Raut wajah Jae Hoon semakin memelas. Kini tangannya menggoyang-goyang kan tangan Qianna. Wanita mana yang tak luluh dengan wajah cute seperti yang di tunjukan oleh Jae Hoon. Rasanya Qianna ingin memberikan apapun yang Jae Hoon minta.
'Let's play' batin Qianna.
"Berikan tugas mu yang aku minta kemarin" ucap Qianna dengan ekpresi super dingin dan kini nampak menakutkan hingga Jae Hoon pun mulai kehilangan nyalinya. Ia perlahan melepaskan tangannya dari sang kaka.
"Euhm.. Itu..apa bisa aku berikan lusa, semalam waktu jaga ku, lalu tadi pagi aku tidur. Lusa ya.."
"jugeullae? (mau mati?) "
"Besok.. Besok ya.. Aku janji" ucap Jae Hoon dan mengangkat tangannya jarinya dengan tiga jari membentuk lambang sumpah.
Qianna melirik Jae Hoon dingin. "Kalau kau memang tidak memiliki kemampuan menyingkirlah dari tempat ini, kau tau apa yang paling aku benci di dunia ini? Yaitu orang yang tidak kompeten dan tidak memiliki ke mampuan. Tapi di bandingkan itu aku tau aku lebih benci dengan orang yang sudah tau tidak memiliki kemampuan tapi beromong besar dan membuat keributan"
Jae Hoon menatap kakaknya dengan kesal. Ia tentu saja tidak kaget dengan sikap Ji Hwa, meskipun Ji Hwa kakaknya tapi Ji Hwa memang selalu bersikap keras dengannya. Yang lebih menyebalkan ayah dan ibunya selalu menuruti apapun yang Ji hwa katakan dan putuskan. Dengan alasan bahwa keputusan Ji Hwa selalu tepat.
Mata Jae Hoon memandang ke arah lain. Ia menahan untuk tak menghela napas kesal di depan kakaknya. Lagi juga mana berani dia.
"Sial, aku di bohongi. Katanya setelah kecelakaan Noona jadi lebih lembut. Di bagian mananya. Ish, aku benar-benar berharap lukanya sedikit lebih parah hingga paling tidak Ia hilang ingatan" pikir Jae Hoon
Ji Hwa turun dari kasurnya. Ia melepaskan infusnya sendiri. "Aku tidak akan mati dengan mudah sesuai kenginan mu" saut Ji Hwa.
"Aku tidak pernah berpikir dan berharap seperti itu." saut Jae Hoon
"Ehmm.. Hanya berharap aku hilang ingatan. Mungkin itu akan memudah kan mu" ucap Ji Hwa yang kini memasang plaster pada tangan bekas infusnya.
Jae Hoon menelan air liurnya bulat-bulat lalu bergedik ngiri. "Apa noona sekarang bisa baca pikiran juga hah?"
Dengan gerakan yang terlihan pelan namun penuh sensasi. Ji Hwa menoleh ke arah Jae Hoon tak lupa ekpresi datar dan juga dinginnya.
"Berapa kali harus aku katakan jangan memanggil ku Noona ketika di rumah sakit. Apa yang kau harapkan selain pamer bahwa kau anak pemilik rumah sakit, kamu ingin menumpang nama kaka mu yang sudah terkenal hebat?"
Jae Hoon tak terima di sebut begitu. Ia pun berdiri dari duduknya.
"Memang kapan aku menggunakan nama mu hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Uninterrupted Dream (A Perfect way to introduce preposterous love)
Fantasy"Terkadang mereka yang tak menangis bukan karna mereka tak susah atau tak terluka. Tetapi karna mereka sadar, air matanya tak memiliki kekuatan untuk dapat dihargai. Sehingga meski semua terasa melelahkan dan menyakitkan mereka tetap memilih untuk...