48. Pelukan lagi

68 25 36
                                    

Jemari lentiknya bersiap menekan salah satu tombol di ponsel nya. Kaputusan yang dengan matang akan dia ambil.

Tik.

Mati, Izura memutuskan sambungan itu. Dia menolak panggilannya. Senyuman miringnya hadir mewarnai perasaan gelisah yang benar-benar ia rasakan. Gue ga peduli sama dia. Batinnya.

Izura memilih mematikan ponselnya, lalu bersiap. Dia ingin tidur dengan tenang tanpa—Darren.

.
.

Darren_
Izura
Zy, please maafin gue.
Maaf
Maaf Izura.
Please maafin gue.
Gue sayang elo.
Selamanya.

Izura menutup rapat matanya, perih di dada kembali menghujam. Bagaikan ribuan belati tengah bertengger dihatinya. Sesak bahkan selalu dia nikmati setiap Darren memberi Izura pesan-pesan itu. Kenapa dia lebih merasa sakit saat Darren berusaha berjuang untuknya. Rasa-rasanya ingin sekali Izura mengatakan sekeras mungkin pada Darren bahwa dia juga mencintai Darren. Sangat.

Tapi, dilubuk hatinya, ada sepenggal kata yang mampu menahan Izura melakukannya. Demi Katherine, Izura siap melakukan apapun.

Rintik hujan disekitarnya semakin lebat. Izura kewalahan. Dia berlari tunggang langgang memasuki kelas, menggosok tangannya agar terasa lebih hangat. Sial! Langit seolah mengejek kerapuhan hatinya. Dia ikut menangis bersama Izura. Menyebalkan.

"Zy, lo gpp?" tanya Tresa. Gadis itu membuka jaket navy kesayangannya. Berencana memakaikannya pada sang sahabat yang nampak pucat.

"Gue —"

"IZURA~" potong seorang pemuda dari arah belakang. Izura menoleh dengan kesal, matanya melebar saat yang dia jumpai adalah Diko. Cowo kelas sebelah yang kerap kali mengganggu Izura.

Sial, gue kena sial! Izura membatin. Dia mengambil langkah mundur.

"Gue datang sayang," ucapnya merentangkan tangan lebih lebar. Berlari mengejar Izura. Pekikan Izura terdengar setelah itu, dia terpaksa harus berlari ugal-ugalan walaupun keadaan cukup ekstrem di sekelilingnya. Langkah lebar Izura membawanya pada kelas Simon. Entah kenapa?

Jarak Diko semakin mendekat, membuat Izura kian merasa kalut sendiri. Kakinya harus menyesuaikan diri dengan licinnya lantai pagi ini. "Awas lantainya licin," sembur Icha memperingatkan. Tapi itu sia-sia.

BRUK!

Izura terjembab keras. Pantatnya mendarat tidak mulus dilantai sana, memberi epek nyeri yang tak tertahannkan. Terlebih dengan basahnya baju Izura karena genangan air pun dia jejahi. Sempurna sudah harinya.

Beruntungnya Icha malah membantu Izura mengusir Diko. Kini tinggalah Izura yang terduduk lemas, kedinginan pula. Izura merasa tulangnya serasa diloloskan saat angin menerpanya. Tak ada yang berniat menolong, walau sekedar membangunkan Izura.

Tepat dihadapannya terlihatlah sosok Zael yang sedang memakai hodie kesayangannya. Hodie bermotif garis yang Izura sendiri tak peduli akan hal itu. Dia hanya ingin meminjam hodie itu agar dia bisa menghangatkan tubuh.

"Zae—aaakh!" Izura kaget saat seseorang membopong tubuhnya ala bridal Style. Harum aroma daun mint kini menyeruak memasuki lubang hidungnya. Pemuda ini lah pemilik wewangian ini. Izura tahu betul, siapa Pemiliknya—Simon.

Jantungnya berpacu tidak normal. Apalagi ketika suara bass pemuda yang berstatus sebagai sahabatnya terdengar, "makanya hati-hati. Lo emang ceroboh. Untung ada gue."

Izura hanya terdiam, ia memang membutuhkan pertolongan. Siapapun penolongnya. Izura terima. Tapi entah ada masalah apa dengan jantungnya. Kenapa perasaannya berdebar-debar? Kehangatan yang tadi sempat dia mimpi kan kini tengah dia rasakan.

Katakan! Siapa Pengirimmu?(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang