[25] Genggaman

355 50 15
                                        

Hari terakhir UTS.

Selma menghela napas pelan ketika ia baru saja keluar dari ruang IPA 1. Ia berhasil menjadi siswa pertama menyelesaikan ujian terakhir hari ini di ruangannya.

Suasana koridor lumayan sepi, belum terlalu banyak murid yang keluar dari ruang ujian masing-masing.

Selma bisa keluar cepat karena memang mata pelajaran yang diujikan hari ini merupakan mapel kesukaannya. Sejarah dan Sosiologi.

Seraya berjalan menyusuri koridor, gadis itu tampak menguap beberapa kali. Hampir seminggu ini, Selma memang kurang tidur. Hari-harinya hanya dipenuhi dengan kegiatan belajar, belajar lagi, dan belajar terus.

Selma memang sering merasakan kepalanya berdenyut sakit. Tapi tidak pernah separah waktu di perpustakaan dulu. Kali ini, ia rajin minum vitamin yang ia beli di apotek. Jadi, bisa membantu menjaga daya tahan tubuhnya walau hanya sementara.

Menuruni tangga menuju lantai dasar, Selma bisa merasakan sesuatu yang dingin menyentuh permukaan kulit pipi gembilnya. Gadis itu sontak saja menoleh, dan langsung berdecak sejenak ketika melihat wajah Arial.

"Ngagetin, ih!" seru Selma seraya mengerucutkan bibirnya.

Arial hanya berdeham sejenak sebelum ia meraih tangan Selma dan meletakkan Pocari Sweet dingin itu di sana. "Pura-pura bahagia itu juga butuh tenaga," katanya.

Selma tertawa pelan, sebelum membuka tutup botol dan meminum pemberian Arial. Walaupun mereka satu ruangan hampir seminggu ini, intensitas mengobrolnya tetap tidak banyak.

Arial selalu datang ke kelas di detik-detik jam masuk berbunyi. Cowok itu sedang repot mengurusi segala persiapan pensi yang sebentar lagi akan digelar.

Sedangkan Selma, setelah ujian berakhir, ia selalu melarikan diri ke perpustakaan. Menenggelamkan pikiran beserta tubuhnya di antara setumpuk buku-buku tebal.

"Mau langsung pulang?" tanya Arial ketika keduanya berjalan beriringan menyusuri pinggir lapangan. Mereka baru saja keluar dari gedung kelas.

"Emang mau kemana lagi?"

Arial tersenyum tipis, senyum yang sedikit manusiawi di mata Selma. "Mau ke suatu tempat? Sekalian gue nepatin janji."

Kening Selma mengernyit pelan. "Nepatin janji?"

"Audya."

Mendengar nama itu, sontak saja membuat Selma menepuk kening pelan. Ia nyaris melupakan janji Arial, padahal sudah hampir seminggu ini.

Beginilah kalau dirinya sudah terlalu ambis, apa-apa bisa ia lupakan begitu saja.

Maka dengan gerakan cepat, Selma mengangguk. "Yuk!"

***

Selma sama sekali tidak pernah menyangka, di belakang taman dekat sekolahnya ini ada sebuah danau buatan. Lokasinya memang agak tersembunyi karena terhalangi oleh semak-semak belukar.

Pintu masuk ke sini saja, Arial tadi harus menyingkirkan sebuah semak berwarna hijau kekuningan.

Tapi, serius. Walau danau buatan, tempat tersebut tetap saja memanjakan mata. Tidak terlalu luas tapi airnya berwarna hijau jernih. Di sekeliling danau ditumbuhi tanaman bunga-bunga liar.

Selma duduk lesehan seraya menatap ke arah danau dengan senyuman terpatri di bibir. Berada di tempat seperti ini selalu membuatnya merasa sedang tidak di kota sebesar Bandung.

"Dari mana lo tau tempat indah kayak gini?" Selma bertanya ketika ia merasakan Arial ikutan duduk lesehan di sampingnya. Matahari pukul tiga tampak menyorot keduanya, membuat mata mereka sesekali menyipit.

Halcyon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang