2. Sohib Izura

298 86 156
                                    

Gadis itu menghentak-hentakan kakinya keras pada lantai kayu yang agak licin tersebut. Alhasil, Izura tergelincir dengan keadaan mengenaskan di rumahnya sendiri. Menjadi korban tertawaan sang Ibu, wajah Izura memerah bak udang rebus.

"Nih rantangnya. Ibu malu-maluin Izy aja," kesal Izura cepat-cepat berdiri, merapikan bajunya kembali. Tak lupa mata coklat terangnya yang berkilat-kilat penuh amarah.

Amara terkekeh, "emangnya kenapa, hem?" Anak bungsunya selalu bisa membuat dia geleng-geleng kepala.

"Cowo itu nyebelin, bikin Izura naik darah aja. Sama kaya Ibu, kalian berdua ga ada bedanya." Izura melirik Ibunya acuh, bersidekap dada setelah menyimpan rantang di dapur sana. Izura juga meraih sebotol susu, menegaknya sampai habis lalu melenggang menuju kamar.

Meninggalkan Ibunya yang mesem-mesem tidak jelas.

"Izura!" panggil Ibunya menghentikan jejak Izura. Dia menoleh sebal pada sang Ibu. Tak lupa tangannya bersidep dada dengan wajah andalannya—cemberut.

"Jangan lupa yah, nanti malam bagian kamu pijitin Ibu. Ga ada penolakan!!"

Izura menengadahkan tangan dengan dramatis. "YA ALLAH, GINI AMAT YAH NASIB IZY."

.
.

"Lah kok nyalahin gue?" tanya Simon tak setuju, pemuda dengan rahang kokoh itu menggidikan bahu. Tak terima akan tuduhan Izura yang tidak mendasar. Sedangkan Izura malah menyeringai nakal dan menatap Simon penuh dendam. Izura dengan entengnya menyalahkan Simon tentang insiden 'pengejaran' hari itu. Di mana kaca jendela Marni hancur berkeping-keping.

"Menurut Izura Anara Liza yang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung. Lo itu salah. Siapa suruh lo hina gue kemarin, kan jadinya tu kaca si tante muda jadi pecah berantakan. Pokoknya elo yang salah, titik."

"Kagak ada sejarahnya." Simon malah menyender pada pintu kelasnya, tak lupa dengan salah satu tangan yang dia masukan ke celana, juga tangan lainnya yang sedang ngupil.

"Lo jorok banget sih!"

"Seterah gue."

"Terserah kali Bambang Imo, bukan seterah. Heran gue kenapa lo bisa lulus SD."

"Nama gue Erlangga, panggil Angga kek, biar macho. Ini apaan pake manggil Imo segala, lo pikir gue domino." Simon tetap melanjutkan aktivitas maha pentingnya, ngupil depan kelas. Memalukan.

Teman Izura yang satu ini memang tidak waras tingkat kuadrat.

"Iya iya, ikan Salmon yang enggak bertulang."

"So tahu."

"Gue emang tau."

Simon menatap Izura meremehkan. "Lo tau piggy?"

"Tau."

"Nah, ini sekarang gue lagi ngomong sama piggy," timpal Simon dengan santainya.

Kepala Izura manggut-manggut tanda mengerti, lalu tak lama dari itu matanya melotot. "Jadi ... LO NGATAIN GUE BABI?"

"Secara gak langsung sih, iya." Kalau bukan di sekolah, mungkin sudah Izura bunuh temannya ini. Apalagi sekarang dia malah senyum-senyum tidak jelas sambil ngupil. Dialah anak tergila tahun ini, pemenang ajang pemuda paling jorok seantero sekolah. Mungkin.

Jeritan kesakitan Simon tak dia hiraukan, karena pasalnya Izura menjewer telinga siswa berseragam berantakan itu dan menariknya brutal tak berperasaan. Walaupun begitu, kadar ketampanan Simon tak bisa diragukan. Apalagi dengan bibir tipis berkarakternya.

"Lepasin broo, sakit telinga gue. Mau gue laporin lo ke pemerintah, udah ngebully cowo seganteng gue."

"Bra bro bra bro lo bilang. Gue cewe bukan cowo. Pokonya lo harus gue hukum," papar Izura sedikit menaikan satu oktaf suaranya.

"Dih, emang gue peduli. Oh tentu ... tidak."

Izura menghentikan langkah sekaligus jeweran di telinga Simon. Dia dapat melihat Simon mengelus telinganya yang memerah, pasti panas dan perih. Tapi lihatlah, apa Izura peduli. Tentu saja tidak. Gadis itu malah berkaca pinggang dan membentak Simon.

"PIKETIN KELAS GUE. SE-KA-RANG." Izura memang tidak satu kelas dengan tetangga serta sahibnya ini. Hanya terpaut satu kelas saja. Simon kelas 10 IPA 3 dan Izura kelas 10 IPA 1.

"Gue bukan babu lo, anjir," ucapan Simon terhenti saat netranya melihat seseorang. Salah satu siswi kelas Izura yang malu-malu datang memberikan sapu pada Simon. Raut wajah Simon berubah 180 derajat menjadi waspada, seoalah musuh tengah menyerang. Dia memasang kuda-kuda, membuat Izura menyernyit.

"Mau piket bareng gue?" ajak siswi itu dengan antusias.

Mulut Simon semakin melebar, antara ilfeel dan takut menjadi satu. Simon juga terus menerus melirik Izura yang pura-pura tak tahu. Memberi kode pada Izura agar menolongnya dari siswi dihadapannya. Kilatan ketakutan di mata Simon seketika sirna kala siswi itu memegang tangannya.

"Hush, jangan pegang-pegang. Lo mau merkosa gue yah. Pergi! gue masih perjaka."

Sontak tawa Izura beserta siswi bername tag Verni itu pecah, memegangi perut masing-masing, "lo lucu banget deh, Angga," celetuk Verni semakin berani.

Simon mundur saat Verni kembali berusaha mendekatinya, bahkan lebih nekat. Gadis gila ini berusaha memeluk Simon, yang otomatis aktivitas itu terpantau jelas oleh Izura. Tanpa berniat membantu sama sekali, Izura seolah menjadi penyimak yang baik saat ini.

"Pergi gue bilang. Bacotan lo bikin gue enek, pergi lo ciwi gila." Simon membentak.

"Gila cinta padamu Angga. Sini aku peyuk."

Simon menatap Izura mengiba, berusaha meminta pertolongan. Dengan tangan terkatup di dada juga mata berkaca-kaca, Simon terus memberi isarat. Mau tak mau Izura kasian juga.

"Sini dong, Angganya Verni!"

"Lo gila, gue waras. Gue ga gila, lo yang ga waras," umpat Simon tak bermutu.

'Perasaan artinya sama,' batin Izura bertanya tanya.

"Babang Angga, aku peyuk yah. Hyaa."

"TYDAKKKK."

Dalam hitungan detik Simon berteriak histeris dan seketika itu juga dia ngacir bersama Izura.

.
.

Tgl: 20 Juni 2020
Ttd: Paturisin pupu

Jangan lupa divote( ˘ ³˘)♥. Karena itu sangat berharga untukku.

Yang ceritanya mau ku baca juga, silakan DM aku(。♥‿♥。).

Yang ceritanya mau ku baca juga, silakan DM aku(。♥‿♥。)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Katakan! Siapa Pengirimmu?(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang