9. Dikejar Bu Marni

151 57 143
                                    

"Lo ngapain?" tanya Darren cemas.

"Nga—ngambil plester. Gile tinggi amat, nih kaki gue lecet. Bantu bisa!"

Lagi dan lagi Darren menepuk kepalanya jengah. Heran mengapa dihadapkan bersama cewe sesinting Izura. Tetap ceria bagaimana pun keadaannya, memang itu nampak biasa bagi Izura, tapi untuk Darren itu sedikit terasa tabu.

"Hmm." Darren menjawab dengan deheman kecil, membantu Izura mengambil kotak P3K. Sekesal apapun Darren pada Izura, gadis itu tak akan memperdulikannya, ia hanya akan terus melakukan yang dia mau. Selama dia bahagia, akan terus dilakukan. Dasar, keras kepala!

.
.

"Gerah banget gue ya Allah. Bantu kipasin nape sih?"

Izura bersama Simon seperti biasa sedang berbaring di lapangan dekat rumah Simon. Tak ada yang mereka lakukan, hanya tiduran, saling mengeluh dan mendengus beberapa kali. Udara siang ini memeng cukup terik, seakan sedang berada di pemanggangan oven dengan suhu 100 derajat celcius. Panas!

"Lo traktir gue nape sih, kali-kali gitu. Jangan pelit jadi orang."

Simon mengatupkan matanya, menyerap sebanyak mungkin udara segar dan merasakan sensasi angin yang membelai wajahnya lembut. Nyaman.

"Salmon! Lo denger gue ga sih?"

"Gak budek gua juga. Ya udah gue traktir, tapi eh tapi, ada syaratnya. Di dunia ini mana ada yang gratis."

Izura berdecak, duduk menghadap Simon dengan mata memicing tajam, "cih, lo aja makan bakso gue gratis. Huh ... nyebelin lo, bocah."

"Mau ga? Gratisan nih! Gue beliin pocary sweet sekalian deh!"

"Ga mau, gue maunya dibeliin es krim," rengek Izura menggoyangkan langan  Simon. Keduanya sudah benar-benar terhanyut dalam pembicaraan tidak bermutu.

"Gampang," Simon tersenyum miring dan kembali berucap, "syaratnya satu kok. Kita main balap lari, kalo lo menang, gue beliin es krim segerobak plus penjualnya."

"Bener yah segerobak." Izura mulai tertarik dengan tawaran Simon. Baginya, tak ada yang lebih berharga dari makanan, apalagi es krim. Uang notabene nya kesukaan Izura.

"Tapi kalo lo yang kalah, lo harus turutin satu perintah gue."

"Setuju, asal jangan di suruh ngintip pak Bejo aja gue mah," papar Izura semangat berapi-api. Pak Bejo yang dimaksud Izura adalah salah satu tetangga mereka yang berasal dari China, kira-kira berisia 40 han ke atas. Izura bangkit dan melepaskan sendal barunya di samping Simon. Sengaja, dia berniat pamer. Tapi, sekarang yang Izura pikirkan bukan sandalnya melainkan es krim segerobak.

Sengaja Izura melepas sendalnya. Agar tantangan lebih menarik, peraturan permainan pun harus sama menariknya. Agar terkesan menegangkan.

"Balap larinya nyeker." Izura menunjukan cengirannya.

"Sedeng lo, ini jam 12 siang Izy. Melepuh kulit kaki gue."

"Bilang aja elo nyerah. Ah cemen."

"Oke ... awas aja kalo lo nanti ngoceh, gara-gara tu kaki tutung."

Izura tersenyum sinis. Keduanya kini sedang bersiap di garis star, saling melemparkan tatapan sinis dan dingin mereka. Tentu saja anak-anak tetangga yang sedang main kelerengpun ikut menonton. Berbondong-bondong meneliti adegan perlombaan yang akan terjadi.

Satu....
Dua....
Tiga....

Keduanya berlari sekuat yang mereka bisa. Sama-sama merasakan panas yang luar biasa menyengat di kaki keduanya. Sontak, sorak sorai juga suara gemuruh berdatangan dari para penonton gratis itu. Meneriaki Izura dan Simon.

Katakan! Siapa Pengirimmu?(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang