[24] Tangisan

339 41 3
                                    

Hari ini adalah hari pertama diadakannya UTS di Star High School. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kelas mereka diacak.

Selma menghela napas pelan ketika melihat namanya terpampang di pintu kelas 11 IPA 1. Ia akan mengikuti UTS-nya di ruangan itu seminggu ke depan. Tapi, bukan itu yang menjadi masalahnya.

Dia tidak satu ruangan dengan Kanin, juga Azel yang notabenenya anak IPA 1.

Di antara 20 nama-nama siswa di sana, hanya segelintir yang Selma kenal. Sebagian besar dari kelas 10 yang merupakan anggota Drawing Club.

Jam masih menunjukkan pukul 6.15, masih sedikit murid yang ada di ruangan tersebut. Selma memilih duduk di kursi bagian pinggir nomor empat dari belakang.

Tanpa sadar, perempuan itu menghela napas keras-keras. Hari ini, ia akan ujian mata pelajaran Agama dan PPKN. Semalam dia sudah belajar habis-habisan. Kali ini, Selma tidak ingin mengecewakan mamanya.

Mengenai hukuman itu, sama sekali tidak Selma pikirkan. Meskipun memang beberapa hari ini ia memilih untuk berhemat dengan cara hanya jajan seadanya.

Baru saja Selma membuka buku Agamanya, pergerakan dari bangku samping mengalihkan atensinya. Bola mata gadis itu sedikit membulat ketika melihat sosok itu.

"Kayak gak pernah liat cowok ganteng aja," sindir Arial ketika ia meletakkan buku-buku tebal di meja.

Mulut Selma terbuka. Sedikit tidak menyangka bahwa sosok di sampingnya ini memang Arial. "Lo--- lo juga di ruangan ini?"

Arial mengangguk mantap. "Dari gue kelas 10, gue emang selalu ditempatin di sini, sih."

"Kok gue tadi gak ngeliat nama lo, ya?" Selma bertanya lebih kepada dirinya sendiri. Ia memang tadi sempat membaca nama-nama siswa yang akan menjadi teman seruangannya, tapi ia sama sekali tidak menemukan nama Arial di sana.

"Lo bacanya kecepetan dan gak fokus. Nama gue ada di urutan 19," ujar Arial terdengar kalem. Akhir-akhir ini intensitas kata-kata pedas nan tajamnya sedikit berkurang.

Hanya sedikit.

Selma menggeleng pelan, masih tidak menyangka. Apakah ia sebegitu tidak fokusnya tadi?

Namun, apapun itu, tidak ada yang perlu Selma permasalahkan. Bukannya bagus ia bisa seruangan dengan Arial. Ada penyemangat. Meskipun nanti dia pasti akan disembur kata-kata pedas sesekali.

"Masih belajar juga?" Arial melirik buku yang terbuka lebar di depan Selma. Raut wajah cowok itu terlihat datar.

"Memperdalam materi aja, sih."

Tak disangka, Arial malah mendengkus keras. "Kok gue ngerasa lo terlalu memaksakan diri, ya?"

Selma meneguk salivanya kasar mendengar kalimat itu. Kata-kata Arial memang ada benarnya. Kalau boleh jujur, Selma ingin menyudahi aksi memforsir diri ini. Semalam, ia hanya tidur dua jam.

Kalau saja ia mempunyai otak encer seperti Azel, mungkin Selma tak perlu belajar sekeras ini.

"Lo bilang apa, sih. Gue gak maksain diri kok," tukas Selma seraya menarik senyumnya. Senyum yang tak sampai di mata, dan Arial menyadari hal itu.

"Boleh gue minta satu hal sama lo?" tanya Arial dengan nada serius.

Selma mengernyitkan keningnya, lantas mengangguk sekali.

"Jangan lakuin sesuatu yang gak lo suka, dan cuman pengen dapet pengakuan dari orang lain. Itu bisa nimbulin penyakit."

Selma mengerjap-ngerjapkan matanya pelan. Kalimat itu diucapkan dengan datar.

Halcyon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang