"Lo kenal Darren dari kapan kak?" tanya Izura saat mereka sedang menikmati hangatnya mentari pagi di halaman rumah Izy. Nyaman.
Izura sendiri menyukai udara segar, menentramkan. Menyejukkan pula.
"Sejak gue sering main ke rumah Dery. Mereka sodaraan, jadi yah gue kenal gitu deh. Kenapa lo tanya-tanya?"
"Gpp, kepo aja lo jadi kakak."
Ekspresi Katherine bingung lalu kembali normal, "aneh lo."
"Makasih pujiannya, gue tersanjung," pekik Izura lantang. Juga setelah Izy berkata demikian Katherine bangkit, merapikan bajunya dan memasuki rumah.
Izura terlalu nyaman dengan keadaannya sekarang. Duduk menghadap rumah di seberangnya adalah hobi baru Izy kali ini.
Netranya menangkap siluet seorang pemuda, sosok yang tengah dia nantiakan—Darren. Pemyda itu keluar rumah, menutup pintu dan berlari kecil. Sepertinya sedang melakukan rutinitas harian, lari pagi. Izura semakin bersemangat. Senyumnya bahkan selebar lautan.
"IBU! IZY MAU JENGUK MAMAHNYA SIMON YAH." Izura berteriak agak kencang. Sengaja.
Izura bersiap, merapikan baju, rambut dan segala macamnya. Dia tersenyum cerah dan berlari ke arah Darren, mensjajarkan langkahnya dengan Darren.
Ada perasaan menggelitik di dada Izura saat ini. Apakah ini normal? Dia merasa ada ribuan kupu-kupu di dalam tubuhnya. Perasaan baru namun sering dia rasakan, Izura—bahagia.
"Darren!"
Tak ada sahutan dari pria di samping Izura. Tidak masalah, selama Izura bahagia tak perlu dijawab, yang penting dia bisa melihat Darren dari jarak sedekat ini pun sudah membuatnya senang bukan kepalang, apalagi memiliki Darren. Betapa bangganya dia nanti.
"Gimana keadaan lo? Lo mau ga anter gue, bentaaar aja," bujuk Izura. Ia menanti-nanti, berharap Darren mengangguk lalu 'bum' dia akan menengok Simon bersama tuan es serut cap Duren.
"Gak," tolak Darren mentah-mentah.
"Sekali aja Darren. Gue mohon, ga ada temen gue buat ke sananya. Please mau yah, mau yah. Please."
"Gak."
Mulut Izura tercabik. Dia menghentikan langkah Darren dengan menarik tangan si pemuda. Menampilkan senyuman mengembang yang dia punya untuk Darren.
"Mamahnya Simon lagi sakit. Gue cuma butuh temen buat nemenin ke sana. Ngajakin kak Ketty pasti ga mungkin. Jadi cuma ada elo. Mau yah, lo kan baik hati sejagat raya."
"Kok gue."
"Karena gue maunya elo. Ga usah ribet napa sih, cuma jawab iya lama banget, gue kan pengen punya temen doang." Izura mengeluh dengan bibir kembali tercabik, membujuk Darren sungguh membutuhkan kesabaran yang sangat ekstra.
Darren tak menanggapi. Dia memilih berdiri dengan tangan di masukan ke saku celana. Menatap Izura jengah.
"Eh lupa. Gue mau nanya lagi nih. Lo mau kan jadi temen gue, jangan sombong loh," ucap Izura bersemangat. Lagi.
"Gak."
"Lo gak ada bahasa lain selain 'gak' gituh. Dari tadi yang keluar itu mulu. Cape deh gue."
"Hmm."
"Haduh pusing aku ya Allah, disuruh ngomong sama bongkahan batu antartika. Mending disuruh makan bakso banyak-banyak. Perut kenyang hati pun tenang," kata Izura ngelantur. Ia juga lama kelamaan merasa jengah bicara dengan Darren. Sulit rasanya melihat pemuda itu berinteraksi. Menyebalkan.
"Sedeng lo."
"Makasih pujiannya. Gue anggap lo muji nih yah?"
Kali ini Darren tidak menanggapi. Dia memilih berlari lagi, merenggangkan otot-ototnya. Bersamaan dengan itu, Izura ikut berlari tapi sialnya dia malah menubruk tubuh Darren. Mungkin epek terlalu bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katakan! Siapa Pengirimmu?(TAMAT)
Teen Fiction"Hey, boy. Cewe sekalinya dikasih harapan pasti bakal tetep bertahan. Dia ga akan terus berjuang kalo elo ga buka jalan." ~dia~ Sama seperti Izura. Mendapat Bunga rahasia tanpa identitas membuatnya yakin bahwa si pengirim selalu bersamanya ... orang...