[47] Kabar

235 30 10
                                        

Selma mengantar Arial sampai parkiran rumah sakit. Gadis itu masih bisa merasakan pipinya memanas. Apalagi mengingat kejadian tadi di dalam ruangan. Namun, sepertinya Arial tidak memusingkan hal tersebut. Pemuda itu justru terlihat lebih santai.

"Makasih, ya, Yal, udah dateng," ujar Selma tulus. Sesekali dia menundukkan pandangan.

"Enggak masalah, Sel. Gue malah seneng lo udah punya keberanian buat ngenalin gue sama bokap nyokap lo." Arial mengulas senyum tipis. "Meski yaaa ... kita gak bisa pacaran, sih." Ada kekehan di akhir kalimat. Membuat Selma semakin menundukkan pandangan, malu.

Hening sejenak. Hanya terdengar suara orang lalu-lalang di sekitar mereka. Berikut suara kendaraan yang terdengar sampai halaman rumah sakit.

"Kita ... kayak gini aja, ya?" Arial membuka suara lagi, memecah hening yang sempat mengambil alih.

Selma mengernyitkan kening, lantas berdeham pelan. "Maksudnya?"

"Yaa ... untuk sementara biarin hubungan kita kayak gini aja. Bokap lo nggak mau kita pacaran soalnya," ujar Arial frontal, disertai ringisan kecil.

Selma memilin ujung baju dikenakan. Bingung akan merespon apa ucapan Arial tersebut.

Tubuh Selma tersentak kala Arial memegang bahunya. Cowok itu terlihat mengulas senyum lantas mengusap rambut Selma dengan lembut.

"Kita punya perasaan yang sama, Sel. Gue sayang sama lo, begitu pun juga elo yang sayang sama gue. Walaupun lo enggak pernah ngungkapin itu secara gamblang. Yaaa ... katakanlah gue terlalu percaya diri."

Selma masih membungkam bibir. Mengikuti alur kemana Arial akan membawanya.

"Untuk sekarang, kita enggak usah pacaran. Tunggu sampe lo sarjana," lanjut Arial, senyum masih terpatri di bibir pemuda itu.

Selma berdeham sejenak. "Kenapa cuma gue?"

Arial mengangkat alis tinggi-tinggi, lantas berucap, "Hm?"

Tubuh Selma maju, lantas dia mendongakkan pandangan. Lebih memberanikan diri menatap tepat di kedua bola mata Arial.

"Tunggu sampe kita berdua sarjana," ucap Selma, diiringi senyum geli. Gadis itu merasa lucu saja saat melihat wajah Arial menegang, meski hanya berlangsung beberapa detik.

"I see, oke kalo gitu. Gue tunggu, sampe kita berdua punya gelar."

Lantas, ucapan itu seolah menjadi harap oleh dua anak manusia tersebut. Entah, harap itu akan terwujud atau hanya sebagai bahan penenang lantaran hidup tak pernah semudah itu.

Setelah berpamitan sekali lagi, Arial mulai membawa motor vespanya keluar dari halaman rumah sakit. Angin malam langsung menyerbunya kala pemuda itu sudah berada di jalanan.

Arial tersenyum di balik helm. Terlalu banyak kejutan yang dia dapat malam ini. Selma yang sudah berani, Vian yang memintanya jangan memacari Selma, dan fakta bahwa gadis itu benar-benar memiliki perasaan terhadapnya.

Dia tak akan menyia-nyiakan kepercayaan Vian. Entah, Arial bisa menunggu sampai waktu yang ditentukan atau tidak. Akan banyak rintangan nanti, perasaan bisa berubah kapan saja. Yang jelas, untuk sekarang, tekad Arial sangatlah kuat.

Selma adalah tujuannya, setidaknya untuk saat ini. Dan Arial hanya bisa berharap, semoga semesta senantiasa mendukung.

Terlalu banyak melamun, Arial sampai tak sadar dari arah berlawanan ada sebuah truk yang melaju kencang. Nahasnya, truk tersebut menuju arahnya dan terlihat tak terkendali.

Di detik-detik terakhir, Arial baru tersadar. Baru saja dia ingin membelokkan motornya untuk menghindar, tabrakan maut itu tak bisa dicegah.

Arial bisa merasakan tubuhnya menghantam sesuatu yang keras sebelum angin malam yang terasa dingin menghampiri. Tubuh pemuda itu melayang di atas truk.

Halcyon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang