Prolog

7.5K 331 33
                                    

Di dalam sebuah ruangan berukuran 3*4 meter yang temaram karna hanya di terangi oleh cahaya lampu tumbler putih yang tak seberapa. Duduklah seorang wanita bertubuh gempal,dengan rambut panjang di ikat asal yang sejak tiga jam lalu hanya terus menatap layar laptopnya.

Menulis beberapa kata kemudian menghapusnya begitu terus hingga wanita itu nampak cukup frustasi, Ia sudah seperti itu bukan hanya tiga jam terakhir melainkan sudah dua minggu Ia tak bisa melanjutkan tulisannya. Rasanya semua kata mendadak tak pas dalam ceritanya kali ini, gambaran dalam pikirannya jelas hanya saja Ia tak mampu menuangkannya dalam kata-kata. Sungguh sama sekali tak sepertinya.

Sebagai seseorang yang baru benar-benar menekuni dunia kepenulisan selama 3 tahun,perkembangannya bisa di katakan cukup pesat. Bagaimana tidak, meskipun Ia di sibukkan dengan pekerjaan lainnya, Ia tetap bisa menghasilkan 32 novel  pada sebuah platform baca online. Belum lagi 3 novel yang sudah Ia rubah menjadi buku meski dengan penerbitan indie,  tetap saja Ia mampu menjual lebih dari seribu buku.

Tak main-main namanya dalam sebuah platform baca online itu pun cukup di kenal tentu saja karna pengikutnya yang hingga detik ini sudah memcapai angka 123.000 dan masih terus bertambah.

Semua itu sungguh Ia dapatkan hanya dalam waktu tiga tahun. Tapi entah mengapa dua minggu terakhir ini, benar-benar menjadi saksi kemunduruannya.  Jangankan 5000 kata, merangkai 3 sampai 5 kata sudah membuatnya sakit kepala dan seperti saat ini Ia berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan sesuatu yang sebenarnya tak ada.

Qianna,begitulah bagaimana biasanya Ia di panggil. Dengan satu tangan berpegangan pada dinding dan satu tangan lainnya memegang perut keluar dari kamar mandi.

Ia tak kembali duduk di kursi kerjanya, Ia memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur. Meringkuk seperti anak kucing yang kedinginan.

Berkali-kali Ia menghela napasnya. Berharap bisa mengurangi rasa stress,tertekan dan juga gelisahnya. Matanya mencoba memecam, namu getaran ponsel di samping telinganya terus menginterupsinya.

Qianna memiring kepalanya, dengan satu tangan mengangkat ponsel dan Ia pun mulai mengamati hal yang membuat ponselnya terus bergetar.

Baru pukul sepuluh pagi tapi sudah ada 16 panggilan masuk yang terblokir karna begitulah Qianna mengatur ponselnya. Untuk memblokir secara otomatis panggilan dari nomor yang tak Ia kenal.

Lalu Ia membuka salah satu akun media sosialnya yang paling sering Ia gunakan apalagi kalau bukan si hijau whats app. Ada lebih dari 6 pesan masuk yang malas untuk Ia baca dan ratusan pesan dalam sebuah grup yang memang tidak akan pernah Ia baca meski senggang sekalipun.

Tak hanya itu Qianna juga mendapatkan banyak pesan singkat, mulai dari penawaran peminjaman uang secara online sampai dengan omongan kasar dari penagih aplikasi pinjam uang yang gagal di bayarkan oleh Qianna.

Sekali lagi Qianna nampak tak peduli, atau memang karna Ia tak tau harus melakukan apa lagi selain mematikan ponselnya, lalu kembali tidur meringkuk dan kini menyelimuti dirinya dengan selimut tipis.

Besar harapannya untuk tidak perlu terbangun lagi, atau ketika Ia terbangun semua masalahnya sudah selesai. Meski Ia merasa bodoh karna mengharapkan itu namun tetap saja Ia terus berharap.

Ia merasa kesulitan dalam hidupnya terus semakin menjadi. Setiap harinya bukan semakin mudah justru semakin berat dan sulit. Berkali-kali Ia berharap untuk mati saja, kalau saja Ia tak terlalu pengecut Ia pasti sudah memilih mengakhiri hidupnya.

Melelahkan...

***

Assalamualaikum...  Holaaaaaa... Holaaa.. 

Aku datang dengan cerita baru..  Mencoba lagi menulis di jalur famtasi romance abal-abal ala akuh...  😂😂😂

Semoga suka yaaa..   Yuk waktunya move on..  🤓

Uninterrupted Dream (A Perfect way to introduce preposterous love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang