f o u r t y f o u r

1K 246 53
                                    


Ayo, absen dulu siapa yang
lagi baca ini dalam hati sekarang!

Anyway, makasih ya untuk kalian yang nyempetin waktu
untuk baca sampai chapter 44 ini 🌻

{Putar mulmed untuk menemani kamu selagi baca}

Aroma hujan yang terbentur dengan tanah kini mendominasi indra penciuman gadis yang sedang berteduh di bawah ruko kosong dengan langit yang sudah menggelap dan jalanan yang mulai basah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aroma hujan yang terbentur dengan tanah kini mendominasi indra penciuman gadis yang sedang berteduh di bawah ruko kosong dengan langit yang sudah menggelap dan jalanan yang mulai basah. Beberapa orang terlihat berhenti sejenak untuk berteduh atau memakai jas hujan sejenak lalu melanjutkan perjalanannya.

Tangan gadis itu menjulur keluar untuk merasakan air hujan jatuh membasahi telapak tangannya. Dapat terlihat beberapa goresan di pergelangan tangan yang mengering namun masih membekas di sana. Ia malas pulang ke rumah karena ingin melihat dunia luar untuk melupakan segala kepelikannya sejenak, walau sebenarnya gadis itu beberapa waktu ini memang memiliki waktu istirahat yang kurang. Ia lelah namun pikirannya tak mengizinkannya untuk beristirahat.

Perlahan, sorot matanya yang kosong itu teralih pada sebelah kirinya karena mendengar suara yang tak asing. Ketika menoleh, ia mendapati seorang pria yang berdiri di seberang kiri dengan menggunakan payung berwarna transparant dengan goresan cat berwarna-warni persis dengan miliknya waktu kecil.

"Papa?" Suara yang terdengar lirihan itu mencelus dari mulut Joy. Perlahan, ia melangkahkan kakinya, mengabaikan rintik hujan yang membasahi kepalanya. Baru saja gadis itu hendak menyebrang, sosok pria itu berjalan meninggalkannya yang membuat dirinya memekik. "Papa jangan pergi!"

Mengabaikan kenyataan bahwa dirinya sedang delusi, langkah gadis itu terlihat gusar dan pandangannya tetap mengarah pada sosok pria yang membelakanginya. Bahkan, ia sampai tidak mendengar suara warga sekitar yang meneriakinya. "Awas, Dek!"

Tepat terdengar suara decitan rem di sampingnya yang hampir saja menghantamnya tubuhnya, gadis itu akhirnya menoleh dan tersentak walau lututnya terasa sedikit lemas. Ia mendapati mobil pajero berwarna hitam yang terhenti dengan sang pemilik keluar.

"Maaf, saya—Bianca?" Gadis itu mengernyitkan dahinya bingung sesaat sang pemilik mobil menyebut namanya. "Baru saja saya ingin kembali mendatangi ke rumahmu karena kamu yang tidak bisa dihubungi. Kamu nggak papa? Ada yang luka?"

Perlahan, gadis itu pun berucap setelah mengingat pria yang berparas tidak asing baginya. "Om Victor...?"

Pria tersebut tersenyum tipis. "Syukur kamu masih ingat dengan om. Om kebetulan memang ingin mencari kamu. Bisa kita bicara di rumahmu bersama kakak-kakak kamu yang lain, Bianca?"

"Ngomong sama aku aja. Kakak-kakak aku sibuk."

"Tapi—"

We Used To Be A FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang