16. Hantunya nyata

117 39 130
                                    

"Sahabat gue gak sebanyak orang demo. Tapi kalo kumpul, ramenya kaya stadion Bung Karno."

Dari: Berbagai sumber.
....


Izura menatap pemuda di seberang sana penuh ke kaguman. Dia segera melintasi jalan setengah berlari kearah Darren. Tak tahulah dia bahwa ada sebuah sedan merah yang melaju cukup kencang kearahnya. Izura terlalu pokus pada satu titik-Darren.

"IZURA!" pekik Darren kaget.

Izura tersentak, suara Darren tepat bersamaan dengan decitan rem yang memekakan telinga. Beruntungnya, kesadaran Izura kembali pulih, dia segera berlari tak tentu arah. Yang terpenting adalah menjauh dari jalanan padat kendaraan tersebut. Izura-selamat. Namun, apa boleh buat, Izura terlalu tergesa sampai-sampai tersungkur mengenai kawanan rumput liar. Tergeletak di samping jalanan kompleks.

Dari sanalah, kesadarannya kian memudar.

Izura hanya menangkap suara derap langkah seseorang mendekat, lalu setelahnya, semua menjadi buram. Izura memejamkan matanya. Dia ... pingsan.

.
.

Izura tersadar, matanya terbuka lebar mencoba menyesuaikan intensitas cahaya yabg masuk ke retinanya. Alangkah senangnya Izura saat orang pertama yang dia lihat adalah Darren. Pemuda dengan tatapan tajamnya. Darreb tengah mengenakan headset dengan tenang di sampingnya. Dia tak menyadari kesadaran Izura.

"Duh. lutut gue," lirih Izura saat merasakan kengiluan di kakinya. Sontak saja Darren melepas headset putih tersebut. Raut wajah Darren tak berubah sekalipun. Izura jadi ragu, apakah Darren mencemaskan dia. Walaupun begitu, Izura tetap menerima air minum dari Darren.

"Nih!"

"Buat gue?"

Darren memutar bola matanya malas, "iya."

Dengan perlahan Izura menerima minum tersebut dengan telaten. Tak lupa, Izura juga menyeruputnya hingga habis tak tersisa. Sekarang, Izura malah menatap Darren sambil mesm-mesem tidak jelas. Tapi tentu saja hal itu benar-benar Darren hiraukan. Sejak kapan Darren peduli terhadap seseorang.

"Btw, makasih udah nolongin gue. Lo pasti gendong gue ke sini kan?" tanya Izura pede. Posisi duduknya dia benahi sebaik mungkin. Izura menyempatkan waktu untuk melirik Darren diam-diam, menurutnya Darren itu pemuda baik. Hanya saja dia agak menyebalkan. Izura terkekeh, gazebo rumah Darren sudah jadi hal biasa untuknya bersantai dengan Darren.

"Gue gak gendong elo."

"Ga usah boong lah. Gpp, gue ikhlas kok, banget malahan. Lo udah nolongin gue berkali-kali, jadi malu gue. Makasih banyak yah."

"Buat?"

Izura mendengus, namun tak lama dari itu senyumnya kembali terbit begitu memukau, "udah nolongin gue tadi pas pingsan."

Kening Darren mengernyit, mencoba berpikir lalu dia menggidikan bahunya acuh. "Hmm," jawabnya tak peduli.

"Ren, gue boleh nanya gak?"

"Walaupun gue bilang enggak. Lo pasti tetep nanya," papar Darren ketus. Izura malah menyunggingkan senyuman terbaik untuk Darren, senyum termanis yang ia punya. Cukup menawan.

"Nah itu lo tau. Cie, lo udah tau tentang gue nih ye?"

Darren tak menanggapi. Untuk apa jika hanya membuang-buang waktu.

"Jadi ... kita udah temenan kan ya? Bener kan, iya kan. Iyain dong susah banget."

"Iya."

"YES! Berarti mulai sekarang lo temen gue, bener gak?"

Katakan! Siapa Pengirimmu?(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang