t w e n t y

1.1K 280 101
                                    

Pintu bercat putih itu kini terbuka oleh tangan Jeno yang baru saja pulang saat jam sudah menunjukkan angka sepuluh malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pintu bercat putih itu kini terbuka oleh tangan Jeno yang baru saja pulang saat jam sudah menunjukkan angka sepuluh malam. "Udah kelar birthday partynya?"

Jeno disambut dengan pertanyaan yang berasal dari Chanyeol—kakak laki-lakinya yang terlihat sedang duduk santai di ruang tamu. "Belum, tapi pulang duluan." balasnya yang sekarang langkahnya menuju dapur untuk mengambil air minum.

"Jadi, cewek mana yang lo bawa ke birthday party tadi?" tanya Chanyeol dengan volume yang lebih keras agar Jeno dapat mendengarnya dari dapur.

Jeno mengerutkan dahinya bingung dan meneguk air putih yang telah diambil olehnya. "Kok lo thu dah?"

"Lo kan jarang pake mobil."

Jeno menyengir lalu beringsut mendekati kakak laki-lakinya yang duduk di sofa ruang tamu. "Temen doang kok."

"Yakin?"

"Dia butuh sosok temen bukan pacar jadinya gue mau jadi temen yang paling dia percayai."

"Terus, kapan lo mau punya pacar? Lo kan jomblo dari jaman orok. Nggak capek jadi nyamuk tiap ketemu gue sama Wendy?"

Mendengarnya, Jeno mendesis kesal. "Awalnya gue tertarik sama dia sih. She made a good first impressions."

Pupil mata Chanyeol pun membesar. "Coba ceritain. Gue udah lama nggak denger kisah cinta lo, nih. Biasa gue dengernya kisah lo yang kesel karena motor lo mogok atau kelakuan temen-temen sekolah lo yang kayak dajal semua," tukas Chanyeol.

Jeno menghembuskan napasnya pelan sebelum akhirnya bercerita. "Waktu hari pertama gue pindah sekolah, dia dateng telat dan meja yang gue tempatin itu rupanya meja dia. Dia protes sama guru karena dia gak suka harus sharing meja sama orang lain. Dan setelah gue liat-liat, dia emang nggak punya temen di sekolah. Gue suka liat dia setiap istirahat dia makan sendirian atau kadang cabut bolos," jelasnya.

"Oh, ansos?" terka Chanyeol yang dibalas gelengan kepala dari adiknya.

"Enggak. Dia kesepian. Dia mau punya temen tapi takut bakalan ditinggalin lagi. Temen-temen dia udah pada ninggalin dia."

"Jadi, itu alasan lo cuma teman bagi dia?"

"Jujur awalnya gue tertarik buat lebih dari teman. Tapi lambat laun, gue lebih pengen jadi sosok yang lebih dia butuhin. Paham nggak sih, Bang?" ungkap Jeno.

Mendengarnya, Chanyeol tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mengusap rambut hitam adiknya. "Akhirnya adik gue tumbuh dewasa. Nggak sia-sia gue bimbing lo," tukasnya yang membuat senyuman pada wajah Jeno terukir.

"Anyway, kenapa lo bisa tertarik sama dia?" tanya Chanyeol yang sebenarnya masih penasaran. Jujur, adiknya itu memang cowok yang mempunyai jutaan gombalan yang mampu memikat hati cewek tetapi Jeno tidak pernah menjalani hubungan.

"Manik matanya mirip Mama. Kesepian dan penuh luka."

Chanyeol tertegun mendengarnya namun manik mata mendiang Ibunya memang sama seperti apa yang dijelaskan oleh adiknya.

We Used To Be A FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang