22

2.5K 387 110
                                    

Misa menatap pintu ruang kantor Mark yang tertutup rapat. Si manis tampaknya ragu-ragu. Haruskah ia masuk dan berbicara tentang semua ini ke Mark atau dia diam saja dan membiarkan semuanya berlalu?

Sepertinya pilihan Misa jatuh pada jawaban pertama. Dia harus masuk dan berbicara dengan Mark. Jangan ada lagi sesuatu yang mereka rahasiakan.

Misa mengetuk pintu ruangan itu. Setelahnya, pintu itu terbuka dan menampilkan seorang lelaki yang kini menatapnya bingung. Lelaki itu tampak berpikir dimana ia melihat gadis yang berdiri di hadapannya ini.

"Eum.. aku boleh masuk?"

"Anda siapa ya kalau boleh saya tau? Apa sudah membuat janji dengan Pak Marㅡ"

"Babe? Kok kamu kesini?" Mark keluar dari ruangan dan menatap si manis yang tersenyum tipis. Marknya datang, dia tidak perlu repot untuk menjawab pertanyaan lelaki dihadapannya itu.

"Mark, aku mau bicara."

"Woojin, ini Misa. Yang sering aku ceritain ke kamu."

Woojin menoleh setelahnya tersenyum memperlihatkan giginya yang gingsul. Mengulurkan tangannya dan disambut baik oleh Misa.

"Woojin, sekretarisnya Mark."

"Misa.."

"Yaudah deh, aku ngga ganggu ya. Kalian bicara aja berdua." Woojin kayak ngerti kalo mereka berdua lagi butuh privasi. Akhirnya lelaki itu memilih pergi meninggalkan ruangan Mark dan membiarkan Misa dan Mark memasuki ruangan itu.

Keduanya akan berbicara sekarang.

"Mark.."

"Hm?" Mark udah duduk di tempatnya, kini melanjutkan pekerjaannya mengetik di macbook yang ia taruh di hadapannya. Sesekali menoleh kearah Misa karena gadis itu banyak menjeda kalimatnya.

"Aku udah tau semuanya.."

"Tau apa?" Mark menoleh. Berhenti mengerjakan tugasnya dan memilih menatap Misa. Apa yang gadis itu ketahui? Apa yang membawa Misa untuk datang ke kantornya siang hari begini?

Oh, ingatkan Mark untuk memarahi si manis karena berani turun dari tempat tidur.

"Mark maaf.."

"Buat?"

"Buat semuanya. Maaf karena udah nyakitin kamu, ngecewain kamu. Aku jahat banget udah hancurin hidup kamu. Sekarang waktu hidup aku yang hancur, aku malah datang ke kamu." Misa menunduk, pipi gembilnya telah basah oleh air mata. Oke, Misa benar-benar banyak menangis di masa kehamilannya ini.

Mark bangun dari duduknya, membawa Misa masuk kepelukannya. Erat sekali. Bahkan Misa bisa rasain pelukan itu tanda kalo Mark ngga mau lepasin dia.

"Shh, hey. Ngga ada yang perlu kamu tangisin. Semuanya udah lewat. Aku udah berhasil lewatin masa-masa itu. Sekarang berhenti merasa bersalah tentang apa yang kamu gak lakuin, ya?" Pelukan mereka terlepas walaupun tangan lelaki itu masih di pinggangnya.

"Tapi aku yang salㅡ"

Mark udah gila.

Iya, dia gila.

Bibirnya Mark udah mendarat di bibir si manis. Tidak hanya kecupan, tapi Mark mulai melumat bibir Misa. Bibir yang sudah lama sekali tidak ia sentuh, bibir yang ia rindukan.

Bahkan ketika Misa ingin melepas ciuman itu, Mark malah semakin rakus melahapnya. Mark tidak akan melepaskan Misa sekarang. Tidak akan pernah. Sudah cukup dia mengalah waktu itu, sekarang tidak lagi.

Tangan Misa meremas rambut hitam lelaki itu. Seolah sudah hapal, Mark melepaskan tautan mereka. Keduanya saling bertatapan. Tangan besar Mark mengusap pipi gembil Misa yang penuh air mata, menghapus jejak air mata itu kemudian membubuhkan satu kecupan di keningnya.

Mark. Sangat. Mencintai. Misa.

"Mark.."

"Aku tau ini salah. Salah banget. Tapi aku ngga bisa nahan diri aku buat ngga jatuh cinta sama kamu lagi, Mi. Rasanya kayak Tuhan cuma nahan hati aku buat cinta sama kamu."

"Mark.." Misa bener-bener ngga punya kata-kata lain. Yang ia lakukan hanya memanggil nama lelaki itu berkali-kali. Menatap mata besar lelaki itu dengan tatapan tidak percaya.

"Kalo emang Doyoung ngga mau terima kamu sama anakmu, biarin aku yang tanggung jawab sama kalian berdua." Mark menangkup pipi gembil Misa.

"Mark, ini bukan anakmu.." Misa menangkup pipi tirus lelaki itu, menatap matanya dalam.

"Lalu?" Alis lelaki itu dia angkat sebelah, bertanya alasan Misa mengatakan hal itu.

"Kenapa kamu sepeduli ini sama dia?"

"Aku jatuh cinta pada ibunya. Lantas kenapa aku tidak boleh mencintai semua yang ada pada dirinya?" Mark menatap Misa, tatapannya tulus sekali.

"Mark.."

"Ijinin aku, buat jatuh cinta sama kamu. Aku bakal bikin kamu jatuh cinta lagi sama aku."

Haruskah?

Haruskah ia membuka hatinya untuk Mark lagi?

Haruskah ia.. berhenti mencintai Doyoungnya?

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

🔔💌aku yang ngetik, aku yang baper😭😭
recnjwin
15 Maret 2020.

Pandora Box [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang