Empat belas

860 129 21
                                    

Dengan langkah seribu Woo Jin masuk ke dalam rumahnya. Ia yang biasanya menyapa para pekerja di rumahnya kali ini mengabaikannya begitu saja, tujuannya hanya satu mencari Ji hwa.

"Woo Jin.." panggil sang ibu. Ketika Woo Jin menghentikan langkahnya tepat di depan ruang makan.

Ji hwa yang sedang menata makanan di atas meja pun meboleh ke arah Woo Jin tak lupa Ia tersenyum dan melambai.

"Oppa.. Kamu sudah datang.." sapa Ji hwa

"Em.. " jawab Woo jin dengan mata yang nyaris tak berkedip melihat Ji hwa ada di sana dengan celemek yang tak lagi bersih.

Rambut pendek yang selalu tergerai rapi juga cantik kini di ikat asal, belum lagi keringat di kening Ji hwa, seakan menandakan bahwa Ji hwa memang bekerja sejak tadi.

"Oprasinya bagaimana? Lancar kan?" tanya Ji hwa dan memberikan kode pada Woo Jin.

"Oh..emm.." ucap Woo Jin dan menganggukan kepalanya.

"Syukurlah.. " ucap Ji hwa lagi.

"Euhm.. Aku mandi dulu" ucap Woo jin canggung. Ia tidak tau harus melakukan apa,akan semakin aneh kalau dia tetap berdiri di sana, Woo Jin pun memutuskan untuk pergi ke kamarnya.

Ibu Woo jin mendekat pada Ji hwa, "biar ibu saja yang selesaikan.."

Ji hwa mengangguk dan tersenyum. "Biar aku bantu Oppa, menyiapkan keperluannya" ucap Ji hwa

Ibu Woo Jin mengusap lengan Ji hwa lembut.

"Terimakasih bu.." ucap Ji hwa dan kemudian menyusul Woo Jin.

...
...

Ji hwa berjalan dengan sesekali melihat-lihat hiasan yang ada di ruangan itu. Ada fotonya dalam foto keluarga Woo Jin. Ya, Woo jin adalah anak satu-satunya dalam keluarga ini.

"Paling tidak saat foto kamu harus senyum Han Ji hwa.." gerutu Ji hwa melihat fotonya sendiri yang berwajah datar.

"Apa ini kamarnya?" tebak Ji hwa, Ia mengetuk sekali dan tak lama pintu terbuka.

"Kamu ngapain disini?"

"Mau melihat mu mandi.." jawab Ji hwa asal dan kemudian memaksa masuk ke dalam kamar Woo Jin.

Ji hwa lagi-lagi memperhatikan sekelilingnya. Kamar itu nampak sangat maskulin,meski tak sepintar dan semegah kamarnya. Namun terlihat nyaman. Ji hwa duduk di pinggir kasur Woo Jin.

"Wah.. Jadi seperti ini kamar seorang Song Woo Jin"

"Kenapa? Ingin berkomentar lagi, kamar ku tidak sehebat kamar mu?"

"Aku pernah bilang gitu ya?"

"Jangan lupa kamu menambahkan bahwa keluarga ku bisa seperti sekarang berkat keluarga mu" ucap Woo Jin

Ji hwa hanya menganggukan kepalanya, tak terlalu menanggapi ucapan Woo Jin. Karna tentu saja Ia tau, Ia cukup ingat bahwa pernah memikirkan jalan cerita tentang ayah dan Ibu Woo Jin yang adalah murid beasiswa kakeknya.

"Ah... Bahkan di foto pernikahan pun kamu tidak tersenyum Ji hwa, ada masalah apa dalam hidup mu, hah?" gumam Ji hwa pada foto pernikahan besar yang terpajang di sana. Tentu saja Ji hwa tau foto itu ada di sana bukan karna keinginan Woo Jin, melainkan orang tua Woo Jin.

Woo Jin menatap bingung ke arah istrinya.

"Woo Jin.. Apa kita bisa ambil foto keluarga ulang? Aku benar-benar tidak suka ekpresi ku di foto keluarga yang terpasang di rumah ini." ucap Ji hwa

"Apa kepala mu masih sakit?" tanya Woo Jin cemas

"Ah?" tanya Ji hwa bingung. Kemudian mengangguk, "lumayan terasa seperti berputar, tapi kalau aku pejamkan mata seperti ini, terasa lebih baik" ucap Ji hwa yang tidak sadar bahwa Woo Jin bertanya sepertu itu karna sikap aneh Ji hwa.

Uninterrupted Dream (A Perfect way to introduce preposterous love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang