Selma turun dari boncengan motor Arial dengan senyum merekah. Baling-baling di tangannya tampak berputar mengikuti gerak angin.
Arial membantu melepas helm gadis itu, lalu merapikan poni Selma dengan gerakan pelan. Perlakuan yang mampu membuat tubuh Selma terpaku sejenak.
"Kayak bocah aja, berantakan gini." Arial berkomentar ketika aktivitas merapikan rambut Selma selesai.
"Ish, mulutnya minta dikatain banget. Rambut gue berantakan gini karena lo bawa motornya kekencengan!" protes Selma, terdengar tak ingin disalahkan.
"Yang minta gue bawa motor cepet tadi siapa, ya?"
Selma langsung gelagapan. Tadi, mereka memang sempat mampir di sebuah kedai es krim. Tapi tiba-tiba saja Selma menunjuk seorang pedagang mainan yang ada di samping kedai tadi. Gadis itu meminta dibelikan baling-baling. Arial tadinya menolak, karena menurutnya mainan itu hanya untuk anak kecil.
Namun, tetap saja yang namanya sudah bucin, Arial akhirnya membelikan Selma baling-baling yang diinginkan gadis itu. Meski ia harus ngomel-ngomel dulu.
Dan perjalanan pulang tadi, Selma meminta Arial membawa motornya kencang karena ingin melihat baling-baling di tangannya berputar cepat. Maka, tanpa protes apapun lagi, Arial mengikuti apa mau Selma.
Sepanjang perjalanan, Arial bisa mendengar tawa Selma mengudara. Terdengar bahagia, lepas, dan bebas. Dan tentu saja ia ikut senang mendengarnya. Seolah, apa yang gadis itu alami belakangan ini tak menyurutkannya untuk tetap bahagia.
Melihat hal itu, Arial tak akan mempermasalahkan kalau Selma ingin membeli mainan yang bagaimana lagi. Ia akan menuruti apa mau gadis itu jika hal sederhana seperti itu bisa membuatnya tertawa lepas.
"Ya–yaa, gue, sih." Selma meringis pelan seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Salah tingkah dan malu bercampur aduk sekarang.
Arial malah tersenyum gemas melihat pemandangan di depannya. Ia mengacak-acak poni Selma seraya terkekeh. "Malu sendiri, kan, lo? Makanya gak usah marah-marah."
"Lo duluan yang mancing. Ngatain rambut gue berantakan!"
"Kan, emang fakta."
"Ya udah, sih, gak usah diperjelas gitu," ujar Selma seraya mencebikkan bibir sebal. Beberapa hari dekat dengan Arial, rasa emosi tetap tak bisa surut jika sudah berhadapan dengan cowok itu. Karena Arial selalu saja memancing terlebih dahulu. Entah itu mengomentarinya atau mengucapkan kalimat pedas andalannya. Membuat Selma jadi bertanya-tanya sebenarnya perasaan Arial kepadanya bagaimana.
Terkadang cowok itu bersikap manis dan tak terduga seperti di atap sekolah waktu itu. Juga di dapur rumahnya kemarin. Tapi di lain waktu, Arial bisa menjadi seseorang yang seperti Selma baru kenal. Melemparkan kalimat pedas dan memberikan komentar buruk setiap ia melakukan sesuatu.
Selma pusing. Walaupun beberapa hari ini ia memang dekat dengan Arial. Nyatanya hubungan keduanya tidak jelas, namun terlihat saling membutuhkan. Tidak terikat, namun terlihat erat.
"Masuk sana. Ntar nyokap lo keluar, terus gue sama beliau ketemu deh." Arial berujar, menyentak Selma dari lamunan sesaat.
"Ck, bukannya emang pernah ketemu?"
"Tapi bentar doang," pungkas Arial cepat. Detik setelahnya ia menampilkan senyum miring. "Gimana kalo hari ini gue sama nyokap lo ketemu, Sel? Ngobrol-ngobrol gitu, kayak lo sama mami gue kemarin."
Selma membulatkan matanya sejenak. Ia langsung menggeleng cepat. "Jangan! Jangan dulu!"
Arial berdecak. "Terus kapan? Jujur, ya, gue tuh kadang ngerasa kayak cowok pengecut. Bawa anak cewek jalan, nganterin pulang-pergi sekolah, tapi gak pernah izin sama ortunya si cewek ini. Gak gentle, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Halcyon [Completed]
Teen FictionSelma Tabitha bukanlah murid terkenal di Star High. Gadis berambut sebahu itu hanyalah siswi biasa yang beruntung bisa terangkat menjadi ketua drawing club. Hidupnya tenang-tenang saja dan terkesan monoton. Sampai suatu hari Selma melakukan sebuah k...