14. Satu untuk semua

133 44 115
                                    

"Cepet peka sebelum rasa menyesal melanda. Karena penyesalan datang terakhir, yang datang diawal hanya pendaftaran:v"

Dari: Aku
....

"Elo kok ga ada sedih-sedihnya mamah lo sakit."

Dengan santai Simon berkata, "buat apa. Bukan mamah asli gue ini."

"HAH!"

Detik berikutnya Simon terkekeh, "bercanda gue."

"Kirain. Lo kalo ngomong ga bisa di filter dulu apa? Gue kan hampir aja salah paham. Gimana sih."

"Mana bisa difilter gue bukan kamera hape."

Kembali, Izura menepuk keningnya pelan disusul ucapan datarnya. "Duh gusti cape deh."

.
.

Semua mata molotot penuh kaget. Tak ada yang berkedip, saling pandang satu sama lain, bersahut-sahutan berteriak histeris. Bagaimana tidak, barusan Pak Anton mengucapkan sebuah kata yang paling dibenci semua murid.

"ULANGAN MENDADAK."

Kalian pasti tahu respon mereka. Tentu saja menolak.

"Hah! Kok ulangan mendadak sih pak. Kita kan belum belajar. Please jangan yah pak."

"Jangan dong pak,  bisa amuradul nilai kita."

"Tidak ... jangan ulangan mendadak pak."

"Kita belum siap pak."

"Minggu depan aja pak ulangannya."

Izura menatap teman-temannya dengan tatapan polos. Tak ada sepatah katapun yang terlontar dari gadis ini. Dia terlalu bingung mau merespon apa, harus menolak atau menerimanya lapang dada. Izura masih ingat ucapan Ibunya waktu itu, tidak boleh menentang perintah guru. Lalu, kenapa Izura harus menolak ulangan kali ini.

"GA ADA PENOLAKAN. SIAPA SURUH KALIAN GA BELAJAR. HEH?"

Kelas yang awalnya berisik pun kini sepi dan senyap. Tak ada yang mau membantah karena pesona berwibawa dari Pak Anton yang mencekam. Sampai semua orang terlonjak kaget saat Izura berkata santai dan menguap lebar.

"Hoam ... kapan nih ulangannya pak. Lama banget, Izy udah semangat mau ulangan." Semua mata itu menajam. Tatapan mereka menghunus pada Izura, akibat perkataan Izura, sekarang mereka benar-benar harus melanjutkan ulangan. Menjadi murid di jurusan Ipa mengharuskan mereka selalu berkutat dengan buku-buku tebal yang memuakan. Apalagi dengan sejuta rumus pembuat pening kepala.

Kerja keras mereka dalam belajar memang harus sangat ekstrak.

Seperti sekarang, keadaan cukup hening, tak ada pembicaraan.  Sepi seperti di kuburan. Tapi, saat Pak Anton keluar untuk mengangkat telpon, riuhlah sudah kelas Izy yang semula hening ini.

"Woi, nomer 5 jawabannya apa?"

"Herbivora."

"Lo gila! ini soal matematika oncom."

"Hhe sorry, gue pikir bahasa inggris." Padahal yang dia ucapkan tadi adalah 'herbivora' yang otomatis masuk ke Ipa bukan Bahasa Inggris, Tresa jadi meragukan temannya ini. Kenapa bisa masuk ke Jurusan Mipa?

"DASAR SINTING."

Begitulah kira-kira teriakan mereka.  Namun Izura malah anteng dengan dunia mimpi yang sedang dia garap. Sungguh bukan murid yang layak untuk ditiru. Andai saja Tresa tak membangunkannya, mungkin Izura sudah mendengkur.

"Zy, bangun ini darurat."

"Apa!" ketus Izura marah. Ia kesal saat seseorang mengganggu ketenangan mimpinya. Menyebalkan!

Katakan! Siapa Pengirimmu?(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang