana yang tidak berakhir seperti ini jika saja kau tidak terus memojokkan ku untuk mengungkapkannya"
Siwon melangkah pergi meninggalkan Tiffany yang luluh ke lantai dengan isak yang semakin menjadi.
Haruskah ia menyesal dengan apa yang terjadi? Tapi bukankah ini keinginannya?
Entahlah Tiffany benar - benar di landa kebingungan saat ini, yang ia inginkan sekarang hanya menangis melepas rasa sakit di dadanya.
****
Lisa menatap kosong ke arah taman di bawah sana, dadanya sakit dan kepalanya berdenyut. Ia tidak bisa melakukan apa - apa selain terdiam.
"Wae...."
"Kenapa hidup ku seperti ini?" Lirihnya penuh rasa kecewa.
Ia marah, sedih dan tersakiti.
Tapi pada siapa ia harus meluapkannya, pada Tuhan? Takdir? atau Dirinya sendiri...
Lisa tersadar dari lamunannya saat matanya menangkap sosok Rosé yang berjalan di bawah sana seorang diri.
Kaki jenjangnya berlari secepat mungkin menuju taman "Rosé!"
Dengan nafas yang memburu Lisa berhenti tepat di belakang gadis blonde itu.
"Rosé bolehkah—""Jangan ganggu aku" ucap Rosé memotong ucapan Lisa "Dengarkan sebentar saja—"
"Ku bilang jangan ganggu aku!" Lisa terkejut di tempatnya. Matanya tak percaya melihat Rosé yang baru pertama kali berteriak padanya.
"Chaeyeong~ah.... jebal dengarkan aku"