[7] Again

441 56 12
                                        

Bel istirahat pertama baru saja berbunyi, sudah dipastikan koridor langsung saja dibanjiri oleh murid-murid yang baru saja keluar dari kelas masing-masing.

Pemandangan seperti itu sudah biasa di SHS, bahkan mungkin juga berlaku untuk sekolah-sekolah lainnya. Para murid tampaknya sudah tak sabar ingin menjejali perut dengan makanan kantin. Mereka lelah setelah otak dan tenaga dikuras habis untuk menyerap pelajaran.

Namun banyak juga murid yang tak berminat membawa tubuhnya ke kantin. Ada yang memilih tetap di kelas atau beranjak ke taman belakang yang tempatnya nyaman untuk tidur walau hanya beberapa menit.

Dan Selma bukan termasuk dalam opsi di atas. Gadis yang hari ini memakai jepit pita putih di samping poninya, memilih membawa tubuhnya ke gedung sekretariat ekskul. Tak lupa ia membawa sketchbook dan pouch berisi pensil dan kawan-kawannya yang ditenteng tangannya.

Beberapa menit berjalan sampailah Selma di depan ruang Drawing Club. Dengan cekatan, gadis itu segera membuka pintu ruangan dengan kunci duplikat yang memang selalu dibawanya.

Ruangan yang tak terlalu luas itu tentu saja sepi. Hanya ada meja panjang di tengah-tengah dengan kursi yang mengelinginya. Di sudut ruangan ada lemari yang menyimpan berkas-berkas menyangkut ekskul. Sedangkan di sudut lain ada meja khusus yang menjadi wadah karya dari para anggota Drawing Club. Dinding ruangan pun tidak polos seperti ruangan ekskul lain. Ada mural di sana yang tentunya karya anggota Drawing Club.

Selma tersenyum tipis melihat pemandangan yang sudah akrab dengannya satu tahun terakhir ini. Gadis itu tak pernah menyangka, lima bulan sebelumnya, ia terpilih menjadi ketua Drawing Club dengan sesi voting.

Meletakkan benda-benda yang tadi dibawanya, Selma segera duduk di salah satu kursi dan mengamati lukisan-lukisan yang dipajang di dinding. Ada banyak lukisan di sana, mungkin sekitar 20-an dengan ukuran sedang. Di antara lukisan berbagai tema itu, salah satunya adalah karya Selma.

Lagi-lagi Selma tersenyum melihat lukisan-lukisan tersebut. Mendadak hatinya berubah sendu mengingat ekskul Drawing Club diambang kehancuran. Kalau ia tidak berhasil memenangkan lomba ilustrasi itu, tempat ini pasti akan diubah. Drawing Club dibubarkan. Anggota ekskul terdahulu pun pasti akan menyayangkan hal tersebut. Dan juga, Bu Kiana pasti kecewa.

Menghembuskan napas, Selma mulai membuka lembaran sketchbooknya yang sudah digambari banyak objek di sana.

"Gue pasti bisa! Gue harus menang!" Selma memberikan sugesti pada dirinya sendiri seraya mengepalkan tangan. Dengan hati ringan, ia mulai membuka pouchnya dan mengambil salah satu pensil gambar di sana.

Mendadak ucapan-ucapan Bu Kiana kembali menggema di kepalanya. Disusul suara dari Syifa, Garel dan Alif yang memberinya semangat. Maka dengan lancar, goresan objek di kertas mulai Selma bentuk di sana.

Ini latihannya yang pertama.

***

"Mau balik bareng nggak?"

Selma yang berdiri di pinggir koridor seraya menatap rinai hujan sontak menoleh ke arah Kanin yang baru saja bertanya. Dengan gerakan pelan ia menggeleng. "Gue gak langsung pulang. Ada urusan."

"Dihh, sok banget lo. Emang urusan apa, sih? Ekskul?"

"Bukan."

"Arial?"

Selma mengernyit mendengar ucapan itu, lantas ia kembali menggeleng. "Napa Arial dibawa-bawa coba," decaknya pelan.

Halcyon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang