Seharian penuh Jennie mengabaikannya. Tak mau berbicara atau bahkan menyapanya. Sungguh Lisa tak ingin terjebak dalam keadaan seperti ini.
Tapi ada yang bisa ia lakukan jika Jennie terus saja mengacuhkannya atau bahkan berpura-pura sibuk dengan hal lain.
"Apa Jennie eonnie masih tak mau berbicara pada mu?" Tanya Rosé yang mendapati kakak keduanya itu berlalu pergi setelah Lisa datang.
Melihat anggukan lesuh adik bungsunya itu Jisoo segera bangkit dari duduknya dan mengejar Jennie.
"Kau ini kenapa?" Tanya Jisoo menahan kesal pada Jennie.
"Kau tau kondisi Lisa bisa saja memburuk jika dia terus seperti ini. Apa kau ingin dia jatuh sakit?"
Jennie menggeleng lemas "Lantas? Kau terus saja mendiaminya sejak kemarin, bahkan kau menghindarinya. Sebenarnya apa yang terjadi?"
Jisoo terkejut saat tiba-tiba saja air mata Jennie mulai menetes "Kau... menangis?"
"Aku takut kehilangan lagi, eonnie. Aku hanya ingin ia berjanji agar selalu bersama ku tapi ia menolaknya"
Jisoo menghela nafasnya kasar. Apa yang sebenarnya ada di dalam kepala adik keduanya ini sampai berfikir layaknya bocah sepuluh tahun.
"Kau marah padanya hanya karena itu?" Tanya Jisoo yang berusaha meredam amarahnya.
"Hanya? Mungkin untuk mu itu hanya sebuah permintaan konyol tapi untuk ku. Aku yang pernah merasakan bagaimana sakitnya kehilangan, itu hal yang selalu menghantui ku setiap malamnya"
Jisoo terdiam mengulum bibirnya sejenak "Aku mengerti kau merasa takut. Tapi tidak seperti ini caranya. Kondirinya bisa saja semakin memburuk jika ia banyak fikiran seperti ini. Dia tertekan Jennie"
Mata kucing Jennie bergerak melirik Lisa yang hanya terdiam mendengarkan ocehan Rosé "Lihatlah? Jangan lakukan ini Jennie. Jika kau ingin dia dalam waktu lama bersama mu, maka jangan pernah kau membuang waktu yang dia miliki"
****
Gadis berponi itu berdiri terdiam di halaman belakang mansionnya. Menatap luasnya taman hijau di hadapannya yang tengah diguyur oleh derasnya hujan malam ini.
Kedua tangannya ia silangkan di depan dada berusaha menahan rasa dingin yang sejak tadi menyelimutinya.
"Hujannya sangat deras, kenapa kau di sini?" Tubuh kurusnya tersentak saat sebuah pelukan hangat menyelimuti tubuhnya.
"Jennie eonnie?" Kakak keduanya itu mengangguk dengan dagu yang di letakkan pada bahunya.
"Mianhae, tak seharunya aku bersikap egois seperti itu" Lisa tersenyum senang saat rasa gunda itu hilang mendengar kalimat yang Jennie bisikkan padanya.
"Menjadi egois tak selalu buruk. Jika terlalu sulit untuk melakukannya fikirkan saja kebahagiaan mu"
Jennie mengerutkan keningnya bingung mendengar jawaban dari Lisa "Aku... tak mengerti Lisa"
"Eonnie tak perlu minta maaf. Karena menjadi egois itu sifat alami manusia. Yang salah adalah bagaimana manusia itu meletakkannya pada keadaan yang seharusnya tak membuatnya menjadi egois"
Sungguh malu rasanya mendengar kalimat sederhana itu terucap dari mulut Lisa "Kau melakukannya karena takut kehilangan. Itu wajar eonnie, aku paham perasaan mu"
Jennie menunduk menyembunyikan wajahnya pada bahu kurus adik bungsunya. Gadis bermata kucing kembali mengeluarkan air matanya.
Perasaannya tak bisa terbaca. Ia tak mengerti dengan apa yang sebenarnya takdir inginkan darinya "Uljima, aku tak suka saat seseorang menangis karena ku"