87

2.2K 321 175
                                    

"Mark," Misa melenguh kesal karena sejak tadi Mark tidak berhenti menggesekkan hidungnya di perpotongan leher si manis. Mark benar-benar gemas dengan ibu hamil ini tolong jangan salahkan dirinya!

Tangan kecil Misa berusaha untuk menjauhkan tubuh tinggi Mark dari atas tubuhnya, walaupun begitu tentu saja si manis gagal karena kekuatannya tidak sebanding dengan suaminya dan berakhir pasrah di bawahnya.

Misa menangkup pipi tirus Mark, akhirnya Mark berhenti dan kini menatap si manis. Posisinya masih mengukung tubuh kecil istrinya di bawah. Mark tidak ingin membahayakan buah hatinya kalian tau?

"Kenapa sih kamu, geli tau!" Misa mencebikkan bibirnya kesal. Bibir itu di kecup cepat oleh Mark dan berakhir sang suami merobohkan badannya ke samping dan tidur di samping si manis.

Mark mendekat, ia istirahatkan dagunya di bahu sempit Misa, tangannya ia gunakan untuk mengusap perut rata itu. Sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah, dia benar-benar tidak sabar!

"Aku gemes sama kamu. Gimana bisa wanita semenggemaskan dirimu bisa jadi ibu hm? Kalo anak kita lahir nanti pasti kalo kalian jalan berdua dikiranya kamu kakaknya deh." Misa terkikik geli mendengar penuturan Mark. Ia cium aroma rambut hitam Mark yang setiap hari ia keramasi itu kemudian mengecupnya beberapa kali, "noo, aku kira bakal kamu yang di kira kakaknya. Mana kamu ganteng banget!"

Mark terkekeh, "iya, suami kamu ini emang yang paling ganteng kan?"

Misa mengangguk cepat. Sejujurnya, jika suaminya dan mantan suaminya di bandingkan, suaminya sekarang jauh lebih tampan! Misa tidak bohong, ini serius. Mark itu sangat tampan. Mark bisa saja mendapat wanita yang jauh lebih baik dan cantik di banding dirinya tapi Mark memilihnya. Lelaki tampan kesayangannya itu memilih dirinya. Misa sangat bersyukur akan hal itu.

"Mark Lianantha itu.. sempurna sekali!"

"Misa Lianantha jauh lebih sempurna." Mark mengecup punggung tangan si manis, "seorang wanita dianggap sempurna ketika ia memiliki seorang anak, bukan?"

Misa terkikik kembali, Mark selalu saja memujinya akan banyak hal, Mark sangat sangat sangat mencintai dirinya dan dirinyapun juga begitu. Misa sangat mencintai Mark sekarang.

"Sayang, sarapan yuk? Tadi habis muntah kamu belum sarapan kan?" Mark mengubah posisinya menjadi duduk. Setelahnya balik membantu si manis untuk duduk pula. Ia taruh bantal kepala di punggung si manis untuk membuatnya tetap nyaman.

Mark menyerahkan segelas susu terlebih dahulu pada Misa. Si manis meneguknya perlahan sebelum akhirnya memberikan lagi gelas itu pada Mark, "cookies aku, dadda?"

Mark kembali menyerahkan cookies rasa matcha bikinan istrinya itu. Mark tidak suka matcha, tapi kalau memang istrinya menyukainya, Mark akan selalu membelinya dan memenuhi stok di rumah.

Mark selalu ingin memberi Misa uang saku setiap harinya. Hari itu Mark menyerahkan lima lembar uang seratus ribuan untuk bekal sehari si manis, tapi uang itu di kembalikan kembali padanya sebanyak tiga lembar. Kata gadisnya, dua lembar saja sudah cukup memenuhi kebutuhan dapur. Padahal itu Mark kasi buat Misa supaya dia bisa shopping apapun yang istrinya itu mau.

Mark semakin di buat jatuh cinta dengan sikap manis yang ada pada diri istrinya.

Misa melahap cookies matcha itu. Walaupun rasa mualnya masih ada, setidaknya dirinya harus mengisi perut sedikit saja. Mark tidak boleh terlalu khawatir padanya. Mark juga mulai melahap roti bagelnya. Mereka makan sambil saling berpandangan, benar-benar menggemaskan.

"Dadda?" Panggil Misa waktu cookies matcha yang ia makan tadi sudah selesai ia lahap sepenuhnya.

"Yes, princess?"

"Aku pengen dipangku boleh nda?" Senyum di bibir Mark mengembang mendengar penuturan polos dari si manis. Mark naik ke atas kasur, ia angkat si manis kemudian ia dudukan di atas pangkuannya. Misa memeluk leher Mark, menyamankan kepalanya di bahu lebar Mark.

Suara dari ponsel Misa mengusik kemesraan keduanya. Misa dan Mark menoleh ke arah nakas, menatap ponsel Misa yang berdering tadi.

Keduanya bertatapan, "dadda, dadda aja yang angkat."

"No, baby. Kamu aja. Itu kan ponsel kamu. Lagian kayaknya itu Ayah atau Bunda deh? Coba angkat aja." Mark mengusap rambut sepunggung Misa. Memberikan pengertian pada si manis.

Misa akhirnya mengangguk, mengambil ponselnya di atas nakas. Mark menatap si manis sebelum akhirnya terkejut karena ponsel dalam genggaman Misa jatuh. Persis seperti hari itu. Hari dimana Misa tau kalau Doyoung memiliki buah hati dari perempuan lain.

Air mata si manis jatuh.

"Babe, everything's alright?" Waktu pertanyaan itu keluar dari mulut Mark, Misa reflek mencebikkan bibirnya. Air menggenang di pelupuk matanya, bibirnya bergetar. Tubuh kecil itu memeluk erat tubuh tinggi Mark. Mulai menangis dengan sangat kencang dalam pelukan suaminya.

Mark tidak tau apa yang terjadi. Dia ambil ponsel si manis dan menatap layarnya, ingin tahu siapa yang menelfon gadisnya.

Masih terhubung. Mark menaruh ponsel itu di telinganya, ingin tahu apa yang membuat gadisnya sampai menangis sekencang ini.

"Halo,"

'I-ini siapa? Mark Lianantha?'

Mark tahu suara ini, walaupun hanya bertemu beberapa kali, Mark tau kalau pemilik suara di seberang sana adalah Ten. Sahabatnya Mas Doyoung. Jantung Mark berdegup kencang. Kenapa lelaki itu terdengar.. panik?

"Ya, ini Mark. Ada apa? Kenapa Misa sampai menangis seperti ini?"

'Doyoung..'

"Mas Doyoung kenapa?" Alis Mark berkerut, jantungnya semakin cepat berdetak. Tidak siap dengan berita buruk yang mungkin saja ia dengar dari lelaki di seberang sana.

'Doyoung kecelakaan mobil, dia meninggal di tempat.'

Saat itu juga, jantung Mark mencelos.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

🔔💌ada yang mau di sampaikan pada mas doyi?😭👉🏻

recnjwin
13 Juni 2020.

Pandora Box [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang