Audya baru saja keluar dari ruang ekskul PMR ketika seorang siswa menghadang jalannya. Gadis itu sedikit tertegun ketika mendapati sosok tinggi Arial sudah berdiri di depannya, dengan jersey kebanggaan klub futsal sekolah.
Saat ini memang sudah jam pulang. Sebagian murid ada yang tetap bertahan di sekolah untuk mengikuti kegiatan masing-masing. Entah itu kumpul ekskul maupun hanya nongkrong saja.
Dan Audya termasuk dalam murid tersebut. Ia baru saja membantu Nana—sang Ketua ekskul PMR, merekap beberapa file penting untuk dikumpulkan kepada pembina. Dan temannya itu sudah pulang duluan, beberapa menit yang lalu.
"Kenapa, Arial?" tanya Audya dengan nada penasaran. Gadis itu berusaha menjaga raut wajahnya agar tak kelihatan terlalu bahagia. Ia hanya tak ingin jatuh untuk kesekian kalinya lagi, meski memang ia belum bisa move on seratus persen. Namun, progress-nya sudah semakin tinggi mengingat ada Wira yang selalu berdiri di belakangnya.
Terlihat Arial menghela napas sejenak. "Udah berapa lama lo pacaran sama Wira?"
Seperkian detik Audya sempat memekik kegirangan. Namun, ia langsung menyadarkan diri. Sekali lagi menegaskan bahwa ia tak ingin jatuh sejatuh-jatuhnya lagi.
"Udah mau jalan dua bulan. Emang kenapa?" tanya Audya dengan berani. Dalam hati ia cukup penasaran kenapa Arial begitu peduli hubungannya dengan Wira. Cemburu kah? Namun, Audya lekas terkekeh dalam hati. Itu sangat tidak mungkin mengingat Arial sudah menolaknya beberapa kali.
"Gue gak tau apa motif kalian bisa jadian kayak gini. Tapi gue mohon, Au, lo jauhin Wira. Dia nggak pantes buat lo!" ujar Arial dengan nada yang kentara sekali sangat frustasi.
Audya tersenyum sinis, lalu berucap, "Terus yang pantes buat gue itu kayak gimana, Yal? Kayak lo?"
"Enggak. Bukan gitu. Tapi gak harus Wira juga, kan? Lo pasti udah tau tapak jejaknya cowok itu di sekolahan."
"Anak bandel? Tukang rusuh? Hobi tawuran?" Audya mengangkat dagunya, menantang. "Itu maksud lo?"
Arial kehilangan kata, tiba-tiba saja Audya yang selama ini ia kenal sebagai gadis rapuh nan manis berubah menjadi gadis yang pemberani. Perubahan yang sedikit membuat Arial kaget.
"Gue nggak peduli, Yal. Selagi Wira nggak nyakitin gue, gue bakalan tetep terima dia. Karena nyatanya cuman dia yang bantu gue berdiri tegak lagi saat gue lo tolak!" Audya berteriak, tepat di depan muka Arial. Melampiaskan semua emosi yang bergumpal besar pada cowok itu.
Detik setelahnya, Audya terkekeh sinis. "Lagian gue nggak peduli sama penilaian lo dengan orang-orang tentang Wira. Kalian nggak tau apa-apa."
"Gue tau apa-apa. Makanya gue berani bilang kayak gini sama lo!" sergah Arial cepat. Ingin sekali ia membeberkan semua percakapan yang ia dengar kemarin. Tapi Arial tidak boleh gegabah, apalagi ia yakin Audya tak mungkin percaya begitu saja. Cewek itu mungkin saja telah dicuci otaknya.
"Lo nggak tau apa-apa!"
"Seandainya gue nggak tau apa-apa, gue nggak bakal capek-capek datengin lo di sini cuma mau ngomong. Lo tau gue, kan, Audya?" desis Arial tajam. Ucapan itu mendadak membuat Audya terdiam, merinding hebat.
Tentu saja ia tahu bagaimana Arial. Cowok itu adalah sosok yang tidak suka meribetkan dirinya dengan segala hal. Kecuali kalau itu memang sangat penting dan urgent. Dan Audya juga tahu, kalau Arial mendatanginya, berarti masalah mereka memang cukup serius.
"Kasih gue alesan kenapa gue harus jauhin Wira?"
Arial mengetatkan rahangnya. Sebenarnya ia tidak suka jika harus mengungkapkan segala keburukan orang lain. Namun, di sini ia tak punya pilihan. Audya terlalu keras kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halcyon [Completed]
Teen FictionSelma Tabitha bukanlah murid terkenal di Star High. Gadis berambut sebahu itu hanyalah siswi biasa yang beruntung bisa terangkat menjadi ketua drawing club. Hidupnya tenang-tenang saja dan terkesan monoton. Sampai suatu hari Selma melakukan sebuah k...