00. Extra Part

28.4K 1.6K 94
                                    

Jisoo terdiam menatap sendu Jennie yang nampak semakin kurus. Dua minggu setelah Lisa di makamkan, adik keduanya itu hidup layaknya patung.

Hanya diam di kasurnya dengan tatapan kosong ke arah depan. Terkadang dengan tiba-tiba ia menangis histeris dan berteriak memanggil nama Lisa.

Jisoo paham apa yang Jennie rasakan, ia mencoba kuat seperti apa yang Seokjin katakan tapi jika terus begini Jisoo takut untuk kembali kehilangan.

Belum lagi dengan adik ketiganya itu yang sudah tiga kali melakukan percobaan bunuh diri. Dari mulai menyayat pergelangan tangannya bahkan sampai ingin lompat dari balkon.

"Jennie, ayo buka mulut mu. Pyuss pesawat datang, aaa" Jisoo kembali menarik tangannya, menghela nafas dengan kasar.

Jika biasanya Jennie akan menjadi menyeramkan dan memulai pertengkaran bersama dirinya, kali ini adiknya itu hanya diam membisu.

"Berhenti menyiksa diri mu Jennie. Lisa tak akan kembali walau kau seperti ini!"

Mata kucing Jennie bergerak melirik Jisoo di sampingnya "Walau pun kalian mati, dengan cara seperti ini tak akan pernah kalian bertemu Lisa!"

Jisoo menghempaskan mangkuk bubur itu asal dan berlalu pergi meninggalkan Jennie yang seolah tak perduli.

"Lisa! Jangan kumohon Lisa. Jangan seperti ini, ayo kembali pada ku!"

Jisoo memejamkan matanya menahan emosi saat suara keras itu terdengar dari kamar Rosé "Aniyeo, kemarilah Lisa. Kau bilang kita ini seperti saudari kembar bukan, ayo kembali—"

Rosé tersentak saat kakak sulungnya itu datang dan menarik lengannya kasar "Sadarlah Rosé! Berhenti seperti ini, aku bisa gila jika terus begini!"

Air mata itu turun membasahi pipi merah Jisoo. Ia pun tak baik-baik saja.

Ia kacau sama seperti yang lain. Tapi gadis itu memilih menyembunyikannya, meneguk wine setiap malam dan bangun dalam keadaan mual yang luar biasa.

Itu lebih baik bagi Jisoo untuk sekedar memulihkan mentalnya, tapi dia bukan psikolog yang harus menangani kedua adiknya yang tak berhenti berteriak histeris layaknya orang gila.

Ia pun bisa saja menjadi gila jika akal sehatnya itu menolak bayang-banyang Lisa yang selalu menjadi obat rindunya.

"Jebal... bunuh saja aku jika terus seperti ini. Aku lebih baik mati dari pada melihat kedua adik ku menjadi gila!"

Jisoo berlutut di hadapan Rosé yang terdiam tak berkutik sampai matanya menangkap Jennie yang berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Tolong bunuh saja aku. Ini terlalu berat aku sudah tidak kuat lagi" Tangis Jisoo mereda saat dua pasang tangan itu merengkuhnya. Pelukan hangat itu kembali ia rasakan seiring tangisnya yang kian mereda.

"Jangan katakan itu eonnie, aku minta maaf"

Jisoo mendongak menatap kedua adiknya itu yang tiba-tiba saja seolah kembali normal "A-aku memang gila karena kehilangan Lisa tapi aku tak rela jika eonnie harus ikut pergi meninggalkan kami"

"Jangan lakukan itu eonnie, jangan seperti Lisa ku mohon" tangan Jisoo dengan cepat menarik tubuh Jennie dan Rosé ke dalam pelukannya.

"Kalau begitu berhenti. Yakinlah kita bisa melewatkan ini semua bersama"

Jisoo membuka matanya perlahan. Gadis itu terdiam sampai tubuhnya dengan reflek bangun dengan wajah yang pias.

Sosok adik bungsunya itu terduduk di kursi sofa kamarnya, menatap lama ke arah Jisoo tanpa berkedip "Li-Lisa?"

The Fault ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang