[19] Spontanitas

352 44 14
                                    

"Mabar kuy!"

Arial yang sedang menelungkupkan kepalanya di atas meja hanya menggumam tak jelas kala Alden membuka suara. Bu Lina baru saja keluar dari kelas 11 IPA 2 karena pergantian jam pelajaran.

"Heh?! Yal, bangun! Kita mabar! Pak Dedi gak masuk, tenang aja." Alden menoel-noel pipi Arial dengan kencang. Membuat si empunya mau tak mau duduk dengan tegak dan menatap ke arah Alden dengan tatapan tajamnya.

"Jari lo bau terasi!" desis Arial pelan namun mampu membuat Alden bergeming sejenak.

"Mulut lo ye, sekate-kate banget. Tangan wangi gini dibilang bau terasi, gak ada akhlak lo!" Jika biasanya tidak ada yang berani membalas ucapan tajam Arial, maka Alden bisa melakukan hal itu. Alden bahkan bisa mengeluarkan umpan balik pada Arial, walaupun biasanya tetap saja Arial mampu melawannya lagi.

"Cih, wangi dari Thailand!"

Alden berdecak sejenak. "Keluarin hp lo! Kita mabar!" ajaknya lagi. Cowok yang merangkap menjadi sahabat Arial dari jaman SMP itu tampak sudah siap dengan posisi ponselnya yang landscape.

"Hp gue terlalu sultan buat squad-an sama hp kentang lo."

Nyeri.

Alden menggeleng-geleng pelan mendengar kalimat itu. Ia menatap ponselnya dengan tatapan lirih. Arial benar, ponselnya memang kentang. Maklum sudah lama, tapi sampai sekarang belum ia ganti-ganti juga. Padahal ponsel itu sudah retak sana-sini, belum lagi sering nge-lag.

Kalau dibandingkan dengan ponsel Arial, jelas Alden kalah jauh. Seperti level kopi sachet dan kopi starbucks. Tentu saja level kopi sachet Alden yang pegang.

"Lo kalo ngomong suka bener. Tapi tetep aja bikin sakit hati," celetuk Alden.

Arial memutar bola mata, tak berniat menanggapi lagi ucapan itu. Ia sibuk melihat suasana kelasnya yang sudah tak kondusif.

Beberapa anak cowok tampak duduk berjejer di belakang, sebagiannya lagi tidur di bangku masing-masing dengan menelungkupkan kepala di meja.

Sedangkan murid cewek, lebih banyak membentuk kelompok masing-masing. Sejauh pengamatan Arial, ada tiga jenis kelompok cewek di sini.

Pertama, kelompok gosip. Sudah jelas, di sini berkumpulnya para cewek yang suka sekali bergosip. Entah itu tentang cowok, boyband kesukaan mereka sampai urusan percintaan masing-masing.

Yang kedua kelompok yang tampak berjoget-joget di depan ponsel. Ini biasanya mereka sedang bermain aplikasi Tiktok, lumayan buat feed atau snapgram. Dan yang terakhir ada kelompok anak teladan. Murid cewek yang didominasi para langganan juara kelas ini tentu saja memilih belajar daripada melakukan hal tak bermanfaat seperti kelompok pertama dan kedua tadi.

Arial menatap jam sport di pergelangan kirinya, sudah pukul 9.50, sekitar setengah jam lagi bel istirahat pertama akan berbunyi.

Dengan gerakan gesit, ia menyambar buku kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono di mejanya dan bangkit dari bangku. Pergerakan itu sukses mengalihkan atensi Alden yang tadinya fokus dengan ponselnya.

"Mau kemana lo?"

"Perpus," jawab Arial singkat, padat, dan jelas.

"Mau ngapain?" tanya Alden retoris. Pertanyaan yang bisa saja membuat dirinya kembali disembur kalimat pedas.

Arial berdecak pelan, ia mengetuk kepala Alden dengan buku di pegangannya.

"Mau ngambil otak lo yang ketinggalan di sana."

Dengan wajah penuh drama kesedihan, Alden mengusap-ngusap dadanya pelan. Berusaha menyabarkan dirinya karena mau-mau saja bersahabat dengan orang model Arial.

Halcyon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang