Empat Puluh Lima

980 128 17
                                    

Setelah menumpahkan air matanya, kini Ia menatap kembali kamar itu lebih saksama. Tidak ada yang kurang dari tempat itu, tempat itu bahkan terlalu bagus, menjadi Ji hwa Ia tak sedikitpun kekurangan uang, menjadi Ji hwa Ia bisa memiliki karir yang paling di inginkannya, menjadi Ji hwa Ia memiliki banyak orang yang peduli padanya. Orang tua yang bahkan selalu lembut padanya. Tapi kenapa rasanya tetap menyakitkan? Mengapa Ia bisa merasakan perasaan ingin menyerah Qianna di tempat ini. Di tempat yang terlalu bagus ini.

Apa di sini Ji hwa menghabiskan waktu menahan setiap rasa sakitnya, sendiri?

Ji hwa berpindah dari meja riasnya menuju kasur besar,yang empuk dan nyaman. Ia menidurkan dirinya di sana. Rasanya sangat jauh dari yang Qianna miliki. Ruang kecil yang hanya memilik kasur tipis yang kaku. Tapi sekali lagi mengapa saat ini Ia merasa sedang berada di dalam kamar itu.

Mata Ji hwa memejam, dengan sangat cepat  Ia bisa merasakan kembali tubuh Qianna yang terbaring, kemudian kembali menjadi Ji hwa. Ji hwa terus memejamkan matanya dan kembali merasakan tubuh Qianna di dalam kamar sempit itu. Ia bisa merasakan peluh yang membasahi dahi Qianna, Ia bisa merasakan rasa sakit pada sekujur tubuhnya.
Ia bisa merasakan Qianna yang ingin membuka mata namun tak sanggup karna Ji hwa yang langsung membuka matanya.

Tidak, Ji hwa belum ingin kembali. Ia tidak bisa kembali seperti ini. Paling tidak berikan Ia sedikit waktu lagi.

"Sebentar lagi.. Tolong biarkan aku di sini sebentar lagi." ucap Ji hwa

Ia tau Qianna sedang kesakitan di sana. Ia tau jika Ia tak segera kembali mungkin Ia akan kehilang dirinya sendiri. Ia akan mati sebagai Qianna maupun sebagai Ji hwa.

"Bertahanlah Qianna.. Bertahanlah sedikit lebih lama..  Aku mohon bertahanlah sebentar lagi"

...
...

Mendengar berita bahwa istrinya pergi begitu saja meninggalkan rumah sakit,  di tambah dengan nomor Ji hwa yang tak bisa di hubungi membuat Woo jin segera pergi mencari Ji hwa bahkan masih menggunakan seragam biru operasinya. 

Tidak tau mengapa namun perasaan woo jin mengatakan bahwa ada sesuatu besar yang terjadi.  Meski tidak tau apa namun tiba-tiba saja Woo Jin menjadi sangat ketakutan.  Jantung nya terus berdentam hebat.  Ia gelisah dan ingin menangis tanpa sebab. 

...
...

"Han ji hwa.. " panggil Woo jin cukup kencang saat pertama kali memasuki apartementnya.

Mendengar suara piring yang terjatuh, Woo jin bergegas masuk lalu menuju dapurnya. Ia melihat orang yang di carinya nampak terkejut menatapnya.

"Ahh.. Apa yang kamu lakukan sih.. Aku kag.." ucap Ji hwa yang tak selesai karna Woo Jin yang tiba-tiba saja memeluknya.

"Woo jin?" tanya Ji hwa.
Namun Woo jin tak mengatakan apapun. Ia hanya mengeratkan pelukannya. Perlahan air mata Woo Jin terjatuh dan Ia menangis. .

"Woo jin..kamu kenapa?" tanya Ji hwa dan menyoba melepas pelukannya.

"Sebentar lagi..biarkan seperti ini sebentar lagi" ucap Woo jin yang memeluk Ji hwa semakin erat seakan sedikit saja Ia melonggarkan pelukannya wanita yang ada di dekapannya itu akan menghilang bagai buih.

Ji hwa tak bisa membiarkan Woo Jin seperti ini, jika Ia terus mendengar Woo Jin menangis pertahanannya pasti akan hancur.  Ia tidak ingin pergi dengan air mata. 

Ji hwa pun mencoba melepas lagi dan Woo jin masih tidak mau melepasnya.

"Woo jin..lepas.. Aku tidak bisa bernafas. Ada apa dengan mu sih.. Lepaskan" ucap Ji hwa berusaha melepaskan diri dan barulah Woo jin melepaskan Ji hwa perlahan.

Uninterrupted Dream (A Perfect way to introduce preposterous love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang