[39] Yang Tak Ingin Dilepas

212 31 1
                                    

"Makasih, ya, Yal. Lo udah nolongin gue sama Mama."

Arial hanya mengangguk seraya tersenyum kaku. Gelas berisi teh di depannya ia perlahan seruput. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 12 malam, dan belum ada tanda-tanda Arial akan minggat dari sana.

Dokter Vincent— Dokter kepercayaan keluarga Audya baru saja pergi beberapa menit lalu. Audya memilih untuk tak membawa mamanya ke rumah sakit karena tadi terlalu dilanda kepanikan. Untung saja ada Arial yang dengan senang hati membantu menghubungi Dokter Vincent.

"Lo udah telfon bokap lo?" tanya Arial setelah beberapa menit saling mendiamkan.

Audya tersenyum sedih lantas menggeleng. "Nggak diangkat, Yal. Lagian, kan, mereka udah nggak ada hubungan apa-apa lagi." Ada segumpal kesakitan yang tertahan di tenggorokan ketika Audya menyebutkan kata-kata itu. Ia hanya merasa bahwa jarak antara mama dan papanya memang sudah sejauh itu.

Arial bergeming sejenak. Sudah berapa lama ia tak melihat Audya dalam keadaan rapuh begini? Maksudnya rapuh karena masalah keluarga, bukan karena 'percintaan'.

Anak memang selalu menjadi korban ketika orangtua mereka bercerai. Dan Audya adalah salah satunya. Arial tidak tahu banyak apa yang menyebabkan orangtua Audya bisa berpisah. Namun mendengar cerita-cerita gadis itu, Arial bisa menarik kesimpulan jika yang menjadi masalahnya adalah kesibukan.

Klise memang.

Renata—Mama Audya adalah seorang desaigner terkenal. Sudah banyak artis-artis Indonesia yang memakai jasanya untuk membuat sebuah outfit yang highclass. Sedangkan Bram—Papa Audya adalah seorang direktur utama di sebuah perusahaan kuliner.

Sudah bisa ditebak, keduanya adalah orang-orang sibuk yang mana untuk menghabiskan waktu amatlah susah. Semua berawal dari kesibukan keduanya hingga saling menyalahkan.

Dan, sudah bisa diprediksi akhirnya akan bagaimana. Keduanya memilih jalan yang paling dibenci oleh seluruh anak di dunia. Perceraian.

Audya mungkin saja bisa gila karena hal itu. Selama hidup hampir 16 tahun, ia jarang sekali mendapat kasih sayang dari orangtuanya. Dan kini mereka berpisah dan memaksa Audya untuk memilih tinggal dengan siapa.

Pada akhirnya Audya memilih ikut Mamanya, bukan karena paksaan dari Mamanya sendiri. Melainkan hak asuh jatuh di tangan Renata.

Awal sesudah perceraian orangtuanya adalah masa-masa terpuruk Audya. Ia merasa sudah tak ada gunanya lagi hidup. Namun, itu semua sirna ketika Arial datang. Merangkul dan berdiri di sampingnya. Hingga kejadian tak diinginkan terjadi sampai hari ini membuat hubungannya dengan Arial tak selepas dulu.

"Yal, mending lo pulang aja deh. Udah mau jam 12 malem juga. Gue nggak bisa izinin lo nginep karena tetangga pasti mikir yang aneh-aneh," ujar Audya. Ia menyentak Arial dari lamunannya.

"Oke. Gue bakalan pulang. Telfon gue kalo misalkan butuh bantuan."

Audya mengangguk patuh. Setelahnya ia mengantar Arial sampai ke halaman depan. Angin malam menusuk kulit, komplek perumahan Audya terlihat hening dan sepi.

"Tolong bilangin ke Tante Renata, semoga cepet sembuh dan tetep jaga kesehatan," pesan Arial seraya memasang helmnya.

"Iya. Lo juga hati-hati di jalan."

Arial hanya mengangguk dan mulai men-starter motor vespanya. Baru saja ia ingin membawa kuda besi itu keluar dari sana, panggilan Audya menghentikan pergerakannya.

"Arial?"

"Iya?"

"Makasih," ucap Audya dengan tulus, senyum turut ia kembangkan. "Dan besok, gue bakalan putusin Wira. Sesuai permintaan lo."

Halcyon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang