"Tiga," pekik seorang gadis dengan nyaringnya. Bersamaan dengan itu, suara pecahan kaca terdengar. Lantang dan memekakan telinga.
PRANK!
"Dasar anak nakal kalian. Kadieu siah! Saya gebukin," seru Marni penuh amarah.
Gadis itu berdiri dengan tangan gemetar, melihat apa yang telah dia perbuat barusan. Sedangkan di depannya, yang ia saksikan adalah senyuman bodoh teman kampretnya. Cengiran yang kerap kali dia saksikan dua tahun terakhir bersama pemuda itu.
"Gue saranin sama lo buat," temannya menjeda kalimat, "KABUURR."
"WOI, SALMON! TOLONGIN GUE."
Dia berlari kalang kabut, tidak lupa di belakangnya menyusul seorang ibu-ibu berdaster merah dengan penggorengan ditangan kanan. Gadis itu memekik, saat jaraknya kian mendekat dengan Marni.
"Tuhan, tolongin Izy...."
Dia, panggil saja Izy. Gadis bernama lengkap Izura Anara Liza ini tak sengaja melempar batu ke jendela tetangganya, Marni. Niat awalnya hanya ingin melempar Simon dengan batu, karena sudah menghinanya guguk. Namun, yang terjadi adalah lemparan batunya meleset—memecahkan kaca rumah Marni.
"SALMON ... bantuin gue." Di ujung jalan sana, Simon sedang menghela napas. Sudah berapa kali dia bilang bahwa namanya Simon bukan Salmon. Tapi apa boleh buat, dia tetap harus membantu Izura, seberapa dongkolpun hatinya.
"Sini, cepetan!"
Tangan Izura spontan ditariknya saat jarak mereka kian mendekat. Sengaja, Simon membawa gadis itu berlari ke jalan gang yang sempit. Berharap Marni pergi, tak mengejar lagi dan mengikhlaskan kaca jendelanya.
"Aaa! gue gak mau ke sana. Banyak tikus, tau!"
"Milih tikus apa penggorengan." Izura menelan ludah, benar apa kata Simon. Dia lebih baik menuju jalan penuh tikus dari pada berbalik dan mendapat hantaman penggorengan.
"Bismillah ... gue milih tikus."
"Banyak bacot," sentak Simon cepat dan meraih pergelangan tangan Izura serta menyeretnya ke dalam sana.
Jujur, Izura juga tak mengerti kenapa dia bisa mendapat teman sebegajulan Simon. Sungguh takdir yang membelenggu. Dan lagi, sekarang dia berlari ugal-ugalan tanpa berhenti. Di jalan sumpek penuh tikus, camkan itu 'penuh tikus'. Betapa geli Izura mendengarnya.
"AWAS KALIAN! TAK BEJEK-BEJEK KALO KETEMU."
Izura bernapas lega saat Marni tak mengejarnya lagi. Tapi tidak untuk Simon, dia kaget bukan main. Tepat setelah penjual sayuran berhenti di depan gang, menghalangi jalan dua sejoli yang lari tunggang langgang bak setan ini.
"SIMON, AWAS!"
"AAA."
GUBRAK!
Semua mata menatap mereka nyalang, hancur sudah gerobak sayur pagi itu.
"Pantat seksi gue," lirih Izura pelan.
Disusul ringisan pelan suara Simon. "Jambul macho punya Babang Simon rusak anjir."
"Ih, najis." Izura bergidik jijik, bisa-bisanya dia melihat spesies langka zaman purba di sini. Dengan tertatih-tatih Izura bangkit, dan sedetik kemudian keringat dingin membanjirinya.
"ANGGA! SIAPA SURUH BANDEL LAGI," teriakan itu berasal dari mulut Meripuli, Ibunya Simon Erlangga. Dia menjewer telinga sang putra, menariknya menuju ke rumah. Menjadikan mereka pusat perhatian.
"Aduh, aduh sakit, Mah. Ampun, ampun."
Izura menjulurkan lidah pada Simon, tanda mengejek. Itu balasan buat orang yang sudah menghinanya, pikir Izura. Tapi ternyata keberuntungan sedang tidak bersahabat dengan dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katakan! Siapa Pengirimmu?(TAMAT)
Teen Fiction"Hey, boy. Cewe sekalinya dikasih harapan pasti bakal tetep bertahan. Dia ga akan terus berjuang kalo elo ga buka jalan." ~dia~ Sama seperti Izura. Mendapat Bunga rahasia tanpa identitas membuatnya yakin bahwa si pengirim selalu bersamanya ... orang...