49. Terungkap

74 24 32
                                    

Izura merenung di balkon kamar. Dia selalu mengabaikan pesan singkat dari Darren. Walaupun nyatanya hatinya sesak bukan main, rasanya tertohok dan terluka. Izura tak mengerti, dia yang menjauhi Darren tapi dia pula yang terluka lebih parah.

Matanya melotot saat tak sengaja menangkap sosok siluet seorang pemuda yang menaruh bunga di pintu utama. Hanya saja pemuda itu memakai Hodie hingga kepalanya tak terlihat.

Izura menyambar jaket dan melengos menuju ke bawah. Dia mengejar pemuda berhodie biru itu yang baru saja masuk taxi dan pergi menjauhi perumahan komplek. Izura menghentikan tetangganya—Kiko, anak Bu Marni yang mengendarai motor beat di depan rumah. Kebetulan yang menguntungkan.

"Tolong kejar mobil itu yah. Please," mohon Izura di depan Koko dengan tatapan mengiba.

"Tap—"

"Gue bayar berapapun lo mau."

"Asikk, yo naik."

Izura mendengus, orang-orang terlihat menyebalkan dengan kelakuan matre mereka. Tapi apa pedulinya, kali ini yang terpenting adalah mengejar si pengirim bunga. Rasa-rasanya Izura pernah melihat perawakan pemuda itu, juga hodje yang dipakai si pemuda. Tapi entahlah Izura lupa. Benar-benar lupa.

Motor Kiko berada tepat di belakang taxi. Mereka ugal-ugalan meliuk dijalanan kota tanpa takut mati. Kiko seolah telah handal mengendarai ksatria bajanya—motor. Selama perjalanan pun Izura mencoba menghubungi Simon. Ini sebuah hal penting yang mesti karibnya ketahui.

"Kenapa, Zy?" tanya Simon.

"Gue lagi ngikutin seseorang, Mo. Lo pasti bakalan kaget nantinya, dia yang gue cari selama ini." Izura menepuk-nepuk bahu Kiko agar motornya bisa menyalip mobil taxi tersebut.

"Siapa? Lo lagi ngejar maling yah? Wah gue kok ga penasaran yah."

"Bukan maling lah. Pokoknya ni orang lagi menuju ke alun-alun, gue ngikutin dia."

Izura pokus menatap kendaran beroda empat di depannya, dan tidak merasa aneh saat Simon berhenti bicara diujung sana. Hingga lama kelamaan Izura mendengus juga.

"Salmon! Lo masih idup kan?"

"Masih kok alhamdulillah. Btw lo ngikutin siapa sih?"

Izura mendengus lagi saat hampir saja dia bisa menyalip namun segera dihalangi oleh truk pembawa beras. Menyebalkan. "Ngikutin orang lah, cowo yang pake hodie biru."

"ALAMA!"

Izura terlonjak saat mendengar ucapan Simon yang mendadak, "lo ngagetin gue aja."

"Lo ngikutin mobil taxi warna hitam yah."

Izura mengangguk. Dia menoleh ke kanan kiri, berharap Simon menampakan wajahnya. Tapi nihil, tak ada Simon disini. Lagi pula dia sedang berkendara bersama Kiko. Mustahil Simon memata-matai. Kecuali Simon punya kemampuan jadi dukun.

Mobil taxi itu berhenti mendadak. Otomatis Kiko menghentikan motornya juga dibelakang mobil itu. Degupan jantung Izura memompa lebih cepat saat dia melihat pintu terbuka dan pemuda berhodie biru keluar dengan segaris senyum mengembang.

"IZY!!! INI GUE!" Pemuda itu melambai pada Izura dengan ponsel tergenggam di telinga.

Degh!

Sedangkan Izura sendiri hanya melongo, menyaksikan pemuda berhodie yabg tak lain adalah Simon. Jadi selama ini?

Astaga.

.
.

Izura menangis dihadapan Tresa dan Liliack. setelah bertemu Simon tadi Izura langsung kabur dan menuju rumah Liliack. Memanggil Tresa juga ke sana.

"Jadi maksud lo, si pengirim bunga itu bukan Darren?" tanya Tresa yang telah mendengar keluh kesah sahabatnya sedari 20 menit terakhir. Sejak bercerita pun tangisnya tak kunjung berhenti. Dia semakin terisak saat menceritakan kejadian tadi.

"Bukan."

"Kok elo sesedih ini."

Izura menghapus air matanya, "lo berdua ga ngerti yah. Gue tuh cinta sama si pengirim bunga karena gue pikir itu Daren. Tapi nyatanya...." lagi-lagi dia menangis.

"Lo tinggal cinta sama Simon," celetuk Liliack tanpa disaring terlebih dahulu.

Izura menggeleng, mengambil tisu lalu membersihkan ingus yang belepotan. Dia bersandar di bahu Tresa dengan iskan kecil. Nasibnya selalu buruk, entah kenapa? Harusnya Izura tahu bahwa yang mengirim bunga adalah Simon, terlebih Simon pernah mengatakan bahwa dia suka mawar saat pertama mereka kenal.  Kenapa Izura bisa lupa.

"Coba ceritain tentang orang yang lo cinta." Tresa bertanya pasti. Izura menghapus jejak air matanya lalu menatap Tresa dengan senyum kecut.

"Dia orang paling nyebelin yang pernah gue kenal.  Mau suka, ataupun duka tu orang ga pernah ninggalin gue. Dia baik tapi otaknya agak geser. Dia juga ga pernah bikin gue nagis, cuma bikin gue kesel tapi ga pernah gue nagis karena dia. Dia yang paling ngerti perasaan gue.

Dia abang, temen, sampe sahabat bagi gue. Dia juga yang selalu suport gue...." Izura menggantung ucapannya sambil terus menerawang jauh. Memikirkan sosok yang dia ceritakan.

"Siapa dia?" tanya Liliack menaikan sebelah alisnya.

"Simon Erlangga."

"Lah, gue pikir elo lagi nyeritain si Darren," celetuk Tresa membuat Izura diam tak berkutik.

Hatinya tertohok.

Semua yang Tresa ucapkan ada benarnya. Kenapa dia malah membicarakan Simon?

Izura pikir teman-temannya menyuruh dia menceritakan sosok Simon. Jadi tadi pertanyaan Tresa salah dia artikan. Astaga!

Mungkinkah Izura telah—matanya terpejam. Tak mau membahas apapun lagi.

.
.

Tgl: 16 Agustus 2020

Katakan! Siapa Pengirimmu?(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang