36. Isarat Romastis

69 31 54
                                    

Hari telah merambat malam, Izura yang sedang berjalan menuju kamarpun terhenti karena panggilan Katherine. Kakaknya ini merangkul Izura, membawanya menuju kamar Katherine.

"Zy, gue udah lama gak begini sama lo." Katherine tersenyum jujur. Tak ada kebohongan lagi dimatanya, Izura jadi lega dan membaringkan tubuh disamping Katherine.

"Bilang aja elo rindu kan sama gue. Tau kok gue emang cocok dirinduin," Kekehnya dihadiahi cubitan pelan dari Katherine.

"Lo ngaco," Katherine menerawang, membayangkan sesuatu, "gue cuma mau bilang makasih sama lo. Makasih karena lo bisa tahan sama sikap gue. Maaf juga Zy, gara-gara gue elo kehilangan Darren."

Tak ada perubahan, Izura tetap diam dalam posisinya. Dia menangkap sesuatu yang salah di sini, hatinya merasa bahwa memang ada yang tidak beres.

Izura mencoba tenang, bersiap mencerna ucapan Katherine selanjutnya. "Ga masalah kok, kak."

"Zy," panggil Katherine menggenggam tangan Izura lembut. Bulir bening dipelupuk mata Katherine lolos dengan sempurna dihadapan Izura. "Gue mohon, relain Darren buat gue. Gue ga punya siapa-siapa lagi, Derry pergi ninggalin gue, orang tua gue ternyata om Tio. Dan yang gue punya cuma Darren."

"Gue ga tau lagi kalo nanti elo ngambil dia dari gue...." Katherine tak bisa melanjutkannya lagi. Tangisnya pecah dihadapan Izura. Dengan ragu, Izura mengelus punggung sang kakak, memeluknya supaya dapat sedikit tenang.

Izura diam membisu, bingung harus mengatakan apa? Lebih baik dia tak membuka suara saat ini.

Perasaannya semakin samar, gamang dan mengambang. Saat dia dan Darren dipertemukan, kini malah Katherine masalah berikutnya. Seberapa banyak hal yang sudah Katherine perbuat, Izura akan tetap menyayangi dia. Selayaknya adik pada kakak.

Maka dari itu, malamnya setelah menenangkan Katherine, Izura menelpon Darren di kamar. Wajah Izura pucat pasi.

"Kenapa? Udah rindu yah," kekeh Darren diseberang sana.

"Darren, dengerin gue yah. Ini penting."

"Loh aku-kamu dong panggilannya."

Plak!

Ikura menepuk kepalanya pelan, Darren malah bercanda disaat-saat genting semacam ini.

"Ga mau. Lo maksa banget sih, gue gorok juga tu leher."

"Galak amat, untung sayang." Izura tak kuasa menahan senyumnya. Perkataan Darren mampu membuat dia lupa pada niatnya menelpon Darren.

"Lo ga boleh kasih tau siapapun tentang hubungan kita, Darren. Terutama kak Ketty, gue ga bisa liat dia kecewa lagi."

"Kenapa Zy? Bukannya jujur lebih baik. Biar mereka ga salah paham."

"Ga bisa Darren, gue ga mau liat kak Ketty terpuruk, nangis dan patah hati. Dia nangis gue juga sedih Darren. Ngerti yah, please."

Darren menghela berat, "oke. Asal lo tetep ada di deket gue."

Izura menunduk, menatap lantai kamarnya dengan nanar. "Lo cepet tidur gih. Udah malem."

"Bentar, lo senyum dulu. Gue tau lo sedih kan, ga usah melow-melow atau mau gue nyanyiin lagu gugur bunga."

Senyum Izura mengembang, "lo pikir ini hari pahlawan?"

"Nah gitu dong. Lo jadi keliatan ... cantik."

Deg!

Izura memekik, rasanya Darren mampu membuat dia pingsan hanya dengan perlakuan manis semacam itu.

Katakan! Siapa Pengirimmu?(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang