[1] The Begin

675 69 20
                                    

Jari-jari Selma mengetuk permukaan meja dengan gerakan tak santai. Mata gadis itu tampak sayu dan hatinya tengah bergemuruh. Ia dilanda kecemasan. Kejadian beberapa menit lalu masih bergaung di kepalanya, membuat Selma diam-diam bergidik ngeri ketika kembali mengingat hal itu.

Kini, ia sedang berada di ruang OSIS. Dan jangan tanya kenapa Selma bisa ada di sini. Setelah ia melakukan kesalahan tak disengaja tadi, ia langsung diseret dengan tak berperikemanusiaannya oleh Arial ke ruangan ini.

Sepasang mata elang tengah menatap ke arah Selma. Sudah lima menit mereka larut dalam keheningan. Dan jujur saja, hal itu semakin membuat Selma digerogoti perasaan tak nyaman dan takut. Apalagi melihat raut wajah tak bersahabat dari pemuda yang berdiri di depannya ini.

"Selma Tabitha, 11 IPS 1. Ketua drawing club, yang mana minggu kemarin baru aja gagal bawa kemenangan buat sekolah."

Selma menahan napasnya sejenak ketika Arial mulai membuka suara. Sungguh, intonasi rendah itu cukup membuat tubuhnya bergetar ketakutan. Padahal dilihat dari wajah, sebenarnya Arial ini tampan. Tidak, bahkan sangat tampan. Namun sayang sekali, tatapan serta mulutnya yang kadangkala kelewat tajam membuat Arial ditakuti oleh banyak murid. Itu desas-desus yang Selma dengar selama ini.

Dan ternyata desas-desus itu benar.

Arial ini, memang menyeramkan. Bahkan walau hanya ditatap, itu sudah cukup membuat badan bergetar.

"Hukuman apa yang pantes buat orang yang udah ngerusak kamera gue?" Arial berdecih sinis di akhir kalimat. Pemuda itu melirik kamera miliknya yang tergeletak tak berdaya di meja.

Selma menelan salivanya kasar ketika melihat arah pandangan Arial.

"Gue gak sengaja," cicit Selma pelan. Bahkan ia takut sekali mengeluarkan suaranya.

"Ya, karena gak mungkin lo ngelakuin ini dengan sengaja."

"Maaf."

"Lo pikir kata maaf bisa balikin semuanya jadi baik?"

"Tapi lo juga ... salah."

Kening Arial menukik mendengar ucapan bernada lirih itu. Ia memajukan sedikit badannya dan menunduk, menatap bola mata Selma dengan jarak dekat.

"Ma--mau apa lo?"

Arial terkekeh sinis, lalu kembali memundurkan badannya. Gadis di depannya ini penakut sekali, padahal hanya ditatap dari jarak dekat saja. Belum Arial serang dengan kata-kata tajam.

"Bisa jelasin dimana letak kesalahan gue?" tanya Arial dengan datar.

Selma menghela napas sejenak, ia tak boleh takut dengan Arial. Mereka ini sama-sama manusia, maka dengan satu tarikan napas, Selma mulai membuka suara. "Lo tadi jalannya buru-buru, lalu nabrak gue yang lagi ngelamun. Jadi, ini kesalahan bersama."

"Lain kali kalo jalan gak usah ngelamun."

"Iya, maaf," cicit Selma lagi.

Terlihat Arial menghembuskan napas kasarnya. Pemuda itu tampak meraih kembali kamera dengan merk Canon EOS 5D Mark III miliknya. Benda yang sering dibawanya itu tak bisa menyala, entah apa yang terjadi dengan mesinnya di dalam sana.

Selma yang melihat tatapan sendu Arial jadi merasa bersalah. Ini semua salahnya, jika saja ia tak melamun dan bisa menghindari tabrakan itu, kamera Arial mungkin akan baik-baik saja.

"Gue bakal ganti kamera lo," ujar Selma yang langsung mengalihkan atensi Arial dari kamera di tangannya.

Pemuda yang memiliki rambut model spike itu menyunggingkan senyumnya. Senyum yang terlihat mengerikan di mata Selma.

Halcyon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang